Selasa, 07 Juli 2015

Harusnya Pembangunan LRT Tidak Diperdebatkan

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat perkotaan Yayat Supriyatna menilai tidak ada yang keliru dari rencana pembangunan light rail transit (LRT) di Jakarta. Meskipun ide pembangunannya baru muncul belakangan, ia menganggap hal tersebut seharusnya tidak menjadi sesuatu yang diperdebatkan.

Menurut Yayat, dasar hukum untuk pembangunan LRT dapat disinergikan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), yang kemudian bisa disinergikan dengan peraturan daerah (Perda) Tata Ruang.

"Apalagi kajiannya kan juga sudah dibuat oleh PT Pembangunan Jaya dan akan dikembangkan dengan Jakpro. Di sisi lain, hal itu juga akan disinergikan dengan Perda Tata Ruang," kata Yayat saat dihubungi, Senin (6/7/2015).

Dengan demikian, ia menilai yang perlu dilakukan untuk saat ini bukan lagi memperdebatkan soal dasar hukumnya, melainkan bersama-sama melakukan pengawasan agar proyek tersebut bisa selesai tepat waktu dan tidak ada penyelewengan dalam pengguanaan anggarannya.

"Enggak usah ada UU baru, itukan sudah ada di Perda Tata Ruang. Tinggal kontrol dari sisi pendanaan saja. Sikap DPRD itu tinggal dari aspek pengawasan," ujar Yayat.

Kepala Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) Tuty Kusumawati pernah mengatakan bahwa rencana pembangunan LRT bisa tanpa menunggu RTRW (rencana tata ruang wilayah). Yang penting, ujar dia, sudah ada kesepakatan antara eksekutif dan legislatif untuk pembangunan proyek tersebut.

"Kalau untuk LRT sebetulnya sudah ada dasarnya Perda, yakni di Bab 7 halaman 200 dalam RPJMD 2013 sampai 2017, dan Perda Nomor 6 Tahun 2013, itu RPJMD. DPRD dan eksekutif telah bersepakat untuk membangun LRT," kata Tuty, di Balai Kota, Jumat (26/6/2015).

Sebagai informasi, sejumlah kalangan, baik dari anggota DPRD maupun pakar transportasi mempertanyakan dasar hukum pembangunan LRT. Wakil Ketua DPRD Mohamad Taufik mengatakan, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah telah menegaskan bahwa provinsi yang menggunakan Pergub sebagai dasar hukum anggarannya tidak dapat membangun proyek yang baru direncanakan dan menggunakan tahun jamak.

Pada tahun ini DKI Jakarta menggunakan landasan hukum Pergub dalam pengesahan APBD. Dan LRT sendiri merupakan proyek tahun jamak yang ditargetkan mulai tahun ini dan akan selesai pada 2018.

"Dari kajiannya saja, LRT itu belum jelas, apalagi kalau dilihat dari peraturannya. Sudah Pak Ahok (Basuki) jangan terus pencitraan, penyerapan anggarannya baru di bawah 20 persen," kata Taufik.

Sedangkan Sekretaris Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Izzul Waro menganggap LRT tidak bisa dipaksakan dibangun jika belum ada kajian yang matang. Ia menegaskan, Pemprov DKI memerlukan perencanaan serta kajian panjang untuk membangun proyek LRT.

"Mulai dari master plan pelayanan transportasi di Jakarta, uji kelaikan, Detail Enginering Design (DED), pengukuran tarif agar tidak memberatkan subsidi pemerintah dan hal lain yang harus diperhatikan sebelum pembangunan infrastruktur," kata peneliti dari Institut Studi Transportasi (Instran) ini.

Sumber : http://megapolitan.kompas.com/read/2015/07/07/08562951/Harusnya.Pembangunan.LRT.Tidak.Diperdebatkan
Related Posts : anggaran , dasar , disinergikan , dprd , hukum , jakarta , jamak , kajian , lrt , pembangunan , perda , pergub , proyek , rencana , rpjmd , tata ruang , transportasi , tuty , yayat

Tidak ada komentar :

Posting Komentar