Jumat, 27 Februari 2015

Kota Pintar Jakarta "Banjir" Pengaduan dari Medsos

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejak diluncurkan pada Desember 2014, implementasi Jakarta Smart City atau Kota Pintar Jakarta diklaim cukup baik. Hal ini terlihat dari tingkat partisipasi masyarakat yang terus meningkat.

Salah satu penerapan kota pintar Jakarta adalah penanganan aduan atau komplain dari masyarakat secara online. Adapun aduan yang dimaksud biasanya berupa laporan banjir, pungutan liar, pedagang kaki lima, sampah, dan fasilitas transportasi umum.

"Kalau kita lihat sekarang per minggunya masuk sekitar 300 sampai 500 aduan dari masyarakat," kata Riezka Novia Bewinda, Data & Public Relations Information Section Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, saat ditemui usai jumpa pers "Social Media Week" 2015 di Pacific Place, Jakarta, Senin (23/2/2015).

Menurut Riezka, tanggapan positif masyarakat sedikit banyak berkat peran media sosial. Dari beberapa kanal yang tersedia untuk mengadu, media sosial menjadi pilihan masyarakat kebanyakan.

"Lewat Twitter dan QLUE yang paling sering, karena lewat Twitter flow-nya cepat. Masyarakat bisa mengadu dan ditanggapi secara real time," kata Riezka saat ditanya.

Perlu diketahui, QLUE adalah aplikasi yang khusus digodok Pemprov DKI Jakarta untuk menghimpun aduan masyarakat di manapun dan kapanpun. Untuk Twitter, akun yang digunakan milik Pemprov DKI adalah @jakartagoid.

Selain dua kanal yang paling banyak diakses tersebut, ada pula kanal lainnya yang bisa dijadikan alternatif untuk mengadu, yakni e-mail dki@jakarta.go.id, Facebook jakarta.go.id, Balai warga di situs www.jakarta.go.id, petajakarta.org, Lapor! 1708, Google Waze, serta nomor telepon Wakil Gubernur Djarot Saiful Hidayat.

Keseluruhan laporan dari semua kanal pada akhirnya akan terintegrasi di situs Jakarta Smart City. Di situ, masyarakat dapat melihat kondisi Jakarta melalui peta. Jumlah aduan yang baru masuk dan yang telah ditangani pemerintah pun dapat diketahui.

Implementasi Smart City ke depannya

Menyadari tingginya peran media sosial dalam mewujudkan Smart City, pemerintah berharap ke depannya dapat menggandeng lebih banyak layanan media sosial untuk bekerjasama.

"Kami sangat membuka ruang bagi media sosial yang ingin bergabung mewujudkan Smart City," kata Riezka. Menurut dia, semakin banyak kanal tempat masyarakat mengadu, maka semakin banyak masalah yang akan terakomodir dan terselesaikan.

Tak hanya media sosial yang sudah punya panggung di hati masyarakat, pemerintah juga berharap para pengembang aplikasi yang berpotensi mendukung program pemerintah dapat merapatkan diri. "Misalnya SwaKita. Ke depannya kita bakal ada kerjasama dengan aplikasi itu," ungkap Riezka.

SwaKita adalah startup lokal yang dibuat kelompok pengembang bernama Skydream. Aplikasi ini memungkinkan laporan disajikan dalam peta yang diambil dari Google Maps. Lalu, peta dipadukan dengan pin ilustrasi yang memudahkan pantauan laporan pengguna.

Melihat keaktifan masyarakat dan aparat di tiga bulan pertama ini, Riezka optimis Smart City dapat terwujud secara mapan pada 2016. Walaupun tentunya pemerintah harus terus berbenah diri

"Saat ini, kita masih terus berfokus pada smart government. Jadi aparatnya dulu yang harus pintar," pungkasnya.

Seperti diketahui, Smart City adalah upaya Pemprov DKI Jakarta untuk mempermudah kinerja aparat dalam merespon keluhan warga. Diharapkan, ini akan mempermudah kehidupan masyarakat.

Mekanisme Smart City ini sederhana. Warga diberi media untuk menumpahkan keluhan dan saran. Kemudian aparat ditugaskan untuk membereskan keluhan dan saran yang masuk. Media perantara itu hampir semuanya diakses melalui teknologi internet.

Sumber : http://tekno.kompas.com/read/2015/02/23/17101027/Kota.Pintar.Jakarta.Banjir.Pengaduan.dari.Medsos?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Kknwp

Kamis, 26 Februari 2015

Buang Sampah Sembarangan, Ratusan Warga Jakarta Disidang

VIVA.co.id - Ratusan warga di sekitaran Jakarta Pusat harus rela diamankan Satpol PP. Mereka menjalani sidang Yustisi karena telah kedapatan melanggar ketertiban umun.

Salah satu ketertiban umum yang dilanggar tersebut adalah membuang sampah sembarangan tidak pada tempatnya.

Sekretaris Kota Jakarta Pusat Bayu Megantara mengatakan, ‎Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Pusat menggelar sidang Yustisi tersebut terkait pelanggaran Peraturan Daerah No 8 Tahun 2007, tentang Ketertiban Umum.

"Terkait Perda tentang kebersihan, sidang kali ini memfokuskan untuk para pedagang kaki lima liar serta warga yang membuang sampah sembarangan," ujar Bayu yang hadir langsung saat sidang Yustisi digelar di Kantor Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat 20 Februari 2015.

Menurut Bayu, dalam sidang ini, ada sekitar 126 warga yang mengikuti sidang.

"23 orang di antaranya adalah warga yang kedapatan membuang sampah sembarangan di kawasan Jakarta Pusat," katanya.

Bayu melanjutkan, hingga saat ini Pemkot Jakarta Pusat terus berupaya mengantisipasi maraknya warga yang buang sampah sembarangan. Untuk mencegah, pihaknya sudah mengerahkan petugas Satpol PP baik di tingkat Kecamatan serta Kelurahan untuk berpatroli hingga dinihari.

Selanjutnya, kata Bayu, warga yang kedapatan buang sampah sembarangan, setelah menjalani sidang Yustisi, wajib membayar denda ratusan ribu rupiah.

"Ini ada juga yang ditangkap pada subuh tadi. Mereka nanti akan didenda 100 ribu -150 ribu, tergantung pada putusan hakim," ujarnya

Sementara itu, dalam sidang Yustisi ini diketuai oleh Heru Prakoso sebagai Hakim Ketua serta Jaksa Penuntut Umum, Joko. Mereka berasal dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Kejari Jakarta Pusat.

Sumber : http://metro.news.viva.co.id/news/read/592374-buang-sampah-sembarangan--ratusan-warga-jakarta-disidang

Rabu, 25 Februari 2015

Qlue dan CROP: Dua Aplikasi Jakarta Smart City Saling Sinergi

Jakarta, Selular.ID – Program Jakarta Smart City tak bisa lepas dari ekosistem pengelolanya agar berjalan optimal, mulai dari masyarakat, aparat/petugas, hingga pemerintah pusat. Keberhasilan rantai sistem “kota pintar” ini sejatinya bertumpu pada dua jenis aplikasi mobile berbasis Android, yakni Qlue dan Cepat Respons Opini Publik (CROP).

Qlue merupakan aplikasi yang berperan sebagai wadah penampung segala kepentingan warga, sedangkan CROP merupakan aplikasi yang hanya diperuntukkan bagi aparat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan aparat Kepolisian dalam mengakomodir konten dari Qlue. Bangganya, kedua aplikasi tersebut besutan developer lokal, TerraLogic.

Qlue sebenarnya mengadopsi bentuk jejaring sosial, bukan hanya aplikasi satu arah. Di sini, warga dapat menyampaikan aspirasi pengaduan real time, melaporkan semua kejadian di sekitar, hingga mem-follow teman-teman layaknya jejaring sosial lain. “Paling sering sih tentang jalanan rusak, penumpukan sampah, dan macet. Sehari paling banyak pernah mencapai 200 sampai 300 laporan,” ujar M. Wahyu Firdiansyah, Marketing & Promotion TerraLogic, kepada Selular.ID.

Laporan disampaikan tidak hanya dalam bentuk tulisan tetapi juga foto. Laporan dari masyarakat kemudian dipetakan secara digital dan terintegrasi dengan dashboard smartcity.jakarta.go.id. TerraLogic sendiri merupakan partner Google dalam hal enterprise dan maps di Indonesia, sehingga perusahaan dengan mudah dapat menarik data pemetaan. “Kita tarik data dari Waze,” tambah Paulus Chandra, Account Manager TerraLogic.

Khusus CROP, aplikasi ini hanya bisa diunduh dan diinstal oleh seluruh aparat Pemprov DKI di smartphone mereka, terutama lurah dan camat. Jadi alur pelaporan di mulai dari postingan di Qlue, kemudian sampai ke Pemerintah Pusat, dan dari Pemerintah baru disalurkan ke lurah dan camat melalui CROP.

Saat ini, baik Qlue maupun CROP, baru bisa dinikmati oleh pengguna Android. Namun, TerraLogic berjanji bakal menyediakan fasilitas serupa untuk pemakai iOS dalam waktu dekat. “Masih kita develop, mungkin dua bulan ke depan sudah tersedia untuk iOS,” ucap Wahyu.

Sumber : http://selular.id/apps/2015/02/qlue-dan-crop-dua-aplikasi-jakarta-smart-city-saling-sinergi/

Selasa, 24 Februari 2015

Masih Banyak Sampah, Jakarta Belum Beradab

JAKARTA, KOMPAS.com - Sampah adalah bagian dari peradaban manusia. Bagaimana manusia mengelola sampah mencerminkan tingkat peradaban manusia tersebut. ”Kalau Jakarta masih punya banyak sampah, berarti Jakarta belum beradab,” kata Emil Salim, mantan Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup.

Emil hadir dalam acara peringatan Hari Peduli Sampah, Minggu (22/2/2015), di depan FX Plaza, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta. Di mata dia, manusia bertanggung jawab atas sampah yang dibuangnya karena sampah juga bisa merenggut nyawa.

Pada 21 Februari 2005, setidaknya 150 orang tewas akibat terkubur gunungan sampah setinggi 60 meter yang longsor di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah, Cimahi, Jawa Barat. Sejak saat itu, setiap 21 Februari diperingati sebagai Hari Peduli Sampah.

Tahun ini, tepat 10 tahun setelah tragedi tersebut, sejumlah komunitas yang peduli sampah mengingatkan kembali betapa pentingnya sampah dikelola dengan baik agar tak lagi menimbulkan korban jiwa seperti di Leuwigajah.

Pada acara Hari Peduli Sampah, ratusan orang dari bermacam komunitas menggelar sejumlah acara, seperti flashmob dan memunguti sampah, dari FX Plaza sampai Bundaran Hotel Indonesia. ”Ayo, ayo bersih sampah. Ayo, ayo, bangun kota kita.” Begitulah mereka bernyanyi diiringi perkusi yang memanfaatkan tong, ember, jeriken, drum, dan panci.

Mengenakan baju berwarna oranye, peserta membawa bendera bertuliskan ”I Love Jakarta Bersih”. Beberapa orang berkalungkan papan berisi sindiran-sindiran, seperti ”Lulusan universitas keren, tapi kok nyampah” atau ”Gowes tampil keren, tapi kok nyampah”.

Mereka membawa kantong plastik dan memunguti sampah yang tercecer di jalan atau tidak dibuang pada tempatnya saat hari bebas kendaraan bermotor, Minggu pagi. Peserta peringatan Hari Peduli Sampah juga membagi-bagikan kantong plastik kepada pengunjung hari bebas kendaraan bermotor agar ikut serta dalam gerakan pungut sampah tersebut.

Orangtua, remaja, hingga anak-anak tak ketinggalan ikut serta. ”Walaupun sedikit, setidaknya kami ikut berkontribusi untuk Jakarta yang lebih bersih,” kata Daniel, salah satu peserta.

Sehari sebelumnya, Dinas Kebersihan DKI Jakarta membagikan gelang karet kepada warga Jakarta di sekitar Patung Arjuna Wijaya, Jakarta Pusat. Gelang karet warna warni bertuliskan ”I Love Jakarta Bersih” itu dibagikan kepada pengendara dan pejalan kaki. Menurut Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Saptastri Ediningtyas, gelang karet itu merupakan ungkapan terima kasih kepada warga Jakarta yang telah membuang sampah pada tempatnya.

Bebas sampah

Amaranila dari Komunitas Bersih Nyok mengatakan, Hari Peduli Sampah kali ini merupakan momen untuk menuju Indonesia Bebas Sampah tahun 2020. ”Melalui gerakan ini pula, para peserta yang ikut berjalan setiap 1 kilometer dan memunguti sampah akan mendonasikan Rp 2.000. Dana ini digunakan untuk pemetaan sampah di Indonesia agar bisa dikelola dengan baik,” katanya.

Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rasio Ridho Sani mengatakan, persoalan sampah lekat dengan kota besar, seperti Jakarta. Seiring pertumbuhan ekonomi, jumlah sampah di Jakarta pun meningkat.

”Dari bangun tidur hingga tidur lagi, kita semua menghasilkan sampah. Setiap hari ada puluhan juta ton sampah di seluruh Indonesia. Dikemanakan sampah sebanyak itu? Kalau hanya berakhir di tempat pembuangan sampah, bisa-bisa tragedi Leuwigajah terulang lagi,” ujarnya.

Menurut dia, sebanyak 20 persen sampah yang dihasilkan warga lepas ke lingkungan tanpa pengelolaan apa pun. Akibatnya, terjadi banjir karena sampah menyumbat aliran sungai.

Ridho menambahkan, baru sebagian kecil sampah yang diolah melalui bank sampah, dijadikan kompos, atau didaur ulang. ”Memang baru ada sekitar 2.000 bank sampah di seluruh Indonesia, tetapi jumlahnya terus bertambah,” katanya.

Gerakan kesadaran masyarakat untuk memperlakukan sampah dengan benar perlu terus dibangun. Gerakan peduli sampah ini harus dilakukan bersama-sama.

Sudah mulai banyak orang yang peduli terhadap sampah yang ia hasilkan, tetapi tak sedikit pula yang ”tidak beradab” dan tetap membuang sampahnya sembarangan. Masuk golongan mana kah, Anda?

Sumber : http://megapolitan.kompas.com/read/2015/02/23/14080091/Masih.Banyak.Sampah.Jakarta.Belum.Beradab

Sabtu, 21 Februari 2015

Mengeroyok Banjir Jakarta

Tiap hujan lebat mengguyur Jakarta, jagat media sosial seketika ramai. Di sana bermuara semua informasi, pertanyaan, gurauan, umpatan, curahan hati, sampai pemberitahuan. Di tangan para pengembang siagabanjir.org dan petajakarta.org, adonan campur aduk itu seolah menjadi peta titik-titik banjir di Jakarta.

Senin (9/2/2015) pukul 04.00, Inggita terjaga, mendapati hujan Minggu malam belum juga reda. Lagi-lagi ia kehilangan kesempatan berlari pagi di kawasan tempat tinggalnya di Kuningan, Jakarta. Namun, ia lebih khawatir dengan dua agenda rapatnya.

Dari telepon genggam, ia menjelajah lini masa Twitter, menyimak kicauan-kicauan warga soal banjir. "Hujan selalu membuat jeri. Jumat malam, ketika tak ada hujan, saya menghabiskan waktu 1,5 jam untuk menempuh jarak 800 meter dengan mobil. Setelah Jakarta diguyur hujan semalaman, saya bimbang dengan agenda rapat pukul 11.00 di Gambir dan rapat pukul 18.00 di Mampang," tutur konsultan lepas bidang komunikasi itu.

Lita Mariana, seorang guru SMA di kawasan Ancol, juga mencemaskan hari Seninnya. Siang itu, pukul 13.00, ia harus menjalani ujian di Universitas Indonesia di Kota Depok, menempuh perjalanan jauh dari tempat tinggalnya di kawasan Kalimalang, Jakarta Timur.

"Hujan selalu memberi pilihan-pilihan sulit. Memakai mobil pribadi berisiko terjebak kemacetan. Salah-salah, terjebak banjir. Memakai kereta komuter juga rawan mogok. Sejak pagi, saya terus memantau kicauan para pemakai Twitter, menimbang antara mengendarai mobil atau menumpang kereta komuter," tutur Lita.

Mencari informasi atau kabar tepercaya di timbunan kicauan di lini masa media sosial—entah itu Twitter, Path, Facebook, ataupun Instagram—memang gampang-gampang susah. Media sosial selalu lebih cepat dari situs berita apa pun karena lini masanya dibangun dari laporan ratusan ribu warga Jakarta penggunanya. Namun, segala jenis kicauan bercampur baur di sana.

"Tiap menjelajah Twitter, yang paling banyak saya temukan adalah pertanyaan tentang banjir dan kemacetan. Padahal, saya, kan, mencari jawaban," ujar Lita tertawa.

Para penapis

Beruntunglah, Jakarta mulai memiliki para penapis kicauan di jagat maya, memilah-milahnya menjadi informasi tentang banjir di sejumlah wilayah Jakarta. Senin lalu, dua laman internet, petajakarta.org dan siagabanjir.org, menjadi rujukan banyak warga seperti Lita dan Inggita.

Lita berlangganan notifikasi atau pemberitahuan surat elektronik (e-mail) siagabanjir.org yang hanya memberitahukan situasi banjir di kawasan Ancol dan Kalimalang.

"Saya mengajar di Ancol dan tinggal di Kalimalang. Cukup membuka e-mail kiriman siagabanjir.org, saya bisa membaca segala kicauan pengguna Twitter dan Path tentang banjir di kedua kawasan itu saja. Itu lebih mudah ketimbang saya menelusuri lini masa masing-masing media sosial tersebut," kata Lita.

Siagabanjir.org dibangun sejak 2014 oleh sejumlah mahasiswa tingkat akhir (dua di antaranya kini telah lulus) Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia—Fauzan Helmi Sudaryanto, Riska Fadilla, Rasmunandar Rustam, Taufan Satrio, Caraka Nur Azmi, dan Enreina Annisa Rizkiasri.

Fauzan menyebut siagabanjir.org sebagai peta keroyokan, crowd mapping situasi banjir yang dibangun berdasarkan informasi pengguna Twitter dan Path. Peta bisa dibuka lewat browser, baik browser komputer, tablet, maupun telepon genggam. "Sederhananya, makin banyak tanda laporan banjir di ruas jalan peta kami, jalan itu sebaiknya dihindari pengendara. Kami melayani permintaan berlangganan notifikasi banjir lewat e-mail, tetapi tidak memiliki akun Twitter," kata Fauzan.

Senin lalu, siagabanjir.com kebanjiran warga yang membuka peta mereka. Sejak pukul 06.00, jumlah kicauan media sosial yang terverifikasi melonjak. Pukul 08.00, mereka memverifikasi 420 kicauan dan mengolahnya menjadi peta. "Laman peta kami diakses ribuan orang dan pada waktu yang bersamaan bisa diakses 400 orang hingga server sempat kewalahan," kata Fauzan.

Sepanjang Senin, laman petajakarta.org pun diserbu ribuan warga yang mencari informasi situasi banjir Jakarta. Beruntung, crowd mapping hasil kerja sama University of Wollongong, Australia, dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta itu lancar melayani pengguna. Pengikut akun Twitter petajakarta.org, @petajkt, bertambah 5.000 orang pada Senin.

Peta diolah dari berbagai kicauan Twitter dengan tingkat ketelitian hingga ruas jalan. Makin banyak kicauan ditaruh di dalam peta, makin akurat datanya. Mereka tidak memberi notifikasi via e-mail, tetapi menyebarkan perkembangan peta melalui Twitter. Peta juga bisa diakses via web dan digunakan BPBD DKI Jakarta. "Karena kami memiliki akun Twitter, kami terlibat dalam percakapan warga, termasuk siapa yang butuh pertolongan dan siapa yang bisa menolong," tutur Principal Investigator Petajakarta.org Etienne Turpin.

Ayo ikutan

Apa yang dikerjakan siagabanjir.org dan petajakarta.org memang masih langkah awal. Lita masih memimpikan sebuah layanan informasi keroyokan yang bisa menuntun keputusan warga Jakarta menyiasati banjir dan kemacetan karena banjir.

"Sebagai langkah awal, siagabanjir.org dan petajakarta.org berguna bagi saya. Namun, untuk memutuskan bagaimana saya akan berkendara di Jakarta, saya masih harus menggunakan berbagai aplikasi media sosial. Saya butuh informasi banjir, terutama karena harus berkendara. Saya tetap harus mengandalkan Waze, yang sayangnya tidak mengabarkan rincian banjir Jakarta," kata Lita.

Inggita melihat peluang siagabanjir.org dan petajakarta.org dikembangkan menjadi sistem informasi penanganan bencana banjir. "Siagabanjir.org bisa mengembangkan sistem informasi kebutuhan bantuan dan penanganan pengungsi, misalnya dibutuhkan lima selimut di pengungsian A. Jika berkembang ke sana, itu adaptasi bencana yang bagus bagi kerentanan Jakarta," kata Inggita.

Karena kedua peta itu dihasilkan dari kerja bakti ribuan pelapor, alias peta keroyokan, kualitas informasinya ditentukan jumlah laporan yang akurat dan lengkap. Setiap dari kita yang memiliki akun Twitter bisa membantu siagabanjir.org dan petajakarta.org. Etienne Turpin berbagi tips agar kicauan kita berguna.

"Nyalakan fasilitas penanda lokasi di aplikasi Twitter Anda. Potretlah lokasi yang Anda laporkan dengan foto yang menunjukkan perbandingan ukuran agar memberi gambaran kedalaman banjir. Pakailah hashtag #banjir. Jika situasi banjir berubah, perbarui laporan Anda. Anda membantu pengolahan crowd mapping banjir yang mungkin menolong banyak orang," kata Turpin.

Ayo keroyok banjir Jakarta!

Sumber : http://tekno.kompas.com/read/2015/02/15/17094807/Mengeroyok.Banjir.Jakarta

Rabu, 18 Februari 2015

Fitri: Kenapa Jakarta Tetap Banjir? Inilah Hasil Studi dari Rotterdam...

KOMPAS.com — Belum ada resep yang tepat dan cepat mengatasi banjir di Jakarta. Berbagai upaya terus ditempuh oleh Pemerintah Provinsi DKI dan Pemerintah Indonesia.

Hal itulah yang membuat Fitri Wiyati tertarik mengikuti Dutch Training and Exposure Program (Dutep) Rotterdam–Jakarta. Staf Dinas Tata Air DKI Jakarta itu mengikuti pelatihan tersebut selama tiga bulan di Rotterdam Waterboard, Delfland, Belanda, sebagai kerja sama antara Pemerintah Belanda dan Indonesia untuk melatih kemampuan pengawai Provinsi DKI Jakarta.

Dikelola oleh Netherlands Education Support Office (NESO) Indonesia, Dutep merupakan program kerja sama yang melibatkan multistakeholder institusi Belanda dan Indonesia. Program bertujuan untuk meningkatkan ilmu dan kemampuan pegawai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tentang manajemen air, serta perencanaan dan tata kelola kota. Di situlah Fitri bersama teman-temannya memperdalam ilmu manajemen air, khususnya cara mengatasi banjir sebagai musibah yang kerap melanda dan terus mengancam warga Ibu Kota.

Selama di Belanda, Fitri mengaku belajar langsung dengan para pakar manajemen air dan tata ruang kota. Dia kerap melakukan field trip untuk melihat langsung infrastruktur pengendali banjir di Belanda yang 50 persen tanahnya berada di bawah permukaan air laut.

"Field trip zandmotor salah satu yang paling mengesankan saya. Zandmotor atau motor pasir merupakan sebuah metode inovatif untuk menjaga pantai. Caranya adalah membangun semenanjung dan mendepositkan sejumlah besar pasir. Angin akan meniup dan menyebarkan pasir secara alami ke sepanjang pantai hingga pantai tersebut menjadi lebih luas. Kawasan ini menjadi tempat rekreasi yang menarik," tutur Fitri, Jumat (13/2/2015).

Fitri mengatakan, kunci utama mengatasi banjir adalah niat. Dia akui, sebenarnya Pemerintah Provinsi DKI sudah merumuskan kebijakan dan rencana strategis untuk mengatasi banjir. Akan tetapi, rencana-rencana itu belum dijalankan dengan baik dan konsisten.

"Belanda benar-benar punya niat dan tekad menjalankan program water management. Apa yang telah diatur oleh pemerintah dalam rencana strategis dan kebijakan strategis diimplementasikan dengan serius," kata Fitri.

Minim pengawasan

Letak Jakarta sebenarnya tidak jauh berbeda dengan Rotterdam. Kedua kota itu dikelilingi banyak sungai dan beberapa tempat lebih rendah dari permukaan air laut. Akan tetapi, Rotterdam mampu menjaga daratannya tetap kering dan tidak tergenang air.

"Banjir 50 cm saja di Belanda sudah dianggap aib oleh pemerintahnya," kata Fitri.

Saat ini, Pemerintah DKI Jakarta masih fokus mengalirkan air hujan secepat mungkin ke laut. Padahal, menurut Fitri, kapasitas sungai dan drainase tidak mencukupi untuk mengalirkan air hujan dengan cepat ke laut.

Fitri mengatakan, sungai-sungai yang ada di Jakarta masih harus diperlebar lagi. Bahkan, kanal di Belanda lebih besar dari Sungai Ciliwung.

Dia menyarankan Pemprov DKI Jakarta mewajibkan pengembang apartemen atau mal untuk membuat green roof. Green roof adalah atap sebuah bangunan yang sebagian atau seluruhnya ditutupi dengan vegetasi dan media tumbuh, ditanam di atas membran anti-air.

"Itu juga termasuk lapisan tambahan seperti penghalang akar dan drainase sebagai sistem irigasi. Pemerintah Rotterdam malah memberikan insentif bagi siapa saja yang memiliki green roof karena green roof dapat menahan air hujan yang jatuh ke atap rumah melalui akar-akar tanaman sehingga aliran air ke pipa talang jadi berkurang," papar Fitri.

Konsep sumur resapan yang digagas oleh Pemprov DKI Jakarta sebenarnya sangat efektif. Oleh karena itu, Pemprov DKI Jakarta harus secara konsisten mewajibkan pengembang membuat sumur resapan bagi siapa saja yang mengajukan izin pembangunan gedung.

Kekurangan Pemprov DKI Jakarta selama ini, lanjut Fitri, adalah minimnya pengawasan. Banyak sumur resapan telah digali, tetapi belum tentu sesuai dengan kedalaman dan material sumur resapan yang dibutuhkan. Untuk itulah, Pemprov DKI harus lebih meningkatkan lagi pengawasan.

"Yang tak kalah penting adalah keterlibatan warga DKI Jakarta untuk mengurangi dampak banjir yang dirasa masih sangat kurang. Masih banyak warga Jakarta membuang sampah ke sungai sehingga menghambat aliran air, berbeda dengan warga Belanda. Warga Belanda begitu aktif ikut serta menjaga lingkungannya dan mendukung program pemerintah dalam rangka mengurangi banjir," ucap Fitri.

Sumber : http://edukasi.kompas.com/read/2015/02/16/11173351/Fitri.Kenapa.Jakarta.Tetap.Banjir.Inilah.Hasil.Studi.dari.Rotterdam

Selasa, 17 Februari 2015

PetaJakarta Kebanjiran Laporan Banjir

Warga Jakarta serta pejabat pemerintahan ibukota memanfaatkan Twitter untuk memonitor banjir dan kemacetan lalu lintas yang diakibatkan hujan deras.

PetaJakarta.org, laman yang memanfaatkan urun daya (crowdsourcing) pengguna Twitter berbekal lokasi, merekam sekitar 800 kicauan per jam saat ibukota didera banjir pada 9 Februari lalu. Hari itu, sekitar 12.000 pengguna tercatat pada laman tersebut.

“Angka itu cukup besar,” ujar Etienne Turpin, periset dari SMART Infrastructure Facility, University of Wollongong, yang bekerja sama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPDB) DKI Jakarta dalam proyek tersebut. Reaksi pengguna media sosial begitu tinggi sehingga para pengembang dalam program harus memperbesar skala peta untuk menggambarkan kenaikan aktivitas pemakai.

Jawatan kota lainnya juga beralih ke media sosial untuk menyebarkan data banjir terbaru. Layanan bus TransJakarta serta kereta Commuter Line mengandalkan akun Twitter resminya guna melaporkan penutupan jalur serta kondisi jalan. Traffic Management Center Kepolisian Daerah Metro Jaya juga menggunakan kesempatan tersebut untuk membagi informasi kemacetan lalu lintas.

Dulu, BPBD bersandar pada laporan banjir dari ketua RT/RW. Kini, berkolaborasi dengan PetaJakarta, mereka dapat langsung mengakses laporan secara sewaktu alias real time.

Perbaruan kondisi peta terjadi per 60 detik, lebih cepat ketimbang sistem BPBD yang memperbarui data setiap enam jam sekali, ujar Basuki Rakhmat, kepala stasiun pengendali BPBD.

Menurutnya, platform tersebut masih baru, tetapi sudah berfungsi sebagai buletin dan memungkinkan khalayak luas untuk ikut serta dalam mengintervensi banjir.

“Pada akhirnya, kemampuan kami untuk mengumpulkan dan menampilkan informasi [banjir] secara sewaktu meningkatkan kemampuan mereka untuk mengambil keputusan,” ujar Turpin.

“[Platform itu] tidak menggantikan prosedur tradisional, tetapi sangat membantu serta mempercepat sistem uji silang atas informasi yang masuk,” katanya.

Menurut Turpin, PetaJakarta telah menyadari adanya tren baru pekan ini, terutama berkenaan dengan peringatan dan keluhan masyarakat mengenai kemacetan jalan. Daerah yang paling sering disebut adalah Tanjung Priok, kemudian disusul Kemayoran dan Kelapa Gading.

Banyak orang berkicau dengan merujuk kepada ketinggian air sejumlah pos pemantauan dan pintu air. Banyak warga sudah memahami bahwa pada level ketinggian tertentu, mereka sudah mesti mengungsi.

“Masalahnya, banyak variabel yang sekarang berubah,” ujar Turpin.

BPBD masih berupaya melakukan verifikasi terhadap akurasi dan kebenaran laporan masuk. Namun, menurut Turpin, masyarakat sejauh ini tidak berlaku main-main. Belum ada laporan palsu yang tercatat, meski kadang ada yang melampirkan selfie.

“Masyarakat melihat manfaat jejaring media sosial untuk hal lain di luar mengobrol,” ujarnya.

Meski curah hujan tahun ini diprediksi lebih rendah dari 2014, Badan Nasional Penanggulangan Bencana memperingatkan masyarakat untuk waspada.

Sumber : http://indo.wsj.com/posts/2015/02/13/petajakarta-kebanjiran-laporan-banjir/

Senin, 16 Februari 2015

Banjir Jakarta Akibat Sistem Drainase dan Tata Ruang Buruk

Jakarta-Meskipun Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama berkali-kali mengatakan, akibat banjir di Jakarta karena 12 pompa air di Waduk Pluit tak berfungsi terkena dampak pemutusan listrik oleh PLN, alasan itu tak dapat diterima oleh Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti Nirwono Yoga.

Dari hasil pengamatan dan evaluasinya terhadap banjir di Jakarta pada pekan ini, Nirwono melihat penyebab utama bencana banjir melanda Jakarta dikarenakan sistem drainase dan tata ruang yang buruk.

Hal itu terbukti, saat musim penghujan, seluruh sungai di Jakarta tidak ada yang meluap. Banjir yang terjadi karena hujan lokal yang tinggi intensitasnya, sehingga tak dapat ditampung sistem drainase.

Permasalahan ini sudah diakui Dinas Tata Air DKI, bahwa hujan yang terjadi di Jakarta tak mampu ditampung drainase Ibukota. Kendati demikian, kedua masalah utama tersebut justru tidak dijadikan program utama jangka pendek Pemprov DKI Jakarta dalam menangani banjir.

"Pemprov DKI lebih memilih untuk mengadakan pompa, genset, membuat tanggul, betonisasi, sodetan dan sebagainya. Ini yang kita takutkan, banjir air ditangani dengan banjir proyek. Pemahaman mereka hujan dan banjir adalah bencana dan harus dibuang ke laut. Jadi yang lahir, pompa, sodetan, betonisasi, dan sebagainya itu," kata Nirwono, Minggu (15/2).

Setelah dirinya melakukan penelitian terhadap banjir pekan lalu, dia menemukan hanya 30 persen atau 1/3 dari saluran yang berfungsi di Jakarta. Selebihnya, dipenuhi sampah, limbah, lumpur, dan berbagai macam utilitas, termasuk pipa air bersih.

Berdasarkan penelitiannya, drainase yang ada di Jakarta saat ini hanya mampu menampung 60-70 milimeter (mm) dengan curah hujan sebesar 220 mm per hari. Sementara, lima tahun terakhir ini, curah hujan di Jakarta mencapai 360 mm per hari.

"Pemprov DKI sudah tahu terjadi peningkatan curah hujan. Tapi, Pemprov DKI tidak memperbaiki drainase yang ada. Seharusnya, drainase diperbaiki dengan memperluasnya tiga kali lipat. Misalnya luas drainase yang hanya sekitar 50 cm, harus diperluas menjadi satu meter," ujarnya.

Khusus, untuk dikawasan Sudirman, MH Thamrin, Istana, Gatot Subroto, dan sebagainya yang kini memiliki luas satu meter harus diperluas menjadi tiga meter.

Bila sudah diperluas, lanjutnya, harus dilakukan penataan jaringan utilitas. Fungsi utilitas kabel bisa ditaruh di sebelah kanan, pipa di sebelah kiri dan tengah untuk air. Sehingga tidak ada lagi tumpang tindih utilitas di drainase Jakarta.

Langkah perbaikan drainase juga harus diiringi dengan melakukan audit kembali tata ruang DKI. Sebab, 80 persen kawasan yang peruntukannya sebagai daerah resapan kini berubah fungsi menjadi bangunan keras.

Ia mengatakan, banjir yang menggenangi kawasan Kelapa Gading, Green Garden, Grogol, dan sebagainya sulit surut karena kawasan tersebut berkembang pembangunan perumahan dan gedung-gedung.

"Pemprov DKI harus berani mengembalikan daerah resapan dengan membeli sejumlah tanah di kawasan tersebut dan jadikan waduk atau situ. Tangani dulu yang ada di depan mata. Jangan malah mengalihkan isu dengan giant sea wall apalagi deep tunnel," tegasnya.
Kepala Dinas Tata Air DKI Jakarta, Agus Priyono mengatakan drainase yang ada saat ini belum saatnya diperluas lantaran curah hujan 360 mm tidak terjadi setiap musim hujan. Namun, apabila memang itu telah terjadi, drainase harus diperluas. Sedangkan untuk tata ruang, kata dia, pihaknya akan berkordinasi dengan pihak terkait lainnya. "Untuk perbaikan drainase saat ini telah menjadi kewenangan Dinas Bina Marga," jelasnya.

Kepala Dinas Bina Marga, Yusmada Faizal mengatakan pihaknya belum berencana untuk memperbesar drainase yang ada. Pasalnya, Dinas Tata Air rencananya akan membuat sumur resapan dan menormalisasi kali penghubung serta sungai-sungai yang ada. Dengan begitu, drainase yang ada mampu menampung air di permukaan jalan.

"Drainase yang dipinggir jalan itu fungsinya untuk menampung air di permukaan jalan. Jadi, kalau sumur resapan diperbanyak dan kali dinormalisasi, saya rasa fungsi awal drainase akan kembali normal. Tetapi, kami akan berkordinasi kembali kepada Dinas Tata Air untuk menangani drainase," tuturnya.

Saat ini, Dinas Bina Marga sedang fokus memperbaiki 700 titik yang rusak akibat genangan air. Perbaikan jalan rusak dilakukan secara bertahap. Karena petugas Bina Marga hanya mampu memperbaiki 90 ton per malam dengan masing-masing ton berkisar sekitar 12 meter persegi. Perbaikan jalan dilakukan dengan penanganan darurat yang usianya tidak sampai tiga bulan dengan menggunakan aspal cepat kering (collmix).

"Nantinya, perbaikan akan dilakukan dengan hotmix dan perombakan aspal dari dasar yang dirubah menggunakan betonisasi (recycling). Sehingga usianya bisa mencapai belasan atau puluhan tahun apabila tidak dilintasi kendaraan bernotase berat," paparnya.

sumber : http://www.beritasatu.com/aktualitas/249363-banjir-jakarta-akibat-sistem-drainase-dan-tata-ruang-buruk.html

Jumat, 13 Februari 2015

Banjir Jakarta, Pakar: Sistem Drainase di Jakarta Semrawut

TEMPO.CO, Jakarta - Pakar teknik hidrologi dari Universitas Gadjah Mada, Djoko Legono, mengatakan sistem drainase yang dibangun di Jakarta punya banyak kekurangan. Hal itu menjadi salah satu sebab banjir terus menerjang Ibu Kota. "Banyak drainase yang tak sempurna karena dijejali dengan kabel listrik dan pipa air," katanya kepada Tempo, Kamis, 12 Februari 2015.

Banjir kembali menggenangi DKI pada awal pekan ini. Hujan yang turun secara intensif menciptakan 93 titik genangan banjir. Bahkan Istana Negara tak luput dari terjangan banjir setinggi mata kaki. Selain intensitas dan durasi hujan, tak berfungsinya pompa di Pluit disebut menjadi salah satu sebab banjir tahun ini.

Djoko menambahkan, kebanyakan drainase yang bermasalah ialah saluran mikro atau selokan-selokan kecil di perumahan. Sering dijumpai warga dengan mudah membuang sampah di saluran itu sehingga menyumbat aliran air yang mengalir.

Selain itu, dia menjelaskan, sistem terali besi atau grille yang terpasang pada permukaan jalan juga tak bisa diandalkan. Lubang-lubang itu menjadi salah satu jalan masuknya air pada permukaan jalan raya ke sistem drainase. Namun lubang pada terali itu tersumbat padatan. "Akhirnya performa grille itu menurun dan ketinggian genangan meningkat drastis," ujarnya.

Djoko menyarankan pemerintah DKI mengoptimalkan waduk-waduk untuk menampung air dan menjadi daerah resapan. Hal itu sejalan dengan lanskap Jakarta yang sering tergenang karena tinggi permukaan tanah lebih rendah daripada permukaan laut. "Kalau pakai sistem waduk atau polder, pompanya harus hidup terus," Djoko menjelaskan.

Dia tak sepakat bila pemerintah DKI memakai sistem konservasi untuk mengurangi banjir. Sistem yang salah satunya membuat banyak sumur biopori itu dinilainya tak cocok dengan lanskap Jakarta. Sistem tersebut cocok diterapkan di wilayah hulu, seperti Bogor. "Lebih baik pemerintah DKI memastikan konektivitas antara makro dan mikro drainase berjalan sempurna."

Sumber : http://www.tempo.co/read/news/2015/02/13/083642182/Banjir-Jakarta-Pakar-Sistem-Drainase-di-Jakarta-Semrawut

Kamis, 12 Februari 2015

Kawasan Istana Terendam Banjir, Ahok Curiga Ada Sabotase

JAKARTA, KOMPAS.com — Kawasan Ring 1 (Jalan Medan Merdeka) kembali terendam banjir akibat hujan deras yang mengguyur sejak Minggu (8/2/2015) malam. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) kembali mencurigai ada sabotase atas terendamnya kawasan Ring 1.

"Tadi saya terbangun jam 02.00 pagi karena hujan dan langsung cek CCTV, ternyata CCTV Istiqlal mati. Saya curiga (kalau CCTV mati), pasti Istana terendam. Saya enggak tahu sabotase atau sengaja, tapi saya suudzon (berpikir negatif)," kata Basuki, di Balaikota, Senin (9/2/2015).

Menurut dia, kawasan Ring 1 tidak mungkin lagi terendam banjir. Sebab, Waduk Pluit dan beberapa saluran air penghubung kawasan itu masih berfungsi dengan baik.

Selain itu, pintu air Manggarai setiap hari selalu dibuka untuk menghindari adanya luapan air yang menyebabkan kawasan Ring 1 terendam banjir.

Basuki menjelaskan, ketinggian air Sungai Ciliwung yang berada di Masjid Istiqlal posisinya harus selalu rendah. Apabila posisi air di sana tinggi, menurut Basuki, airnya akan diarahkan ke Gajah Mada-Hayam Wuruk dan Pasar Ikan. Sebab, pompa Pasar Ikan berfungsi baik.

"Kenapa jadi meluap ke sini (Ring 1). Makanya, begitu lihat CCTV Istiqlal connection lost (hilang koneksi) saya sudah curiga, ada apa tiba-tiba (CCTV mati)," kata Basuki.

Oleh karena itu, Basuki meminta penjelasan dari Dinas Pekerjaan Umum ataupun Kementerian Pekerjaan Umum atas permasalahan ini. Ia berharap, banjir di kawasan Ring 1 ini bukan karena kesengajaan seperti yang terjadi di Kali Sunter beberapa waktu lalu.

"Saya mau dengar jawaban mereka, enggak ada alasan Monas-Istana terendam. Balai Kota juga terendam banjir kan semalam, masuk (air) ini. Makanya saya enggak tahu, sama kayak kasus Sunter, dia bilang enggak sengaja. Ya sudahlah kalau (banjir), ini mau dibilang enggak sengaja," keluh Basuki. [Baca: Kantor Ahok Kebanjiran]

Sumber : http://megapolitan.kompas.com/read/2015/02/09/09595981/Kawasan.Istana.Terendam.Banjir.Ahok.Curiga.Ada.Sabotase

Jumat, 06 Februari 2015

Macet di Jakarta Bikin Bergidik, Ahok: Ini PR 30-40 Tahun

Jakarta - Kemacetan di Jakarta menjadi santapan sehari-hari warga yang melintas di Ibukota Indonesia ini. Bukan masalah yang bisa diselesaikan dalam waktu yang singkat, bahkan oleh seorang Ahok pun.

"Emang iya (macet). Kalau kamu tidak punya sistem transportasi berbasis rel pasti macet. Jepang yang punya saja masih macet apalagi kita, makanya kita lagi bangun," ujar Ahok di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (4/2/2015).

Masuk sebagai kota termacet di dunia, Ahok mengatakan butuh puluhan tahun agar kemacetan Jakarta bisa teratasi. Untuk sementara, menurut Ahok, silakan saja nikmati kemacetan yang semakin tidak mengenal waktu itu.

"Ini PR 30-40 tahun. Kita harus tahan saja, belum lagi yang ngeyel, untung saya tensi masih bagus kalau nggak stroke saya," kelakarnya.

Seirama dengan Ahok, Kadishub DKI Jakarta Benjamin Bukit kemacetan terjadi karena jumlah pertumbuhan kendaraan tidak berbanding lurus dengan pertambahan ruas jalan. Tidak sampai 1 persen setiap tahunnya.

“Kita tidak bisa mengerem laju pertumbuhan kendaraan. Luas jalan kota tahu sendiri dan setiap tahun cuma 0,01 persen.

Sumber : http://news.detik.com/read/2015/02/04/143421/2823436/10/macet-di-jakarta-bikin-bergidik-ahok-ini-pr-30-40-tahun

Kamis, 05 Februari 2015

Dua Predikat Buruk Dunia Untuk Jakarta yang Amat Mengusik

TRIBUNNEWS.COM - Sepekan terakhir bukan waktu yang membanggakan bagi Jakarta. Mengapa? Majalah The Economist menobatkan Jakarta sebagai kota paling tidak aman. Adapun produsen minyak pelumas Castrol menempatkan Ibu Kota sebagai kota dengan lalu lintas terburuk di dunia.

Kacaunya jalanan di Jakarta jelas bukan cerita baru. Kemacetan terasa kian parah dari hari ke hari, membuat warga Ibu Kota juga makin frustrasi di jalanan.

Awal pekan ini, warga Jakarta dihebohkan aksi seorang pengendara mobil bernama Huibert A Wenas. Melalui sejumlah video yang diunggahnya sendiri di Youtube, terlihat bagaimana Wenas begitu jengkel dan marah kepada pengguna jalan lain di tengah kemacetan Jakarta.

Wenas dengan mobilnya, Suzuki Vitara putih yang diberi nama Ichiro, berkali-kali ”menindak” pengendara yang ia nilai berperilaku bodoh di jalan. Wenas antara lain berurusan dengan mobil yang melaju di bahu jalan tol, menyerobot lajur, serta metromini dan truk yang melawan arus.

Video-video Wenas ini menjadi topik pembicaraan hangat. Rabu (4/2) siang, Wenas bersama kuasa hukumnya mendatangi kantor Subdirektorat Pembinaan dan Penegakan Hukum Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya di Jakarta Selatan setelah dicari-cari polisi.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Martinus Sitompul mengatakan, apa yang dilakukan Wenas itu tak bisa dibenarkan secara hukum. ”Apa yang dilakukannya dapat menimbulkan pidana baru, dapat memicu terjadi pengeroyokan dan perkelahian,” katanya.

Wenas dikenai sanksi hukum, yakni diberi surat tilang. Ia juga membuat pernyataan minta maaf sekaligus janji untuk tidak mengulangi perbuatannya.

”Dia ditilang, dikenai Pasal 279 Ayat 15 Undang-Undang Lalu Lintas dan Jalan. Pasal ini mengenai larangan memodifikasi kendaraan yang dapat membahayakan pengguna jalan,” kata Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Risyapudin Nursin.

Wenas pun meminta maaf. ”Saya minta maaf kepada polisi karena melakukan hal yang kurang tepat dan merepotkan kepolisian. Saya juga mohon maaf kepada masyarakat yang merasa terganggu. Saya berjanji tidak akan melakukan tindakan tersebut lagi,” tuturnya.

Lalu lintas terburuk

Kasus Wenas adalah cerminan kondisi jalanan Ibu Kota saat ini. Kemacetan parah terjadi di mana-mana, sementara pengendara terkesan seenaknya melanggar. Penegakan hukum lalu lintas bagaikan dilakukan setengah hati, sementara belum ada upaya sungguh-sungguh pemerintah mengatasi kemacetan.

Tak mengherankan jika Castrol Magnatec Stop-Start Index 2014 menempatkan Jakarta sebagai kota dengan lalu lintas terburuk berdasarkan jumlah berhenti-jalan (stop-start) setiap mobil dalam setahun.

Menurut indeks tersebut, setiap mobil di Jakarta rata-rata mengalami 33.240 kali proses berhenti-jalan per tahun karena terjebak kemacetan. Jika dibandingkan dengan kota lain, indeks berhenti-jalan di Jakarta menempati urutan pertama.

Indeks itu dihasilkan dari data navigasi pengguna perangkat navigasi global positioning system (GPS), TomTom, di seluruh dunia. Dengan sebuah algoritma khusus, jumlah berhenti-jalan setiap pengendara bisa dihitung. Indeks ini menilai kondisi lalu lintas di 78 kota utama di Asia, Australia, Eropa, Amerika Utara, dan Amerika Selatan.

Selain Jakarta, kota lain yang masuk lima besar terburuk adalah Istanbul, Turki, dengan 32.520 berhenti-jalan; Mexico City, Meksiko (30.840); Surabaya, Indonesia (29.880); dan St Petersburg, Rusia (29.040).

Meski mendapatkan angka berhenti-jalan terbanyak, Jakarta sebenarnya tak menempati posisi terburuk dalam hal lamanya pengemudi berhenti di jalan (idling time).

Dari sisi idling time, Jakarta mendapatkan angka 27,22 persen. Artinya, dalam setiap perjalanan, seorang pengemudi rata-rata menghabiskan 27,22 persen waktunya untuk berhenti.

Jakarta masih lebih baik dibandingkan dengan Moskwa (31,57 persen), Bangkok (36,07 persen), London (28,58 persen), dan New York (28,62). Penyusunan indeks itu memang terkait erat dengan upaya Castrol memasarkan produk minyak pelumas terbarunya. Namun, paling tidak, indeks itu menggambarkan betapa buruknya lalu lintas di dua kota terbesar Indonesia dibandingkan kota-kota utama lain di dunia.

Risyapudin mengakui bahwa kondisi lalu lintas di Jakarta dan sekitarnya memang tak ideal lagi. Menurut dia, pertumbuhan kendaraan baru per tahun di Jakarta yang mencapai 11 persen tidak sebanding dengan pertumbuhan jalan yang hanya 0,001 persen. Karena itu, Risyapudin tak terlalu terkejut kalau Jakarta saat ini termasuk kota dengan kondisi lalu lintas sangat buruk.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengakui kondisi tersebut. Menurut dia, selama Jakarta tak memiliki sistem transportasi massal berbasis rel, kemacetan akan terus mendera kota ini.

”Memang iya (paling macet sedunia). Jepang saja yang punya (sistem transportasi berbasis rel) masih macet, apalagi Jakarta. Makanya sekarang sedang kami bangun,” kata Basuki, Rabu, di Balai Kota Jakarta.

Pengamat perkotaan Yayat Supriatna mengatakan, hasil survei The Economist dan Castrol menjadi momentum untuk perubahan Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia yang memiliki permasalahan serupa agar bangkit menjadi lebih baik.

Jaringan transportasi bus cepat (BRT) di Jakarta yang biasa disebut transjakarta dan angkutan transportasi massal cepat (MRT), baik layang maupun bawah tanah yang dalam proses pembangunan, bisa menjadi pilar terbangunnya kembali penataan transportasi publik.

”Asalkan penataan itu memenuhi tiga syarat, yaitu, pertama, benahi dulu prasarananya, seperti jalan, trotoar, halte, parkir, serta kapasitas angkutnya. Kedua, benahi sarana bus dan kelembagaan pengelolaannya. Ketiga, jangan langsung menerapkan traffic demand management secara kaku selama sarana dan prasarana belum memadai,” ungkap Yayat.

Sumber : http://www.tribunnews.com/metropolitan/2015/02/05/dua-predikat-buruk-dunia-untuk-jakarta-yang-amat-mengusik

Rabu, 04 Februari 2015

10 Kota Termacet di Dunia, Jakarta Nomor 1

WARTA KOTA, PALMERAH—Di manakah kota yang paling macet di dunia? Mengacu pada Castrol’s Magnatec Stop-Start index, maka jawabannya adalah Jakarta, Ibu Kota Indonesia.

Menurut indeks tersebut, rata-rata terdapat 33.240 kali proses berhenti-jalan per tahun di Jakarta. Indeks ini mengacu dari data navigasi pengguna Tom Tom, mesin GPS, untuk menghitung jumlah berhenti dan jalan yang dibuat setiap kilometer. Jumlah tersebut kemudian dikalikan dengan jarak rata-rata yang ditempuh setiap tahun di 78 negara.

Bukan hanya Jakarta, kota di Indonesia yang masuk dalam daftar ini. Surabaya, Ibu Kota provinsi Jawa Timur berada di peringkat keempat sebagai kota termacet di dunia. Rata-rata, terjadi 29.880 kemacetan setiap tahun di Surabaya.

Istanbul, Turki menjadi kota kedua yang paling macet di dunia. Sedikitnya terjadi 32.520 kemacetan per tahun. Mexico City, Meksiko, berada di urutan ketiga dengan 30.840 kemacetan setiap tahun.

Tampere, Finlandia, menjadi kota yang paling lancar di dunia. Rata-rata hanya terjadi 6.240 berhenti-jalan. Rotterdam, Belanda, di mana mayoritas penduduknya bersepeda, berada di peringkat kedua setelah Tampere dengan 6.360 kemacetan per tahun.

Berikut ini daftar kota termacet di dunia menurut Castrol’s Magnatec Stop-Start index.

10. Buenos Aires, Argentina - 23,760
9. Guadalajara, Mexico - 24,840
8. Bangkok, Thailand - 27,480
7. Roma, Italia - 28,680
6. Moskow, Rusia - 28,680
5. St. Petersburg, Rusia - 29,040
4. Surabaya, Indonesia - 29,880
3. Mexico City, Mexico - 30,840
2. Istanbul, Turki - 32,520
1. Jakarta, Indonesia - 33,240

Berikut ini daftar kota paling tidak macet di dunia.

10. Kosice, Slovakia - 7,440
9. Lopenhagen, Denmark - 7,440
8. Brno, Republik Ceska - 7,320
7. Porto, Portugal - 7,200
6. Antwerp, Belgia - 7,080
5. Brisbane, Australia - 6,960
3. Abu Dhabi, Uni Emirat Arab - 6,840
3. Bratislava, Slovakia - 6,840
2. Rotterdam, Belanda - 6,360
1. Tampere, Finlandia - 6,240

Sumber : http://wartakota.tribunnews.com/2015/02/04/10-kota-termacet-di-dunia-jakarta-nomor-1

Selasa, 03 Februari 2015

Aplikasi Go-Jek Diapresiasi Gubernur Jakarta

Jakarta, CNN Indonesia -- Aplikasi Go-Jek mendapatkan apresiasi dari Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau akrab disapa Ahok, karena perannya menghubungkan pemesanan jasa ojek kepada pelanggan lewat aplikasi di ponsel pintar.

Perusahaan Go-Jek sejatinya telah beroperasi sejak Oktober 2011. Mereka kemudian meluncurkan aplikasi di ponsel pintar Android dan iOS pada Januari 2015.

Selain menyediakan jasa ojek, aplikasi Go-Jek juga menyediakan jasa kurir instan dan jasa pembelian sebuah produk yang selanjutnya akan diantarkan kepada pemesan (shopping delivery).

Ahok kabarnya akan memanggil pengelola Go-Jek untuk berbicara lebih lanjut. Pendiri dan CEO Go-Jek Nadiem Makarim, mengatakan, ia telah mendengar kabar itu namun hingga kini belum menerima surat dari Gubernur Ahok.

"Kapan dan di mana kami belum tahu karena belum ada balasan secara resmi. Tapi kami tetap bersiap," kata Nadiem saat dihubungi CNN Indonesia, Selasa (27/1).

Upaya Ahok memanggil pengelola Go-Jek sekaligus juga ingin membicarakan izin jasa transportasi yang seharusnya dikantongi. Menanggapi kabar ini, Nadiem menilai Go-Jek tidak memerlukan izin khusus tersebut karena mereka bukan perusahaan transportasi.

"Kami adalah perusahaan software, bukan transportasi, dan kami sudah mengikuti peraturan pemerintah dengan membayar pajak sebagai perusahaan," kata Nadiem.

Menurutnya, model bisnis yang ditawarkan Go-Jek serupa tapi berbeda dengan aplikasi Uber yang sempat menuai kontroversi di Jakarta. Persamaannya ada pada pemanfaatan aplikasi ponsel untuk memesan jasa transportasi, serta sepenuhnya memanfaatkan tenaga alih daya (outsourcing)

Perbedaannya, Nadiem menegaskan bahwa Go-Jek merupakan perusahaan yang sepenuhnya lokal. Kemudian, Go-Jek memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak perusahaan kepada pemerintah.

"Kami adalah penghubung antara supply dan demand, kami malah menjadi revenue pajak bagi pemerintah," lanjutnya.

Ia percaya jasa ojek dapat menjadi alternatif transportasi dalam menembus kemacetan parah seperti di Jakarta dan bisa mempersingkat waktu tempuh. Nadiem juga menilai Go-Jek dapat menjadi salah satu feeder yang mengantar penumpang ke stasiun atau halte terdekat.

Tarif yang harus dikeluarkan konsumen untuk naik Go-Jek ini tergantung pada jarak dan waktu tempuh. Dari setiap transaksi yang terjadi antara konsumen dengan Go-Jek, akan dilakukan bagi hasil yaitu 80 persen masuk kantong pengojek dan 20 persen menjadi jatah Go-Jek.

Sumber : http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20150127144320-185-27697/aplikasi-go-jek-diapresiasi-gubernur-jakarta/

Senin, 02 Februari 2015

Taksi Uber Beredar Lagi, Bagaimana Legalitasnya?

TEMPO.CO, Jakarta - Kehadiran aplikasi Uber di Jakarta sempat menimbulkan kontroversi. Sebab, layanan ini tidak punya izin dari Pemerintah DKI Jakarta.

Menjawab kontroversi itu, Regional General Manager Southeast Asia Uber, Michael Brown, mengatakan layanan yang diberikan perusahaannya resmi karena saat ini telah menggandeng perusahaan rental resmi. "Perusahaan yang bekerja sama dengan kami resmi. Mereka punya SIUP dan izin lainnya," kata Brown, Kamis, 29 Januari 2015. (Baca: Taksi UberX Didemo, Washington Lumpuh Dua Jam)

Brown mengatakan, Uber sebagai perusahaan teknologi hanya menyediakan aplikasi yang bisa menghubungkan antara sopir mobil rental dan calon penumpang. "Sebenarnya ini sama saja dengan seseorang merental mobil," ujarnya. (Baca: Soal Uber, Dishub DKI Belum Hitung Potensi Pajak)

Perbedaannya, kata dia, calon penumpang yang ingin merental dengan cara biasa harus menghubungi via telepon perusahaan rental bersangkutan untuk menyewa mobil. Biasanya mobil akan diantar ke tempat yang dituju. (Baca: Di Amerika, Taksi Uber Hadapi Tantangan Ini)

Sedangkan melalui Uber, penyewaan dilakukan melalui aplikasi. Calon penumpang yang sudah teregistrasi meminta mobil yang bisa menjemputnya di tempat tertentu untuk mengantarnya ke tempat lain. Mobil terdekat milik perusahaan rental kemudian mendatangi si penumpang sesuai permintaan di aplikasi Uber. (Baca: Alasan Uber Pilih Juru Kampanye Obama Jadi Bos)

Penumpang bisa merasakan pengalaman seperti naik taksi karena tak perlu menyetir sendiri. Penumpang juga tak perlu melakukan pembayaran tunai karena tarif akan langsung dipotong dari kartu kredit penumpang yang sudah terdaftar. (Baca: Sandiaga Uno Puas Gunakan Taksi Uber)

Selain itu, Brown mengatakan, layanan ini dipastikan lebih aman. Sebab, semua sopir dan mobil yang melayani penumpang melalui Uber tercatat. "Nama, foto, SIM sopir sampai nomor ponsel-nya," kata Brown. (Baca: Cerita Andrew Darwis Soal Kenyamanan Taksi Uber)

Kemanapun mobil pergi juga akan diketahui keberadaannya. Karenanya, jika terjadi sesuatu, semua bisa diketahui dan ditindaklanjuti. "Kalau penumpang tak puas pun bisa menyampaikan testimoninya." (Baca: Taksi Uber Disukai karena Nyaman dan Eksklusif)

Sumber : http://www.tempo.co/read/news/2015/01/30/083638794/Taksi-Uber-Beredar-Lagi-Bagaimana-Legalitasnya

Minggu, 01 Februari 2015

Di Jakarta, Meninggal Karena Limbah dan Sampah Dianggap Biasa

Metrotvnews.com, Jakarta: Pengamat Perkotaan, Yayat Supriatna menilai permasalahan limbah di Jakarta begitu kompleks. Banyak peraturan yang mengatur tentang sampah, akan tetapi tidak ada sanksi bagi pelanggarnya. Bahkan orang yang mati karena limbah di perkotaan dianggap sebagai peristiwa biasa.

“Jadi ini kadang-kadang orang mati, orang sakit gara gara limbah dianggap sebagai sebuah peristiwa biasa saja. Jadi kita mengangap orang mati di Jakarta hal yang biasa,” kata Yayat Supriatna saat berbincang di Prime Time News Metro TV, Kamis (29/1/2015) malam.

Yayat menilai, permasalahan limbah dan sampah di Jakarta muncul karena orang-orang begitu bebas membuang limbah dan sampah di manapun. Bahkan undang-undang yang mengatur tentang peraturan sampah tidak memiliki implikasi terhadap sanksi bagi pelanggarnya.

“Inilah struktur yang tidak membangun kultur. Karena orang masih merasa aturan itu masih bisa dinegosiasikan dalam hal ini,” ujar yayat.

Semakin bermasalah kata Yayat, sebab tak ada tindakan tegas di dalam undang-undang tentang lingkungan yang mampu menghukum si pembuang limbah dan sampah.

“Jadi ini persoalan paling besar dan kita ketahui kadang-kadang pemerintah kota pun tidak mampu menjalankan salah satu kebijakan,” pungkas Yayat.

Sumber : http://news.metrotvnews.com/read/2015/01/30/351739/di-jakarta-meninggal-karena-limbah-dan-sampah-dianggap-biasa