Kamis, 21 Februari 2013

Giant Sea Wall Hadang Banjir sekaligus Macet

Metrotvnews.com, Jakarta: Pembangunan giant sea wall atau tanggul laut merupakan salah satu cara mengatasi banjir akibat pasang air laut (rob) yang bersifat protektif.

Direktur Tata Ruang Laut, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan Subandono Diposaptono mengungkapkan hal itu.

"Pola protektif dengan membangun tanggul di pinggir pantai atau lepas pantai membutuhkan biaya yang mahal tetapi itu bisa dicarikan solusi pembiayaannya," ungkapnya.

Menurutnya, tanah Jakarta yang strukturnya lunak (aluvial) semakin tergerus diakibatkan penyedotan air tanah yang berlebihan. "Kalau tanahnya turun kan air lautnya naik," paparnya.

Kenaikan permukaan air laut akibat amblesnya tanah diprediksi mencapai lebih dari 6 sentimeter per tahun. Ini lebih tinggi dibandingkan kenaikan permukaan air laut yang disebabkan pemanasan global (global warming) yang berada di kisaran 8 milimeter per tahun.

Dosen Mitigasi Bencana Universitas Padjajaran itu mengatakan pembangunan tanggul bisa digunakan untuk fungsi lain. Contohnya, menjadi jalan atau akses transportasi untuk mengurangi kemacetan di Jakarta atau memperlancar distribusi angkutan. "Misalnya orang dari Bekasi ke Tangerang kalau lewat tol kan macet. Nah, nanti orang bisa lewat situ," ujarnya.

Namun, pembangunan tanggul harus memperhatikan tiga aspek yaitu technically reliable (bisa diandalkan), economically feasible, dan friendly atau secara lingkungan dapat diterima.

"Jadi harus ada master plan dan melalui kajian amdal yang matang," paparnya. "Kalau memang hasil studi amdalnya negatif ya tidak boleh dilanjutkan rencana itu," imbuhnya.

Diposaptono mengatakan, setiap kegiatan pembangunan, termasuk pembangunan tanggul laut, akan menimbulkan dampak negatif terhadap aspek fisik, kimia, biologi, dan sosial budaya.

Dampak fisik seperti gangguan lalu lintas perairan, perairan semakin keruh, berubahnya rezim hidrodinamika (arus dan gelombang), perubahan batimetri (kedalaman perairan laut) pencemaran, erosi lahan reklamasi dan lahan sekitarnya, perubahan rezim air tanah (tata air tawar), dan sebagainya.

Adapun dampak kimia meliputi pencemaran air akibat pengerukan bahan atau material di dasar perairan. Dampak biologi berupa menurunnya keragaman, kelimpahan, menghambat organisme perairan.

Dampak lain yaitu menipisnya sumber daya perikanan. "Nah itu yang harus dikaji. Kan ada teknologi untuk menekan dampak-dampak itu," tegasnya.

Menurutnya, sederet dampak negatif itu dapat diminimalkan atau bahkan dihilangkan apabila reklamasi direcanakan komprehensif dan terpadu.

Komprehensif terhadap aspek fisik, ekonomi, sosial, budaya, lingkungan, serta terpadu terhadap bidang ilmu, sektoral, wilayah, dan ekosistem.

Di samping itu, reklamasi juga harus dilakukan di daerah yang tepat dengan teknologi dan cara yang tepat serta berwawasan lingkungan.

Secara umum, kegiatan reklamasi di wilayah pesisir dibedakan menjadi jenis yaitu sistem timbunan, sistem polder, serta gabungan polder dan timbunan.

Dari ketiga jenis itu, Diposaptono mengatakan reklamasi timbunan paling cocok diterapkan di Indonesia yang memiliki curah hujan yang tinggi.(Haufan Hasyim Salengke/Was)

Sumber : http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/02/21/5/132732/Giant-Sea-Wall-Hadang-Banjir-sekaligus-Macet
Related Posts : air laut , air tanah , amdal , aspek , biologi , dampak , dampak negatif , fisik , komprehensif , laut , lingkungan , pembangunan , pencemaran , perairan , pesisir , protektif , reklamasi , tanggul , timbunan

1 komentar :

  1. Kunjungi situs kami dan baca berbagai artikel menarik seputar permainan judi online
    langsung ja ke link di bawah ini guys.
    O iyaaaa makasih buat yang punya situs, semangat berkarya.
    https://hub.docker.com/

    BalasHapus