Senin, 16 Februari 2015

Banjir Jakarta Akibat Sistem Drainase dan Tata Ruang Buruk

Jakarta-Meskipun Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama berkali-kali mengatakan, akibat banjir di Jakarta karena 12 pompa air di Waduk Pluit tak berfungsi terkena dampak pemutusan listrik oleh PLN, alasan itu tak dapat diterima oleh Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti Nirwono Yoga.

Dari hasil pengamatan dan evaluasinya terhadap banjir di Jakarta pada pekan ini, Nirwono melihat penyebab utama bencana banjir melanda Jakarta dikarenakan sistem drainase dan tata ruang yang buruk.

Hal itu terbukti, saat musim penghujan, seluruh sungai di Jakarta tidak ada yang meluap. Banjir yang terjadi karena hujan lokal yang tinggi intensitasnya, sehingga tak dapat ditampung sistem drainase.

Permasalahan ini sudah diakui Dinas Tata Air DKI, bahwa hujan yang terjadi di Jakarta tak mampu ditampung drainase Ibukota. Kendati demikian, kedua masalah utama tersebut justru tidak dijadikan program utama jangka pendek Pemprov DKI Jakarta dalam menangani banjir.

"Pemprov DKI lebih memilih untuk mengadakan pompa, genset, membuat tanggul, betonisasi, sodetan dan sebagainya. Ini yang kita takutkan, banjir air ditangani dengan banjir proyek. Pemahaman mereka hujan dan banjir adalah bencana dan harus dibuang ke laut. Jadi yang lahir, pompa, sodetan, betonisasi, dan sebagainya itu," kata Nirwono, Minggu (15/2).

Setelah dirinya melakukan penelitian terhadap banjir pekan lalu, dia menemukan hanya 30 persen atau 1/3 dari saluran yang berfungsi di Jakarta. Selebihnya, dipenuhi sampah, limbah, lumpur, dan berbagai macam utilitas, termasuk pipa air bersih.

Berdasarkan penelitiannya, drainase yang ada di Jakarta saat ini hanya mampu menampung 60-70 milimeter (mm) dengan curah hujan sebesar 220 mm per hari. Sementara, lima tahun terakhir ini, curah hujan di Jakarta mencapai 360 mm per hari.

"Pemprov DKI sudah tahu terjadi peningkatan curah hujan. Tapi, Pemprov DKI tidak memperbaiki drainase yang ada. Seharusnya, drainase diperbaiki dengan memperluasnya tiga kali lipat. Misalnya luas drainase yang hanya sekitar 50 cm, harus diperluas menjadi satu meter," ujarnya.

Khusus, untuk dikawasan Sudirman, MH Thamrin, Istana, Gatot Subroto, dan sebagainya yang kini memiliki luas satu meter harus diperluas menjadi tiga meter.

Bila sudah diperluas, lanjutnya, harus dilakukan penataan jaringan utilitas. Fungsi utilitas kabel bisa ditaruh di sebelah kanan, pipa di sebelah kiri dan tengah untuk air. Sehingga tidak ada lagi tumpang tindih utilitas di drainase Jakarta.

Langkah perbaikan drainase juga harus diiringi dengan melakukan audit kembali tata ruang DKI. Sebab, 80 persen kawasan yang peruntukannya sebagai daerah resapan kini berubah fungsi menjadi bangunan keras.

Ia mengatakan, banjir yang menggenangi kawasan Kelapa Gading, Green Garden, Grogol, dan sebagainya sulit surut karena kawasan tersebut berkembang pembangunan perumahan dan gedung-gedung.

"Pemprov DKI harus berani mengembalikan daerah resapan dengan membeli sejumlah tanah di kawasan tersebut dan jadikan waduk atau situ. Tangani dulu yang ada di depan mata. Jangan malah mengalihkan isu dengan giant sea wall apalagi deep tunnel," tegasnya.
Kepala Dinas Tata Air DKI Jakarta, Agus Priyono mengatakan drainase yang ada saat ini belum saatnya diperluas lantaran curah hujan 360 mm tidak terjadi setiap musim hujan. Namun, apabila memang itu telah terjadi, drainase harus diperluas. Sedangkan untuk tata ruang, kata dia, pihaknya akan berkordinasi dengan pihak terkait lainnya. "Untuk perbaikan drainase saat ini telah menjadi kewenangan Dinas Bina Marga," jelasnya.

Kepala Dinas Bina Marga, Yusmada Faizal mengatakan pihaknya belum berencana untuk memperbesar drainase yang ada. Pasalnya, Dinas Tata Air rencananya akan membuat sumur resapan dan menormalisasi kali penghubung serta sungai-sungai yang ada. Dengan begitu, drainase yang ada mampu menampung air di permukaan jalan.

"Drainase yang dipinggir jalan itu fungsinya untuk menampung air di permukaan jalan. Jadi, kalau sumur resapan diperbanyak dan kali dinormalisasi, saya rasa fungsi awal drainase akan kembali normal. Tetapi, kami akan berkordinasi kembali kepada Dinas Tata Air untuk menangani drainase," tuturnya.

Saat ini, Dinas Bina Marga sedang fokus memperbaiki 700 titik yang rusak akibat genangan air. Perbaikan jalan rusak dilakukan secara bertahap. Karena petugas Bina Marga hanya mampu memperbaiki 90 ton per malam dengan masing-masing ton berkisar sekitar 12 meter persegi. Perbaikan jalan dilakukan dengan penanganan darurat yang usianya tidak sampai tiga bulan dengan menggunakan aspal cepat kering (collmix).

"Nantinya, perbaikan akan dilakukan dengan hotmix dan perombakan aspal dari dasar yang dirubah menggunakan betonisasi (recycling). Sehingga usianya bisa mencapai belasan atau puluhan tahun apabila tidak dilintasi kendaraan bernotase berat," paparnya.

sumber : http://www.beritasatu.com/aktualitas/249363-banjir-jakarta-akibat-sistem-drainase-dan-tata-ruang-buruk.html
Related Posts : air , banjir , betonisasi , bina , curah hujan , dinas , dki , drainase , fungsi , jakarta , jalan , marga , nirwono , pemprov , perbaikan , resapan , tata , tata ruang , utilitas

Tidak ada komentar :

Posting Komentar