Senin, 18 Juni 2012

Usia 485 Tahun, tapi Masih "Kumpul-Angkut-Buang"

JAKARTA, KOMPAS.com — Kota Jakarta sebentar lagi akan merayakan ulang tahun yang ke-485. Namun, sampai saat ini kota terbesar sekaligus ibu kota Indonesia ini masih mengelola sampah dengan pola konvensional.

"Jakarta sudah berusia 485 tahun, tapi urus sampah masih pakai cara konvensional, kumpul-angkut -buang," kata Ubaidillah, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) DKI Jakarta, saat dihubungi Kompas.com di Jakarta, Sabtu (16/6/2012).

Menurut Ubaidillah, penanganan sampah dengan cara demikian merupakan suatu ironi. Setelah sekian tahun, Jakarta masih mengandalkan cara lama yang dipakai sejak zaman Orde Lama, mengumpulkan sampah, mengangkut, dan membuang di tempat pembuangan akhir (TPA).

"Apalagi yang dipakai di TPA Bantar Gebang masih teknik open dumping. Sampah ditumpuk-tumpuk di tempat terbuka," kata Ubay, sapaan Ubaidillah.

Teknik ini bisa menjadi barometer sejauh mana Kota Jakarta memberikan perhatian terhadap lingkungan hidup. Open dumping atau penumpukan sampah di tempat terbuka pada TPA bukanlah pilihan yang ramah lingkungan karena membiarkan gas methane dan air lindi mencemari lingkungan sekitar. Apalagi, penanganan yang terpusat pada TPA membuat jalur pengangkutan lebih panjang dan kurang efisien.

"Pola penanganan sampah seharusnya terintegrasi dengan pendekatan teknologi yang jelas. Mau diapakan sampah itu, akan dihabiskan, akan didaur ulang, akan diolah menjadi energi alternatif, atau akan diapakan?" katanya.

Menurut Ubay, perencanaan yang lebih serius sudah selayaknya dikedepankan. Pasalnya, seluruh unsur pendukung perencanaan sudah terpetakan dengan jelas. Misalnya, volume sampah per hari di Jakarta, karakteristik sampah, dan sumbernya.

Untuk mendukung langkah tersebut dibutuhkan perangkat peraturan perundang-undangan yang jelas. Undang-Undang No 18 Tahun 2008 tentang Persampahan dinilai masih jalan di tempat lantaran belum adanya perda atau pergub sebagai petunjuk pelaksana atau petunjuk teknis. Dalam perda atau pergub tersebut, kata Ubay, harus diuraikan secara tegas dan jelas teknik pengolahan sampah yang terintegrasi dengan pendekatan teknologi.

"Misalnya, volume sampah yang mencapai 6.500 ton per hari akan diolah menjadi energi alternatif. Lalu, misalnya dipatok target seluruh Jakarta Timur akan dipasok listrik dari energi alternatif itu," papar Ubay.

Dengan perencanaan dan target yang terarah, ia meyakini akan terjadi perubahan dalam pola penanganan sampah di Jakarta. Selain itu, sampah pun akan mendatangkan manfaat ekonomis bagi pemerintah, bukannya sekadar menghabiskan anggaran.

Sumber : http://megapolitan.kompas.com/read/2012/06/16/10490088/Usia.485.Tahun.tapi.Masih.Kumpul-Angkut-Buang
Related Posts : alternatif , jakarta , lingkungan , penanganan , pendekatan , perencanaan , target , teknik , ubaidillah , volume

Tidak ada komentar :

Posting Komentar