Kamis, 31 Mei 2012

Ngatasi Macet Dalam Sekejap? Mimpi Kali Ye...

INILAH.COM, Jakarta - Tak disangkal, kemacetan Jakarta terancam kian parah bila tak segera diantisipasi. Namun upaya mengatasi kemacetan tidaklah bisa instan. Banyaknya faktor penyebab yang membuat kemacetan sulit diurai.

Lepas subuh, Iskandar melaju dengan mobilnya dari rumahnya di kawasan Bekasi Timur. Langsung masuk tol Jakarta – Cikampek, lanjut ke jalan tol lingkar dalam, keluar di gerbang tol Tegal Parang, berbelok ke kawasan Kuningan, tempatnya berkantor sebagai staf senior di sebuah kantor pengacara.

Toh Iskandar mengaku tak setiap hari menggunakan mobil ke kantornya. Alasannya, kemacetan Jakarta bertambah parah. “Kalau tak mau mengemudi sendiri, mobil dititipkan di parkiran di Bulak Kapal, sambung bus kota AC. Atau sesekali dititipkan di Stasiun Bekasi, sambung KRL ke Kota dan lanjut bus TransJakarta, kalau memang ada agenda pekerjaan di Kota, Jalan Thamrin atau Jalan Sudirman,” terangnya.

Kenyataan memang menunjukkan, jam kemacetan di Jakarta kian hari kian bertambah lama. Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya (Ditlantas PMJ) menyebut, jika beberapa tahun lalu kepadatan lalu lintas sudah terurai sekitar pukul 21.00 WIB, kini mundur menjadi pukul 23.00 WIB. Ditlantas PMJ memperkirakan, bila tidak segera diatasi maka dalam beberapa waktu mendatang, bisa saja kemacetan baru terurai lepas tengah malam.

Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo tak menampik bila kemacetan saat ini menjadi salah satu persoalan utama di Ibukota. Namun demikian dikatakan pria berkumis yang akrab disapa Bang Foke ini, upaya untuk mengatasinya bukan tak dilakukan. Hanya saja, semua tidak bisa diselesaikan instan karena banyak hal yang harus dipertimbangkan.

“Jadi kalau ada orang yang menyebut ada solusi instan untuk mengatasi kemacetan Jakarta, saya kira orang itu perlu belajar lebih lanjut soal transportasi umum megapolitan,” kata Fauzi Bowo

Setuju atau tidak, untuk mengatasi kemacetan memang bukan pekerjaan gampang. Bagaimanapun Jakarta tak bisa berjalan sendiri, tanpa mengacuhkan daerah-daerah yang menjadi penyangga, yakni Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek). Setiap kebijakan yang akan diberlakukan, harus memperhitungkan dukungan dari daerah-daerah penyangga tersebut, beserta yang bisa ditimbulkan.

Adalah kenyataan lain kalau sebagian warga yang beraktivitas di Jakarta, justru tinggal di Bodetabek yang menjadi daerah sub-urban. Keberadaan mereka inilah yang setiap harinya mewarnai pergerakan dan perjalanan, terutama pada pagi dan sore hari.

Data dari Jakarta Urban Transport Policy Integration (JUTPI) Commuter Survey tahun 2010, menyebut, setidaknya ada 1.105.000 perjalanan ulang-alik ke Jakarta dari Tangerang dan Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang, Kota Depok dan Bogor, Kabupaten Depok, ataupun Kota dan Kabupaten Bekasi. Jumlah ini melonjak tajam dibanding tahun 2002, sebanyak 743.000 perjalanan.

Dari survei yang sama, moda transportasi yang digunakan warga adalah 48,7% sepeda motor. Padahal sewindu sebelumnya, baru 21,2% saja warga yang menggunakan sepeda motor, sementara bus kota dan angkutan umum masih mendominasi hingga 38,3%. Pada tahun 2010 berdasar survei tersebut, pengguna bus kota dan angkutan umum anjlok jadi 13,5%.

Ini tentu saja menjadi pekerjaan rumah besar, untuk kembali memaksa masyarakat beralih menggunakan bus kota dan angkutan umum. Diperlukan konsep angkutan umum terintegrasi antara DKI Jakarta dengan daerah-daerah penyangga. Hal yang sebenarnya sudah lama diupayakan, namun baru dapat diwujudkan saat ini melalui Angkutan Perbatasan Terintegrasi Busway.

Sebagai gubernur, Bang Foke—demikian Fauzi Bowo sering disapa-- sendiri menyadari tidak mudah menata kembali keberadaan angkutan umum di Ibukota. Meski demikian ia menegaskan, akan terus fokus pada perbaikan dan revitalisasi angkutan umum serta membuat semuanya terintegrasi, sehingga memudahkan mobilitas masyarakat. [mah]

Sumber : http://metropolitan.inilah.com/read/detail/1866045/ngatasi-macet-dalam-sekejap-mimpi-kali-ye

Rabu, 30 Mei 2012

Tahun 2025 Jakarta Masih Akan Tergenang

ADELAIDE, KOMPAS.com- Di tahun 2025, sebagian besar wilayah Jakarta Utara akan tergenang sekitar 80 sampai 100 sentimeter di atas tanggul penahan rob yang masih ada sekarang. Demikian penjelasan seorang mahasiswa program Doktor asal Indonesia Evi Sofiyah dalam diskusi akademik baru-baru ini di Universitas Adelaide.

Di tahun 2025 atau 2026, akan terjadi fenomena siklus gelombang bulan (moon tidal cycle) yang terjadi dalam siklus 18.6 tahun sekali. Ketika itu gelombang pasang dari laut akan mencapai titik tertinggi ditambah dengan penurunan permukaan tanah, dan banjir kiriman.

Evi Sofiyah meralat pemberitaan sebelumnya bahwa sebagian wilayah Jakarta akan tergenang satu meter di atas tanggul raksasa yang rencananya akan dibangun oleh pemerintah DKI Jakarta.

Data yang dia sampaikan dalam paparan pada diskusi ilmiah itu dikutip dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti asal Belanda, JanJaap Brinkman (Deltares) dan Marco Hartman (HKV consultants) yang dipublikasikan tahun 2008.

Fenomena siklus gelombang bulan ini terakhir kali terjadi bulan November 2007 dimana banjir menewaskan 18 orang dan 300.000 orang terkena dampaknya.

Walaupun sudah ada rencana membangun dinding raksasa guna melindungi Jakarta dari genangan air dari laut, menurut kajian Evi Sofiyah, hal tersebut tidak akan memecahkan masalah Jakarta dari genangan air.

Evi sekarang sedang mengambil program doktor di Departemen Kependudukan, Geografi, dan Lingkungan di Universitas Adelaide.

Menurut kajiannya, berbagai penelitian ilmiah yang sudah dilakukan dan juga sumber data dari media massa, Evi Sofiyah mengatakan bahwa sampai tahun 2016, daerah Jakarta Utara akan tergenang secara berkala.

Menurut laporan koresponden Kompas di Adelaide, L. Sastra Wijaya, Evi Sofiyah juga mengkaji berbagai dampak dari tindakan manusia terhadap lingkungan di seputar Teluk Jakarta. Salah satu usaha yang sedang dilakukan oleh berbagai pihak adalah melakukan reklamasi guna membangun dinding raksasa tersebut.

Menurut Evi, mengutip situs pemerintah Belanda, dinding raksasa yang dibangun ini sepanjang 36 kilometer dan dibangun 2 kilometer dari garis pantai, dan menurut keterangan dari Gubernur DKI sekarang Fauzi Bowo, dinding itu akan selesai sekitar 15 sampai 20 tahun dari sekarang.

Namun, menurut Evi Sofiyah, pembuatan dinding raksasa ini tidak akan menyelesaikan masalah tergenangnya kota Jakarta, bila tidak disertai usaha lain. "Dinding raksasa itu menahan gelombang dari laut. Tetapi Jakarta juga mendapat banjir kiriman dari belakang dan juga menurunnya permukaan tanah dari tahun ke tahun. Jadi kalau tidak ada upaya yang lebih sinergis untuk mengatasi masalah ini, persoalannya tidak akan terselesaikan." kata Evi Sofiyah.

Sumber : http://megapolitan.kompas.com/read/2012/05/29/11235031/Tahun.2025.Jakarta.Masih.Akan.Tergenang

Selasa, 29 Mei 2012

Ganti Lampu Jalan, DKI Rogoh Rp351 Miliar

VIVAnews - Pemerintah Provinsi DKI akan mengganti seluruh lampu penerangan jalan umum (PJU) dengan lampu yang hemat energi. Program ini terkait dengan komitmen DKI mengurangi emisi gas buang sebesar 30 persen pada 2030.

Menurut Kepala Dinas Perindustrian dan Energi DKI Jakarta, Andi Baso, tidak hanya melakukan penggantian lampu yang lebih hemat energi. Bahkan, untuk penerangan dua jalan layang non tol yang saat ini masih dalam tahap proses pembangunan juga menggunakan lampu light emmiting diode (LED). Sebanyak 3.090 titik lampu akan dipasang di dua jalan itu.

Penggunaan LED pada PJU, mampu menghemat listrik hingga 50 persen dari lampu PJU yang biasanya. Jika lampu PJU yang ada menyedot hingga 400 watt maka dengan LED hanya membutuhkan daya sebesar 200 watt.

Pada 2013 mendatang, DKI akan mengganti sebagian lampu PJU dengan LED. Anggaran yang diajukan sebesar Rp351 miliar, yang akan diajukan ke DPRD DKI. Meski membutuhkan anggaran yang besar, tapi penggunaan lampu LED bisa menghemat energi.

"Dengan LED sekaligus mengurangi gas rumah kaca sebesar 0,891 dari produksi gas rumah kaca yang tidak menggunakan lampu hemat energi," kata Andi, di Balaikota DKI Jakarta, Senin, 28 Mei 2012.

Dijelaskan oleh Andi, Jakarta memiliki sebanyak 222.342 titik PJU yang membutuhkan sekitar 45-50 mega watt per hari. Sementara itu, terdapat 92 PJU yang menggunakan solar cell yang tersebar di lima wilayah DKI Jakarta. Guna mengganti PJU dengan lampu hemat energi membutuhkan biaya sebesar Rp3 triliun.

"Satu lampu dengan solar cell seharga Rp30 juta," ujarnya.

Dia pun mengatakan, untuk mengurangi energi di Jakarta tidak hanya dilakukan oleh sektor energi saja. Melainkan dari berbagai sektor seperti transportasi, kebersihan (sampah), dan kehutanan.

"Yang dominan dari sektor transportasi dan gas rumah kaca, seperti gedung-gedung," tuturnya.

Penghematan energi, juga sudah diatur dalam Instruksi Presiden nomor 13 tahun 2011 tentang penghematan energi, Peraturan Gubernur nomor 33 tahun 2008 tentang pelaksanaan pengehematan energi di lingkungan Pemprov DKI Jakarta, serta Instruksi Gubernur nomor 23 tahun 2008 tentang pengematan energi dan air. (eh)

Sumber : http://metro.vivanews.com/news/read/318000-ganti-lampu-jalan--dki-rogoh-rp351-miliar

Senin, 28 Mei 2012

Survei: Macet Jakarta Salah Gubernur

VIVAnews - Sebagian besar warga Jakarta menyalahkan Gubernur dan pemerintah daerah karena masalah macet tak dapat terselesaikan. Setidaknya begitu hasil survei yang dilakukan Indo Barometer dengan melibatkan 440 responden yang nmerupakan warga Jakarta.

Lebih rinci diungkapkan bahwa 29,8 persen warga Jakarta kecewa dengan kinerja Gubernur saat ini. Sementara 29,5 persen warga menuding pemerintah daerah tak dapat selesaikan masalah kemacetan di Jakarta. Dengan responden yang sama, terungkap 52,7 persen warga berpendapat saat ini Jakarta justru bertambah macet.

"Ini kita lihat bagaimana persepsi publik tentang kemacetan. Rupanya Jakarta semakin macet. Artinya tidak ada perubahan dari yang dulu," kata Direktur Riset Indo Barometer, M Yusuf Kosim di Jakarta, Minggu 27 Mei 2012.

Kebijakan pemerintah daerah seperti pembatasan kendaraan, diterapkannya 3 in 1 juga dinilai bukan solusi mengurai kemacetan. Sementara, penggunaan Transjakarta juga tak berpengaruh banyak terhadap tingkat kemacetan.

Menanggapi hal itu, pengamat tata kota, Yayat Supriyatna juga melihat hal yang sama. "Menarik dan menegaskan kerucut persoalan di Jakarta semakin jelas. Macet priotitas utama. Macet jadi primadona," kata Yayat.

Sebetulnya, kata Yayat, macet merupakan kerangka kebijakan yang sudah dirancang oleh pemerintah. Pada tahun 2003 misalnya, pemerintah melakukan kebijakan, empat solusi, yaitu Mass rapid transit (MRT), Bus Rapid Transit (BRT), Light Rapid Transit (LRT), dan Angkutan Sungai (Waterways).

Namun proyek ini tidak pernah berjalan. Bahkan, diungkapkan bahwa 72,7 persen warga tidak pernah mendengar istilah-istilah itu. Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengakui masalah transportasi ini merupakan problem yang paling berat diantara problem lainnya. Dia pun menyadari serangan kritik atas dirinya. "Saya akui, banyak orang bilang Fauzi ngapain saja sih selama 5 tahun? Jabatan sudah mau habis, tapi masih macet saja," kata Fauzi Bowo beberapa waktu lalu.

Foke, begitu biasa dia disapa, mengklaim dirinya sudah berusaha sebaik mungkin untuk menanggulangi masalah kemacetan ini melalui pembenahan sistem transportasi di ibukota. (adi)

Sumber : http://metro.vivanews.com/news/read/317508-survei--macet-jakarta-salah-gubernur

Jumat, 25 Mei 2012

Setelah Bogota, Angkutan Umum Jakarta Tiru Guangzhou

JAKARTA, KOMPAS.com - Revitalisasi angkutan umum diperkirakan dapat membantu mengurai kemacetan yang terjadi di Jakarta. Untuk itu, Dinas Perhubungan DKI Jakarta berencana menyediakan pelayanan angkutan umum dengan sistem direct service.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono, mengatakan bahwa sistem direct service ini akan segera dikaji terlebih dahulu untuk dilihat kesesuaiannya dan manfaatnya untuk diterapkan di Jakarta.

"Baru akan kami kaji. Tapi sistem ini sudah dilakukan di kota besar lain dan efeknya bagus," kata Pristono, di Balaikota, Jakarta, Kamis (24/5/2012).

Sistem direct service ini memang sudah diterapkan di Guangzhou dengan sebutan Guangzhou Bus Rapid Transit (GBRT).

Dengan sistem direct service ini, GBRT mampu mengangkut penumpang sebesar 24.000 orang/jam/arah.

Melihat hal itu, Jakarta tampaknya akan mengkombinasikan sistem ini dengan sistem Trunk and Feeder yang saat ini sudah diaplikasikan yaitu bus Transjakarta. Sistem Trunk and Feeder ini diadaptasi dari Bogota.

"Jadi nanti akan dikombinasikan. Harapannya semakin banyak masyarakat yang terangkut dan mau beralih ke angkutan umum," jelas Pristono.

Ia juga menambahkan bahwa konsepnya nanti akan menggunakan bus ukuran sedang seperti Kopaja. Namun kondisinya disulap sedemikian rupa seperti bus Transjakarta dengan fasilitas penyejuk ruangan dan juga mendapat hak untuk melintas di jalur bus Transjakarta.

"Kualitasnya akan dibuat sama dengan Transjakarta nantinya. Jadi warga tetap nyaman untuk naik angkutan umum," tandasnya.

Sumber : http://megapolitan.kompas.com/read/2012/05/24/19465816/Setelah.Bogota.Angkutan.Umum.Jakarta.Tiru.Guangzhou

Kamis, 24 Mei 2012

Pemprov DKI Akan Normalisasi Sejumlah Sungai

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menormalisasi sejumlah sungai, anak sungai dan saluran di Jakarta. Hal tersebut disampaikan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo dalam acara Program Percepatan Pemberdayaan Masyarakat di lingkungan permukiman Kali Kresek, Lagoa, Koja, Jakarta Utara, Rabu (23/5/2012).

Salah satu kali yang akan dilakukan normalisasi adalah Kali Kresek di Koja, Jakarta Utara. Kali tersebut rencananya akan dikeruk untuk mengurangi sejumlah genangan di Kecamatan Koja, karena hingga saat ini masih ada sejumlah genangan di beberapa titik di antaranya di sekitar Kelurahan Lagoa dan di Jalan Kramat Jaya. Genangan saat hujan biasanya mencapai 30 cm.

Fauzi Bowo mengatakan, pengerukan Kali Kresek akan dilaksanakan pada tahun ini. Saat ini normalisasi sedang di lakukan di hulu Kali Sunter. "Kali Kresek masuk ke dalam program pengerukan sungai dan anak sungai. Secara keseluruhan Kali Sunter akan dikeruk. Saat ini yang sedang dikerjakan di hulu Kali Sunter. Sedangkan untuk pengerukan Kali Kresek masih dalam proses tender" ujarnya.

Kali Kresek merupakan muara dari Kali Sunter. Setelah dikeruk diharapkan kali tersebut akan mempunyai kapasitas seperti dahulu. "Ini merupakan proyek setelah Kanal Banjir Timur. Setelah adanya pengerukan sejumlah sungai tersebut, nanti warga yang berada di sekitarnya tidak akan mengalami banjir lagi," kata Fauzi.

Untuk menormalisasi sungai tersebut, anggaran yang akan dikeluarkan sebanyak Rp 1 triliun. Anggaran tersebut berasal dari Bank Dunia. "Untuk program tersebut, ada yang dikerjakan oleh pemerintah daerah dan ada juga yang pemerintah pusat," ujar Fauzi.

Wali Kota Jakarta Utara, Bambang Sugiono mengatakan, selain adanya pengerukan Kali Kresek, juga akan dilakukan pengerukan di Waduk Koja, serta pembangunan pintu air dan pompa air. "Dengan adanya proyek tersebut akan mengurangi genangan di Koja, bahkan yang ada di Kramat Jaya," paparnya.

Lurah Lagoa, Sri Suhartini menjelaskan, Kali Kresek memiliki panjang sekitar 800 meter yang melintasi di dua kelurahan yaitu Kelurahan Lagoa dan Kelurahan Koja. Jika hujan deras terjadi akan menimbulkan genangan setinggi 20 cm di sekitar wilayah Kelurahan Koja, di antaranya di Jl Mindi, Jl Muncang, dan Jl Kramat Jaya. "Namun genangan tersebut hanya terjadi paling lama satu jam," ujarnya.

Sri Suhartini menyambut baik dengan adanya pengerukan Kali Kresek tersebut. Ia berharap dengan pengerukan tersebut genangan di wilayahnya akan berkurang. "Saya berharap masyarakat bisa terus menjaga kebersihan di sekitar Kali Kresek," katanya.

Sumber : http://megapolitan.kompas.com/read/2012/05/23/18041112/Pemprov.DKI.Akan.Normalisasi.Sejumlah.Sungai

Selasa, 22 Mei 2012

Macet DKI, Contra Flow Berlaku Selama 1 Tahun

VIVAnews - Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya dan Jasa Marga telah melakukan uji coba contra flow di kilometer 3+050 hingga 6+800 Tol Dalam Kota dari arah Cawang selama 14 hari sejak 1 Mei 2012 lalu. Polisi menilai masyarakat antusias dengan salah satu cara mengatasi kemacetan di tol itu.

Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Dwi Sigit Nurmantyas, mengatakan, berdasarkan hasil evaluasi, pihaknya akan memberlakukan sistem contra flow selama satu tahun.

"Hingga tol JORR W II selesai dibangun, kalau sudah jadi kan bisa mengatasi kemacetan. Dari situ akan kami evaluasi lagi apakah masih perlu dilanjutkan atau tidak," ujar Sigit kepada VIVAnews, Senin 21 Mei 2012.

Kesepakatan lain dalam pemberlakuan sistem tersebut, lanjut Sigit, yakni lawan arus tidak diberlakukan saat akhir pekan dan ketika hujan datang. Menurut dia, contra flow tidak berlaku saat hujan guna meminimalisir kecelakaan.

Selain itu, kata Sigit, jarak contra flow juga akan diperpanjang hingga 7 kilometer dari semula 5 kilometer. Tepatnya dari kilometer 1+600 hingga kilometer 8+600.

"Dengan jarak 5 kilometer saja, kepadatan kendaraan sudah berkurang 25 persen yang sebelumnya kami perkirakan 20 persen akhirnya meningkat. Mudah-mudahan dengan diperpanjang jarak hingga 7 Km bisa lebih banyak menarik kendaraan," kata Sigit. (umi)

Sumber : http://metro.vivanews.com/news/read/315292-jarak-contra-flow-diperpanjang-jadi-7-km

Senin, 21 Mei 2012

Macet dan Banjir, Kepada Siapa Jakarta Mengadu?

Metrotvnews.com, Jakarta: Bicara Jakarta banyak persoalan yang terjadi. Banjir dan macet adalah dua di antaranya. Namun ternyata di tengah peliknya persoalan Jakarta, masih banyak orang yang ingin menjadi Gubernur di kota ini.

Tahukah anda berapa uang yang terbuang setiap tahunnya akibat kemacetan di Jakarta? Wow ternyata sebesar Rp28 triliun. Lalu berapa rupiah BBM yang terbuang percuma akibat kemacetan di Jakarta? Ya, sebesar Rp10,7 triliun.

Kemudian, masalah apa yang membuat sebagian warga ibu kota pusing setiap hujan turun? Jawabnya adalah banjir.

Banjir dan macet, dua kata ini seakan melekat pada Jakarta. Warga pun sudah sangat mahfum dengan kemacetan di kota ini jika dulu tidak bisa beralasan telat karena macet, kini warga seakan berdamai dengan hal itu.

Bayangkan waktu produktif warga Jakarta yang terbuang setiap tahunnya mencapai Rp9,7 triliun. Belum lagi masalah lain yang mengancam keberlangsungan hidup warga Jakarta, seperti menurunnya kualitas hidup sehat dan stres.

Uang puluhan triliun rupiah yang hilang setiap tahun seharusnya bisa digunakan untuk membangun Jakarta menjadi lebih baik. Misalnya membuat transportasi massa yang hanya membutuhkan tidak lebih dari Rp28 miliar. Serta membangun puluhan rumah susun atau apartemen sederhana dengan harga yang terjangkau.

Lantas kepada siapakah warga Jakarta harus mengadu?

Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tidak kurang dari 100 hari lagi. Semua bakal calon gubernur sudah siap dengan jurus-jurus jitu untuk menjadi pemenang. Visi dan misi yang ditawarkan nyaris seragam. Mengatasi banjir dan kemacetan. Dari calon yang diusung parpol hingga calon independen.

Tak tekecuali kandidat independen alias jalur nonpartai seperti pasangan ekonom Faisal Basri dan Biem Benyamin misalnya. Pasangan independen ini ibarat penetral ditengah perpolitikan Indonesia saat ini. Tidak mudah memang, Faisal beserta tim sukses harus turun ke tiap-tiap kecamatan untuk memverivikasi data yang akan diserahkan ke Komisi Pemilihan Umum Daerah.

Mereka tidak memiliki sumber dana yang pasti untuk membiayai proses pemenangan. Sampai-sampai Faisal harus menjual rumah pribadinya di daerah Kebayoran Baru. Inipun belum bisa memastikan pasangan ini bisa ikut ketahap selanjutnya.

Namun sayang saat ini di Indonesia tidak banyak pasangan independen yang berhasil memenangkan pertarungan pemilihan kepala daerah.

Dari 398 kabupaten, 93 kota, 1 kabupaten administrasi, dan 5 kota administrasi, hanya Provinsi Aceh dan Kabupaten Garut saja yang pernah dipimpin oleh kepala daerah dari jalur independen.

Daya tembus birokrasi yang sulit membuat pasangan independen lebih sering mundur teratur. Kesulitan ini juga menjadi gambaran sistem politik seperti apakah yang ada di negara kita.

Siapapun yang menang Jakarta kini membutuhkan pemimpin yang bisa mengakomodir banyak hal. Bukan hanya bisa menanggulangi kemacetan tetapi berani menyetop penyebab kemacetan dan banjir. Serta berani melakukan perubahan, bukan pembenahan.(DNI)

Sumber : http://www.metrotvnews.com/read/newsvideo/2012/05/20/151350/Macet-dan-Banjir-Kepada-Siapa-Jakarta-Mengadu?/6

Rabu, 16 Mei 2012

Underpass dan Flyover Bukan Jaminan Jakarta Bebas Macet

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dengan adanya upaya pembangunan underpass dan flyover di jalan-jalan nasional di DKI Jakarta, tidak menutup kemungkinan terjadi kemacetan dimana-mana. Mengingat intensitas dan volume kendaraan di Jakarta semakin melonjak.

Hal ini mengakibatkan kemacetan yang selalu menjadi keluhan warga Jakarta. Dirjen Bina Marga Joko Murjanto mengaku sendiri kalau kemacetan khususnya di ibukota memang sulit ditangani.

"Kemacetan semua sudah angkat tangan Bina Marga. Kita sudah enggak mungkin tangani sendiri," ujar Djoko kepada wartawan, di kantornya, Jakarta, Selasa (15/5/2012).

Dalam penjelasannya, Joko mengatakan pula, dibangunnya flyover atau underpass tidak menjamin bisa mengurangi kemacetan. Pasalnya jumlah jalan yaang akan dibangun tidak setara dengan jumlah mobil yang akan dibeli warga Jakarta nantinya.

"Kita buat flyover, sehari dua hari, besoknya macet lagi. Jalan jadi satu mobil tambah banyak lagi,"ungkap Joko.

Sumber : http://jakarta.tribunnews.com/2012/05/15/underpass-dan-flyover-bukan-jaminan-jakarta-bebas-macet

Selasa, 15 Mei 2012

Tahun 2025, Jakarta Tergenang 1 Meter di Atas Tanggul Raksasa

ADELAIDE, KOMPAS.com - Pada tahun 2025, sebagian besar wilayah Jakarta akan tergenang sekitar 80 sentimeter sampai 100 sentimeter, di atas batas tanggul yang dibuat untuk melindungi kota tersebut dari banjir.

Demikian penjelasan seorang mahasiswa program doktor asal Indonesia, Evi Sofiyah, dalam diskusi akademik baru-baru ini di Universitas Adelaide.

Pada tahun 2025 atau 2026, akan terjadi fenomena siklus gelombang bulan (moon tidal wave) yang terjadi dalam siklus 18.6 tahun sekali. Ketika itu gelombang pasang dari laut akan mencapai titik tertinggi, ditambah dengan penurunan permukaan tanah, dan banjir kiriman.

Fenomena ini terakhir kali terjadi bulan November 2007, ketika banjir menewaskan 18 orang dan 300.000orang terkena dampaknya.

Walaupun sudah ada rencana membangun dinding raksasa guna melindungi Jakarta dari genangan air dari laut, menurut kajian Evi Sofiyah, hal tersebut tidak akan memecahkan masalah Jakarta dari genangan air.

Evi sekarang sedang mengambil program doktor di Departemen Kependudukan, Geografi, dan Lingkungan di Universitas Adelaide. Menurut kajiannya berbagai penelitian ilmiah yang sudah dilakukan dan juga sumber data dari media massa, Evi Sofiyah mengatakan bahwa sampai tahun 2016, daerah Jakarta Utara akan tergenang secara berkala.

Menurut laporan koresponden Kompas di Adelaide, L Sastra Wijaya, Evi Sofiyah juga mengkaji berbagai dampak dari tindakan manusia terhadap lingkungan di seputar Teluk Jakarta. Salah satu usaha yang sedang dilakukan oleh berbagai pihak adalah melakukan reklamasi guna membangun dinding raksasa tersebut.

Dinding raksasa yang dibangun akan sepanjang 36 kilometer, dan lebarnya 2 kilometer. Menurut keterangan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, dinding itu akan selesai sekitar 15 tahun sampai 20 tahun dari sekarang.

Namun menurut Evi Sofiyah, pembuatan dinding raksasa ini tidak akan menyelesaikan masalah tergenangnya kota Jakarta, bila tidak disertai usaha lain.

"Dinding raksasa itu menahan gelombang dari laut. Tetapi Jakarta juga mendapat banjir kiriman dari belakang, dan juga menurunnya permukaan tanah dari tahun ke tahun. Jadi, kalau tidak ada upaya yang lebih sinergis untuk mengatasi masalah ini, persoalannya tidak akan terselesaikan." kata Evi Sofiyah.

Menanggapi kampanye pemilihan gubernur yang sedang berlangsung di Jakarta sekarang ini, Evi Sofiyah memperhatikan bahwa masalah lingkungan tidak banyak mendapatkan perhatian dari para calon gubernur yang ada.

Sumber : http://megapolitan.kompas.com/read/2012/05/14/16521598/Tahun.2025.Jakarta.Tergenang.1.Meter.di.Atas.Tanggul.Raksasa

Senin, 14 Mei 2012

Genangan Air Hujan, Jakarta Macet Parah

VIVAnews - Hujan deras yang mengguyur Ibukota menimbulkan genangan di beberapa kawasan Jakarta. Genangan juga terlihat di ruas jalan utama sehingga mengakibatkan kemacetan parah pagi ini, Senin 7 Mei 2012.

Berdasarkan pantauan, di wilayah Jakarta Timur genangan terjadi di by pass Jalan DI Panjaitan, tepatnya persimpangan ke arah Jalan Raya Utan Kayu. Genangan setinggi 20 cm mengakibatkan laju kendaraan terhambat. Kemudian di jalur lambat samping Tol Kebon Nanas genangan air setinggi 20 cm. Di ruas itu kendaraan tidak dapat berjalan.

Di Jakarta Utara, genangan setinggi betis orang dewasa terpantau di Jalan Boulevard Barat arah Sunter. Akibatnya terjadi kemacetan mulai dari depan MOI hingga Danau Sunter.

Genangan air juga terjadi di depan tempat pemakaman umum Karet Bivak, Karet Tengsin Tanah Abang. Lalu di terowongan Casablanca. Genangan di depan Mal Ambassador, Kuningan, membuat kemacetan di kawasan itu semakin parah.

Berdasarkan informasi Traffic Management Center (TMC) Polda Metro Jaya, saat ini hujan deras masih terjadi di Jakarta Selatan, sedangkan di empat wilayah lainnnya sudah mulai reda.

Sumber : http://metro.vivanews.com/news/read/311228-genangan--jakarta-macet-parah

Jumat, 11 Mei 2012

Nyok Rame-rame Lestarikan Budaya Betawi

VIVAnews - Di tengah-tengah masyarakat majemuk dan modern, kebudayaan Betawi berusaha merangkak naik. Tak gampang memang melestarikan sebuah kebudayaan, apalagi di era kemajuan teknologi yang seolah memaksa masyarakatnya untuk bersifat individualistis.

Tak ayal kalau banyak generasi muda bersifat acuh terhadap kebudayaan sendiri, dan justru mengelu-elukan kebudayaan negara lain. Hal inilah yang dirasakan oleh None Jakarta 2011, Nila Veronica.

"Seharusnya, semakin tinggi pendidikan seseorang, ia akan semakin menghargai apa yang mereka punya, termasuk dengan budayanya," ujar Nila saat berkunjung ke kantor redaksi VIVAnews.

Namun, menurut dia, keacuhan terhadap budaya yang banyak terjadi pada generasi muda sekarang ini, tidak lantas karena kesalahan dari generasi tersebut. Tak kenal maka tak sayang, begitulah ia menggambarkan kondisi perkembangan kebudayaan Betawi saat ini.

"Terkadang mereka tidak cinta kebudayaan itu bukan karena tidak suka, tapi karena tidak atau belum tahu," tuturnya.

Apalagi, di kota-kota besar seperti Jakarta, sebagian anak dibesarkan tanpa diperkenalkan budayanya sendiri. Bahkan, kebudayaan Jakarta harus bersaing dengan kebudayaan lainnya yang justru lebih banyak dipopulerkan pada program televisi dalam negeri.

Hal inilah yang juga sempat dialami wanita cantik kelahiran Sumatera Barat, 29 September 1989 itu. Sejak kecil hidup di Jakarta, tak membuatnya mengenal lebih dalam kebudayaan Betawi. Penyebabnya, aktivitasnya yang padat sebagai mahasiswa membuatnya tak memiliki waktu untuk menggali pengetahuan tentang kebudayaan.

Tapi, justru karena ketidaktahuannya ini, ia terdorong untuk membaktikan diri pada Jakarta.

"Mengikuti ajang Abang None Jakarta adalah salah satu pilihan yang riil, yang dapat saya lakukan sebagai anak muda. Mungkin saya awalnya tidak terlalu paham kebudayaan Betawi, tapi dengan mengikuti ajang ini, saya jadi belajar. Semakin belajar semakin saya jatuh cinta," ujarnya.

Salah satu program kerja untuk melestarikan budaya Betawi yang akan dilaksanakan adalah Jakarta Fun Run and Dance pada Minggu, 13 Mei mendatang.

Acara ini akan digelar pukul 06.00 WIB di areal Bundaran HI. Tidak hanya acara lari pagi bersama. Yang menarik, untuk pertama kalinya, Abang dan None Jakarta mengajak semua warga Jakarta untuk berpartisipasi dalam Flashmob Nandak Betawi yang diiringi lagu instrumen "Ondel-Ondel" yang telah diaransemen dan dimainkan oleh musisi berbakat, Clarissa Tamara.

Rencananya, Flashmob Nandak Betawi ini juga akan dicatatkan di Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai yang pertama dan terbesar dengan jumlah partisipan mencapai lebih dari 2.000 orang.

Ingin ikut serta melestarikan kebudayaan Betawi? Nyok, nari Nandak Betawi rame-rame! Tapi, sebelumnya, pelajari dulu koreografinya di sini. (art)

Sumber : http://showbiz.vivanews.com/news/read/312482-nyok-rame--rame-lestarikan-budaya-betawi

Rabu, 09 Mei 2012

Waduh, Kampanye Hitam Naungi Pemilu Kada Jakarta

JAKARTA--MICOM: Situasi politik menjelang Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilu Kada) DKI Jakarta 2012 semakin memanas dengan beredarnya isu kampanye hitam (black campaign) yang menyerang para kandidat.

Menurut pemantauan, Selasa (8/5), pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli diserang dengan cara pembagian kupon sembako gratis palsu oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Kupon sembako gratis palsu diterima oleh puluhan warga dari sejumlah wilayah di Ibu Kota.

Puluhan warga terlihat mendatangi rumah pribadi Fauzi Bowo di Jalan Teuku Umar Nomor 24, Menteng, Jakarta Pusat. Kehadiran warga di kediaman Fauzi Bowo itu setelah mereka menerima kupon seukuran kartu nama berwarna biru yang diberikan secara cuma-cuma oleh seseorang yang tidak dikenal.

Kupon sembako gratis itu bergambar foto Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli itu dilengkapi logo Forum Bersama Jakarta (FBJ) serta slogan Foke Peduli Rakyat. Di dalam kupon juga tercantum tanggal pembagian Selasa 8 Mei 2012 pukul 12.00 WIB.

Ketua FBJ, Irwan Setiawan mengatakan, pihaknya merasa dirugikan dengan adanya peredaran kupon gratis palsu tersebut. Masyarakat menilai pembagian sembako gratis ini dilakukan oleh FBJ. Sehingga FBJ dianggap harus bertanggung jawab.

"Kami tidak pernah mengagendakan dalam pemenangan pasangan Fauzi-Nara," tutur Irwan kepada wartawan di Media Center Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli di Jalan Diponegoro, nomor 61, Jakarta Pusat.

Menurut dia, kejadian ini dilakukan oleh pihak-pihak tidak bertanggungjawab yang menginginkan Jakarta tidak aman. "FBJ menginginkan kompetisi Pilkada DKI Jakarta ini berlangsung secara fair. Bukan dengan cara tidak sehat dan menjatuhkan seperti ini," keluh Irwan.

Sekretaris Tim Sukses Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli, Budi Siswanto menambahkan, atas kejadian ini, pihaknya telah melaporkan ke Polsek Menteng, Jakarta Pusat. "Laporan itu telah diteruskan ke Polda Metro Jaya," ujarnya.

Budi menilai cara penyebaran kupon sembako gratis palsu ini dilakukan dengan sistematis. Kupon palsu tersebut terindikasi dibuat oleh pihak luar, karena pada kupon dituliskan tagline "Foke Peduli Rakyat".

"Pasangan Fauzi-Nara tidak pernah menggunakan tagline tersebut. Tagline kami "Jakarta Maju Terus"," tukasnya. (Ant/OL-2)

Sumber : http://www.mediaindonesia.com/read/2012/05/08/318324/37/5/Waduh-Kampanye-Hitam-Naungi-Pemilu-Kada-Jakarta

Selasa, 08 Mei 2012

Kala Senja di Kota Tua Jakarta (Foto)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Suara adzan Magrib menggema menelusup ke gedung tua yang atapnya sudah rapuh. Di ruang besar kumuh dengan berbagai tumpukan barang dagangan milik pedagang kaki lima, serombongan orang mengantre di depan toilet yang dibangun sekenanya. Cahaya lampu 15 watt menyeruak masuk ke ruang yang baunya pesing dan lembab.

Di ruang sebelah Gedung yang berada persis di seberang taman Museum Fatahilaht, wujud bangunan bersejarah itu telah musnah, berganti menjadi minimarket. Berutung gedung besar sebelahnya masih berdiri kokoh dengan berganti fungsi menjadi sebuah kafe bernama kafe Batavia.

Sementara itu, di depan sayap kanan Museum Fatahilah, serombongan pria berusia lanjut yang tergabung dalam Keroncong Kota Tua bersemangat memainkan biola, gitar, okulele hingga bass gitar. Usia senja tak memudarkan semangat mereka menghibur ratusan warga yang pada Minggu (6/5/2012) petang memenuhi halaman Museum Fatahilah.

Di depan pintu masuk Museum Fatahilah yang dulunya adalah Gedung Balaikota yang dibangun tahun 1620 oleh Gubernur Jendral Jan Pieterszoon Coen, belasan anak muda bermain-main dengan ular piton sepanjang 4 meter. Liukan pemuda dari kelompok Indonesia Cobra Show terus menggoda ular tersebut agar mematuknya.

Belasan ular dibawa anggota komunitas pecinta ular ini untuk dipertontonkan ke warga.Tak ketinggalan pula gadis ABG bernama Devi berkalung ular sambil bercanda dengan temannya.

Di samping kiri Museum Fatahilah, gedung-gedung bekas bar, cafe dan pusat perniagaan, kondisinya lebih memprihatinkan. Gedung-gedung tua bernilai sejarah tinggi dibiarkan lapuk dimakan usia menunggu kehancuran.

Sumber : http://www.tribunnews.com/2012/05/08/kala-senja-di-kota-tua-jakarta-foto

Senin, 07 Mei 2012

Apa kabar monorel

Jakarta (Antara News) – Di tengah membludaknya jumlah kendaraan bermotor, meledaknya populasi kota, prediksi macet total pada 2014, dan tidak imbangnya transportasi massal, Pemerintah DKI Jakarta membatalkan pembangunan monorel tahun lalu.

Nasib tiang-tiang beton yang diantaranya berjejer di sepanjang Jalan Asia-Afrika dan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, pun menjadi tak menentu.

Warga Jakarta pun menanyakan nasib monorel yang dulu digadang-gadangkan sebagai solusi untuk masalah kemacetan di Jakarta.

“Monorel bisa membantu mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, asalkan pengelolaannya profesional,” kata Desi Ari Pratiwi, warga Jakarta berusia 22 tahun.

Pembangunan moda transportasi berbasis rel itu sudah tersendat sejak 2004 silam. Tujuh tahun kemudian Pemerintah Provinsi DKI Jakarta resmi membatalkan megaproyek itu.

Padahal, monorel, bersama transportasi publik yang sudah ada dan yang akan dikembangkan, menjadi jawaban untuk mengurangi kepadatan jalanan ibukota.

Monorel sendiri sedianya akan menggunakan elevated railway, jalur layang, sehingga tak memerlukan pintu lintasan seperti pada kereta api.

Mengurangi macet

Direktur Utama PT Jakarta Monorail Sukmawati Syukur berharap proyek ini dilanjutkan.

“Terutama monorel di jalur hijau. Monorel akan sangat menolong kemacetan yang ada di ruas jalan itu,” katanya kepada ANTARA News via selpon.

Proyek monorel Jakarta ini terbagi ke dalam dua jalur, jalur hijau dan jalur biru.

Monorel jalur hijau akan melayani rute Semanggi-Casablanca-Kuningan. Panjang lintasannya 14,2 km.

Sementara jalur biru sepanjang 12,2 kilometer melayani Kampung Melayu-Casablanca-Tanah Abang-Roxy.

Warga Jakarta pun berharap pemerintah melanjutkan proyek ini, apalagi jika dana memang tersedia.

"Pasti bisa mengurangi kemacetan, terutama pas jam-jam sibuk,” kata seorang warga Jakarta berusia 39 tahun bernama Iwan, tepat depan tiang-tiang beton di Jalan Asia-Afrika itu.

Tapi banyak juga yang berharap proyek ini dihentikan.

“Selama proyek pembangunan pasti jalan akan tambah macet dan bisa bikin jalan mati,” kata Desi, guru lepas yang kerap menyambangi pusat perbelanjaan di kawasan Senayan di mana Jalan Asia-Afrika berada.

Yang juga senang proyek ini dihentikan adalah para pedagang tanaman di trotoar Jalan Asia-Afrika.

“Kalau monorel jadi dibuat, bisa jadi trotoar nggak dapat sinar matahari karena terhalang jalur monorel. Ini nggak bagus buat tanaman kami," kata Rusdi, 50, penjual tanaman hias di trotoar Asia-Afrika.

Huzair, 40, rekan Rusdi sesama penjual tanaman, menyambung, “Kalau pembangunan monorel diteruskan, kita rugi. Bisa-bisa kita kena gusur karena trotoar dipakai buat stasiun atau kena pelebaran jalan. Lebih baik nggak usah deh.”

Tetap merawat

Tiang-tiang penyangga monorel itu yang masih berdiri kokoh itu pun menunggu vonis pemerintah.

Sementara pihak pengembang terus mengelolanya. Mereka kini sedang dalam proses amicable settlement dan belum membuat keputusan apa pun berkaitan dengan pemutusan kontrak kerja.

Proses amicable settlement itu sudah berlangsung sejak Januari lalu.

Pihak pengembang belum mau mencabut tiang-tiang yang sudah telanjur terpasang.

“Kami tetap melakukan maintenance pada tiang-tiang sudah terpasang,” kata Sukmawati.

Sukma menyatakan tiang-tiang beton itu belum beralih fungsi, namun bisa saja menjadi penyangga billboard selama tidak merusak strukturnya.

Monorel mungkin memiliki banyak kelemahan, seperti pada kondisi darurat bisa membahayakan penumpang, karena penumpang tak bisa bebas keluar mengingat rel berada di atas permukaan tanah.

Namun sistem ini juga memiliki kelebihan, diantaranya ruang yang dibutuhkan minimal sekali, baik secara horizontal maupun vertikal.

Sudah begitu, membangun lintasan monorel lebih murah ketimbang membangun rel kereta yang berkapasitas sama dengan monorel.

Jakarta mungkin benar belum membutuhkan monorel, tapi warga Jakarta jelas tak lagi bisa berharap pada sistem transportasi massal yang sudah ada.

Sumber : http://www.antaranews.com/berita/309350/apakabar-monorel

Jumat, 04 Mei 2012

Mau Jadi Megapolitan atau Megapelitan?

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti bidang perkotaan Yayat Supriatna menilai konsep megapolitan dengan Jakarta sebagai pusatnya sudah semestinya diterapkan.

Namun, sebagai inti kawasan dengan dukungan kekuatan pendanaan yang lebih besar, pemerintah Jakarta terkesan enggan berbagi madu dengan wilayah-wilayah pendukungnya.

Yayat lantas menyindir sikap pemerintah Jakarta yang dipandangnya terlampau pelit terhadap pemerintah di daerah pendukung.

"Sebenarnya mau jadi megapolitan atau megapelitan. Kalau untuk mengatasi banjir di Jakarta lalu dengan pembangunan waduk di hilir, Kabupaten Bogor, kenapa cuma kasih dana hibah Rp 5 miliar?" sindir Yayat saat menjadi pembicara dalam seminar manajemen perkotaan di Kampus Pascasarjana Universitas Mercu Buana, Rabu (2/5/2012).

Jumlah tersebut menurut Yayat terlalu kecil untuk mengongkosi pembangunan waduk untuk menyalurkan air Sungai Ciliwung.

Dana yang dimiliki Pemprov DKI sendiri jauh lebih besar, selain memiliki kemampuan untuk memperoleh sumber dana tambahan.

"Apalagi kerugian yang diakibatkan oleh banjir di Jakarta jauh lebih besar dari nilai Rp 5 miliar," imbuh Yayat.

Peneliti dari Universitas Trisakti ini menyebutkan, harus ada kompensasi yang dikeluarkan Jakarta untuk mengatasi persoalan-persoalan kota jika ingin bekerja sama dengan daerah pendukung. Untuk itu, sangat tidak beralasan bila pemerintah Jakarta terlalu irit dalam soal kompensasi antarwilayah.

"Wajar jika Pemerintah Bogor, misalnya, tidak siap membangun waduk. Ya, karena kompensasinya terlalu kecil," tandas Yayat.

Ia berharap, pemerintah Jakarta pada periode mendatang lebih mampu membangun sinergi dengan wilayah sekitarnya dan tidak arogan sebagai Ibu Kota negara.

"Jakarta tidak bisa menyelesaikan problem-problemnya sendirian. Jakarta butuh bantuan dari kawasan penyangga baik untuk atasi banjir, transportasi, pemukiman hingga sumber daya manusianya," pungkas Yayat.

Sumber : http://pilkada.kompas.com/berita/read/2012/05/03/22334887/Mau.Jadi.Megapolitan.atau.Megapelitan

Kamis, 03 Mei 2012

Yayat: Masalah Jakarta Sangat Kusut!

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna menilai masalah kota Jakarta sudah sangat kusut. Penyelesaiannya tidak hanya membutuhkan solusi teknis ataupun pemimpin yang berkompeten. Ada masalah non teknis dan dukungan komunitas yang dibutuhkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut.

"Ini tidak hanya soal solusi teknis. Ini juga mencakup persoalan nonteknis, soal peradaban urban warga Jakarta," papar Yayat Supriatna dalam seminar tentang Manajemen Pemerintahan Kota yang diadakan di Kampus Pascasarjana Mercu Buana, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (2/5/2012).

Yayat menjelaskan, penyelesaian masalah seperti banjir, kemacetan, air bersih, lingkungan, dan lainnya sudah memiliki banyak kajian teknis. Para pemimpin Jakarta juga sudah banyak melahirkan solusi-solusi yang siap diimplementasikan. Namun, banyak hal nonteknis terkait budaya warga kota yang perlu diperhitungkan sebagai pemecahan masalah.

Yayat mencontohkan, budaya pengendara sepeda motor yang jauh dari mengindahkan tertib berlalu lintas, kebiasaan penumpang angkutan umum menghentikan kendaraan di perempatan jalan, dan kebiasaan pengguna mobil untuk memarkir mobil di sembarang tempat.

"Ini sudah menjadi budaya urban warga Jakarta yang sangat berpengaruh terhadap kemacetan lalu lintas. Jadi, solusinya bukan hanya hal teknis seperti menambah jumlah sarana transportasi massal," kata Yayat.

Masalah lain di Jakarta, imbuh Yayat, adalah minimnya rencana perkotaan yang berjalan sejak awal. Akibatnya, Jakarta seakan-akan bertumbuh sebagai kota dengan sendirinya. Pihak pemerintah bersumbangsih dalam ketidakteraturan kota.

"Terlalu banyak peruntukan RT/RW yang berubah tak terkendali. Akhirnya, kita pantas bertanya dinamika pembangunan Jakarta sebenarnya pro publik atau pro market (kekuatan ekonomi)," timpal Yayat menjawabi pertanyaan peserta seminar.

Ia mencontohkan kawasan Casablanca yang sebenarnya diperuntukan sebagai wilayah industri atau kawasan selatan yang diperuntukkan sebagai wilayah reservasi. Sayangnya, saat ini peruntukan tersebut sudah mengalami perubahan.

Sumber : http://megapolitan.kompas.com/read/2012/05/02/1921257/Yayat.Masalah.Jakarta.Sangat.Kusut

Rabu, 02 Mei 2012

Menantikan Kehadiran MRT

Pekan lalu, Gubernur DKI Jakarta Fawzi Bowo akhirnya mencanangkan dimulainya proyek mass rapid transit (MRT). Konon, proyek ini, dari mulai diwacanakan sampai di-launching-kan memakan waktu hingga lebih dari 20 tahun. Proyek senilai Rp 16 triliun itu dilaksankan dengan penyandang dana terbesar JICA (Japan International Coperation).

JICA bersedia menutup 85 persen dana MRT dan sisanya 15 persen dari APBN. Negara matahari terbit itu mau berbaik hati memberikan cicilan berbunga ringan. Pada tahap awal, pemerintah akan menyulap Terminal Lebak Bulus menjadi stasiun layang RMT. Jika kelak proyek ini benar benar terwujud, maka Lebak Bulus - Bundaran HI bisa ditempuh hanya dalam waktu 30 menit.

Hal ini tentu sesuatu yang sangat melegakan, mengingat semakin semrawutnya keadaan Jakarta sekarang ini. Kemacetan parah tak lagi mengenal waktu. Jika sepuluh tahun lalu, kemacetan hanya terjadi di saat jam masuk kerja dan jam pulang kerja, saat ini kemacetan terjadi hampir di setiap waktu. Sulit, memprediksi waktu tempuh di Ibu Kota. Ini tentu sebuah ongkos yang juga terbilang mahal bagi dunia usaha.

Apa yang terjadi di DKI bisa dimengerti. Ini mengingat pertumbuhan jalan di Jakarta hanya kurang dari 1 persen per tahun, sedangkan kendaraan bermotor baru yang turun ke jalan mencapai 100.000 per hari. Jadi, jangan heran jika diprediksi tahun 2020 Jakarta akan mengalami kemacetan total dengan kerugian materiil mencapai puluhan triliun rupiah.

Saat ini, tingkat kemacetan Jakarta makin tak tergambarkan. BBM yang digadang-gadang akan dibatasi sama sekali tak menyurutkan banyaknya pengguna kendaraan pribadi ke Jakarta. Itu semua sudah barang tentu, selain karena harga BBM tergolong murah, juga akibat tidak nyamannya transportasi umum di Jakarta. Sudah tak terhitung, kasus-kasus perampokan bahkan pembunuhan yang meniimpa para pengguna kendaraan umum. Ini tentu sudah menggambarkan bagimana keadaan tranportasi umum di Jakarta sebenarnya. Tak nyaman bahkan tak aman.

Kita sangat berharap MRT benar-benar terwujud. Pasalnya, kita melihat bagaimana proyek monorail tak jelas juntrungan-nya lagi. Padahal, sudah barang tentu dana penelitian, survey dan lain-lainnya sudah keluar dalam jumlah yang besar, dan pastinya itu diambil dari APBN atau APBD. Belum lagi, adanya beberapa jalur busway yang juga tak kunjung beroperasi.

Artinya, bukan hal yang mudah mewujudkan transportasi umum yang aman dan nyaman di Jakarta. Jika benar-benar serius, Pemprov DKI harus total dengan proyek ini, dan hilangkan korupsi dari setiap lini proyek ini, mulai dari tender hingga pembangunannya. Jangan sampai proyek ini hanya jadi mimpi.

Sumber : http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=302431

Selasa, 01 Mei 2012

Generasi Muda Jakarta Terancam 'Amnesia' Sejarah

JAKARTA - Pernah menonton film Night At The Museum? Jika belum, film ini sangat direkomendasikan untuk Anda pencinta koleksi peninggalan sejarah di Museum.

Film bergenre komedi ini menceritakan seorang pria bernama Larry Daley yang bekerja sebagai penjaga Museum. Masalah muncul saat malam tiba, di kala semua tokoh dan benda-benda bersejarah hidup secara ajaib.

Salah satu kejadian lucu terjadi saat fosil T-rex (dinosaurus) mengajak Larry bermain perang-perangan mengguakan salah satu tulang rangakanya. Fim ini diadaptasi dari buku cerita bergambar anak-anak yang mengisahkan sama seperti adegan di film.

Mengambil contoh film ini, terlihat jelas betapa besar minat masyarakat Amerika mempromosikan Museum, tak hanya kepada warga negara sendiri, melainkan juga kepada warga negara dunia. Museum yang selama ini dinilai kuno, membosankan, dan seram oleh sebagian besar masyarakat tersebut dikemas secara apik dan menarik dalam film ini.

Khusus di Tanah Air, museum kerap kali diacuhkan masyarakat. Padahal, keberadaannya bisa menjadi garda depan pengetahuan masyarakat terhadap sejarah bangsanya.

Untuk mencapai hal itu, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pariwisata sudah menggulirkan program Visit Museum serta menggelontorkan dana untuk perbaikan fisilitas Museum. Siswa-siswa juga secara rutin diajak berkunjung ke museum. Lantas mengapa museum tetap kurang diminati dan masyarakat lebih suka jalan-jalan ke pusat perbelanjaan atau mal.

“Pengemasan sejarah harus kreatif juga. Rasa bangga dan cinta terhadap budaya sendiri harus dimulai dari diri sendiri,” kata Ketua Komunitas Historia Indonesia Asep Kambali kepada Okezone, belum lama ini.

Dia menyayangkan, generasi muda masa kini yang lebih antusias mempelajari budaya negara lain ketimbang sejarah Indonesia. Pemerintah, kata Asep, juga ikut memperparah keadaan dengan menghancurkan gedung bersejarah dan mendirikan mal di atasnya. “Contohnya sengketa atas pabrik es Saripetojo Solo,” ungkap pria kelahiran Cianjur, Jawa Barat, 16 Juli 31 tahun silam ini.

Asep pun khawatir generasi muda Indonesia mengalami ‘amnesia’ sejarah. “(Karena) untuk menghancurkan sebuah bangsa tidak perlu membombardir negara tersebut. Cukup hancurkan ingatan (sejarah) generasi mudanya,” imbuh lulusan Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini.

“Sejarah adalah alat untuk membangun jiwa yang akhirnya akan menumbuhkan Nasionalisme.” Untuk membuat sejarah diminati, Asep menyarankan agar mata pelajaran sejarah dimasukkan dalam Ujian Nasional (UN). Selain itu, semua pihak harus berperan aktif dalam melestarian sejarah.

“Malaysia, Brunei sampai sekarang saja masih mempelajari sejarah Indonesia, masak kita sendiri cuek,” ujarnya.

Sumber : http://jakarta.okezone.com/read/2012/04/30/500/620908/generasi-muda-jakarta-terancam-amnesia-sejarah