Rabu, 25 Juli 2012

Nasib "Romusa" Cililitan

KOMPAS.com — "Sering kali kau merendahkanku, melihat dengan sebelah bola matamu, aku bukan siapa-siapa." Lirik lagu salah satu kelompok musik terkenal Ibu Kota tersebut mengalir sumbang, dipadu genjrengan gitar kecil milik Diwa Pinasdi (15).

Menjelang adzan maghrib, remaja putus sekolah itu masih saja mengamen di salah satu ruas jalan di persimpangan Cililitan, Jakarta Timur.

"Ngamen sejak kelas 2 SD. Ya pengin aja. Penginnya keluar rumah aja," ujarnya saat ditemui pada Senin (23/7/2012) malam.

Senada dengan anak jalanan kebanyakan, Diwa berasal dari keluarga romusa. "Rombongan orang susah," ujarnya santai disertai sesungging senyum. "Kakak saya satu, satpam, adik dua masih kecil-kecil," katanya.

Sehari-hari, ayahnya bekerja sebagai sopir angkutan umum 06 jurusan Pasar Rebo-Cililitan, sementara sang ibu hanya ibu rumah tangga biasa.

Selain mengamen, Diwa mengaku kerap jadi "atlet lari" dadakan ketika berhadapan dengan Satpol PP. "Lumayan, biar bapak enggak berat-berat amat. Gua kan bisa makan sendiri," ujarnya.

Segelas teh manis dicampur es ditenggaknya. Menyegarkan kerongkongan yang dipakainya untuk jual suara, sejak pukul 09.00 pagi. Sejenak, gitar kecil yang dibelinya sendiri itu disandarkan di taman kecil di persimpangan Cililitan, tempat ia biasa mangkal bersama belasan remaja dan anak seprofesi.

Ketika ditanya sampai kapan akan mengamen, dia sedikit tersentak dan diam. "Maunya sampai dapat kerja. Kerja dagang aja di pasar induk," lanjut remaja yang semula bercita-cita sebagai pilot tersebut.

Rentan berhadapan dengan hukum

Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait mengungkapkan, anak dengan latar belakang ekonomi menengah ke bawah, seperti Diwa, rentan terhadap kasus anak yang berhadapan dengan hukum.

Dengan latar belakang demikian, terlebih pengawasan orangtua lemah, sang anak menghadapi tantangan hidup sendirian.

Berdasarkan data yang dimilikinya, setidaknya tercatat 788 kasus anak berhadapan dengan hukum. Sebanyak 759 anak laki-laki, sementara 29 perempuan dengan klasifikasi usia paling banyak antara 13 tahun dan 17 tahun dan sebanyak 9 orang berusia 6-12 tahun.

"Kasus yang paling banyak 312 kasus, disusul kekerasan 128 kasus, senjata tajam 119 kasus, narkoba 79 kasus, perjudian 37 kasus, pelecehan seksual 24 kasus, pembunuhan 6 kasus, dan penculikan 2 kasus," paparnya.

Untuk pengamen jalanan, ia setuju dengan langkah pemerintah dengan melakukan langkah represif, memasukkan anak-anak jalanan ke panti dinas sosial.

Menurut Arist, langkah tersebut tidaklah masalah, asalkan, pembinaan di dalam panti tersebut benar-benar dilakukan secara serius.

"Ya harus dibina sesuai spesifikasi mereka. Jangan malah dipidana. Kalau dipidana, mereka akan belajar kriminal lebih canggih lagi," lanjutnya.

Sumber : http://megapolitan.kompas.com/read/2012/07/24/17322062/Nasib.Romusa.Cililitan
Related Posts : arist , berhadapan , cililitan , orang , persimpangan , salah

Tidak ada komentar :

Posting Komentar