Selasa, 30 Juni 2015

Pilih Pakai Kendaraan Pribadi, Pekerja Keluhkan Macet Jakarta

TRIBUN-MEDAN.com, JAKARTA - Hasil survei yang dilakukan oleh Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai Kopi) Universitas Paramadina menyatakan mayoritas pekerja di Jakarta yang berpenghasilan di atas Rp 5 juta enggan menggunakan transportasi umum. Mereka lebih memilih menggunakan mobil pribadi menuju tempat bekerja.

Di sisi lain, para pekerja itu menyadari penyebab utama terjadinya kemacetan di Jakarta adalah tingginya penggunaan mobil pribadi, tentu saja seperti yang mereka lakukan.

"Pekerja tetap memilih menggunakan kendaraan pribadi. Alhasil, kemacetan masih tetap berlangsung. Padahal dari survei yang sama, 51,6 persen pekerja (responden) mengeluhkan kemacetan yang dianggap menjadi pokok persoalan di Jakarta, ketimbang harga kebutuhan pokok dan harga BBM yang mahal," kata pollster Kedai Kopi Hendri Satrio melalui keterangan tertulisnya, Selasa (23/6/2015).

Hendri mengatakan para pekerja enggan menggunakan transportasi umum karena menilai tidak bisa diandalkan. "Layanan transportasi massal masih memiliki kendala dalam hal kecepatan dan kenyamanan," ujar Hendri.

Atas dasar itu, kata Hendri, Kedai Kopi menyatakan sampai sejauh ini kampanye yang digalakan pemerintah agar warga Ibu Kota dan sekitarnya bisa beralih dari penggunaan kendaraan pribadi ke transportasi massal belum berhasil.

Mereka pun merekomendasikan agar pemerintah pusat dan daerah-daerah yang ada di kawasan Jabodetabek bisa saling bersinergi untuk membenahi sarana transportasi umum. "Perlu berbagai terobosan untuk mengurai kemacetan di jalanan Ibu Kota. Sembari membenahi fasilitas transportasi massal, pemerintah juga perlu terus mensosialisasikan pemakaian transportasi massal atau kendaraan yang lebih ramah lingkungan, seperti sepeda," tutur Hendri.

Survei Kedai Kopi dilakukan dalam rangka memperingati HUT ke-488 Kota Jakarta. Pemilihan sampel dilakukan menggunakan metode purposive sampling. Proses pengumpulan data dilaksanakan dari tanggal 26 Mei – 3 Juni 2015 melalui wawancara tatap muka dan menggunakan kuesioner terstruktur.

Sumber : http://medan.tribunnews.com/2015/06/24/pilih-pakai-kendaraan-pribadi-pekerja-keluhkan-macet-jakarta

Senin, 29 Juni 2015

Asyik, pekerja commuter di Jakarta bakal dibuatkan apartemen murah

Merdeka.com - Rutinitas pekerjaan dan jarak rumah ke tempat kerja di ibu kota, kerap membuat para pencari nafkah di DKI Jakarta tak memiliki banyak waktu untuk berkumpul bersama keluarga mereka.

Menyiasati hal tersebut, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), rencananya akan membangun apartemen murah bagi para pekerja tersebut, agar bisa memiliki waktu lebih untuk berkumpul bersama keluarganya masing-masing.

"Banyak orang Jakarta yang lahir di Jakarta, tapi pas dewasa, ketika kerja dan menikah sudah enggak mampu lagi beli rumah di dekat emak bapaknya di kota. Padahal dia harus kerja di Jakarta juga. Inilah yang tersingkir ke pinggiran," ujar Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (26/6).

"Dia mau sewa apartemen, mahal. Mau kos, keluarga kan kalau ngekos enak nggak? Nggak enak kan. Makanya kita bangunin ini," katanya menambahkan.

Ahok mengatakan, penghuni apartemen murah itu nantinya tidak diwajibkan untuk memiliki KTP Jakarta, tapi harus memiliki pekerjaan tetap di Jakarta. Sehingga, para pekerja itu tidak perlu bolak-balik lagi ke rumahnya yang berada di kota-kota satelit sekitar Jakarta.

Dengan konsep ini, Ahok yakin dapat menekan kemacetan di ibu kota, karena salah satu penyebab kemacetan itu sendiri adalah banyaknya orang yang tinggal di luar Jakarta (warga commuter), yang membawa kendaraan pribadinya untuk menuju kantor mereka yang berlokasi di pusat-pusat ibu kota.

Selain itu, dirinya juga sedikit menjelaskan mengenai pola pengaturan penyewaan apartemen murah tersebut, yang nantinya akan dikelola oleh pihak PD Pasar Jaya, dalam hal pengalokasiannya kepada para pekerja di ibu kota tersebut.

"Nanti yang tinggal di situ, nggak apa-apa kalau nggak punya KTP DKI. Asal tinggalnya di daerah sekitar DKI dan kerja di DKI. Bedanya, kalau rusun kan harus KTP DKI," kata Ahok.

"Unit bisnisnya nanti dikelola Pasar Jaya. Mereka sewakan ke pasangan suami istri, asal mereka kerja di Jakarta. jadi khusus buat orang yang bolak-balik ke Jakarta. Dengan cara itu dia hemat, nggak perlu kredit mobil, nggak habisin bensin, waktu, kurangin macet, dan kehidupan keluarga akan lebih baik. Apalagi secara ekonomi juga bagus, karena mereka bisa belanja di pasar rakyat yang akan dibangun juga di apartemen murah itu," pungkasnya.

Diketahui, guna mendukung wacana tersebut, rencananya Pemprov DKI akan segera membangun 12 tower apartemen murah tersebut, dengan total 2.000 unit apartemen di sejumlah wilayah di DKI Jakarta.

Sumber : http://www.merdeka.com/jakarta/asyik-pekerja-commuter-di-jakarta-bakal-dibuatkan-apartemen-murah.html

Jumat, 26 Juni 2015

Pekerja Profesional Lebih Pilih Taksi Ketimbang TransJakarta

Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dinilai belum berhasil membenahi lalu lintas di ibu kota. Diperlukan berbagai terobosan untuk membenahi dan mengurai kemacetan yang masih terus terjadi setiap harinya.

Hasil survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) menyebutkan, mayoritas pekerja profesional di Jakarta lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi ke tempat kerjanya daripada menggunakan kendaraan umum.

"Pilihan pemakaian transportasi ini merefleksikan kurang berhasilnya kampanye untuk beralih ke transportasi massal," kata juru bicara KedaiKOPI Hendri Satrio dalam keterangan tertulisnya.

Sebanyak 80,4 persen responden lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Sementara 13,6 persennya memilih menggunakan kendaraan umum.

Dalam keadaan tertentu, responden juga menggunakan kendaraan umum menuju kantornya. Pilihan utama responden dari hasil survei ini adalah taksi (56,4 persen). Sedangkan bus Transjakarta yang selama ini diandalkan Pemprov DKI Jakarta hanya digunakan oleh 14 persen responden. Kereta api yang menjadi moda angkutan antimacet digunakan oleh 13,6 persen responden. (Baca juga: Dikritik Soal Ojek, Ahok Minta Organda Benahi Diri)

Sisanya responden mengaku menggunakan kendaraan umum jenis bus umum (6 persen), ojek (4,8 persen) bajaj (0,8 persen), sepeda (0,8 persen). "Taksi dianggap kendaraan umum paling nyaman ketimbang transportasi massal seperti Transjakarta atau bus umum," kata Hendri.

Hasil survei ini menunjukan, layanan transportasi massal yang diberikan oleh Pemprov DKI Jakarta selama ini masih bermasalah. Soal kecepatan dan kenyamanan masih jadi kendala sehingga pekerja tetap menggunakan kendaraan pribadi. (Baca juga: Kecelakaan Transjakarta, Ahok: Ganti Semua Busnya!)

Dengan survei ini, KedaiKOPI merekomendasikan pemerintah pusat dan daerah harus terus membenahi lalu lintas di Jakarta. Selain butuh berbagai terobosan untuk mengurai kemacetan, Pemprov DKI juga diharapkan untuk membenahi fasilitas transportasi massal. "Pemerintah perlu terus mensosialisasikan pemakaian transportasi massal atau kendaraan yang lebih ramah lingkungan seperti sepeda," kata Hendri.

Survei dilakukan pada 250 responden yang bekerja di kawasan Sudirman, Thamrin dan Rasuna Said. Pemilihan responden berdasarkan karakteristik berpenghasilan di atas Rp 5 juta, punya mobil, punya latar belakang pekerjaan di salah satu unit usaha, seperti perbankan/pialang saham/akuntan/jasa keuangan (asuransi, kartu kredit, pembiayaan konsumen, dan perusahaan sekuritas); dan punya jabatan sekurang-kurangnya asisten manager/sederajat.

Para pekerja yang menjadi responden ini menganggap kemacetan menjadi pokok persoalan (51,6 persen), ketimbang harga kebutuhan pokok dan harga BBM yang mahal.

Sumber ; http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150624143538-20-62104/pekerja-profesional-lebih-pilih-taksi-ketimbang-transjakarta/

Kamis, 25 Juni 2015

Jalur Lingkar Layang Kereta Api Atasi Kecelakaan, Kemacetan di Jakarta

JAKARTA— Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna, menilai upaya pemerintah membangun jalur lingkar layang bagi kereta api adalah langkah yang tepat untuk menghindari kecelakaan di rel kereta yang sering terjadi.

PT Kereta Api Indonesia mengatakan sedikitnya ada sekitar 1.000 perlintasan kereta api liar yang berjalan tanpa rambu atau penjaga sehingga sangat berpotensi menimbulkan bahaya bagi pengguna jalan.

Pemerintah menyatakan akan membuat jalur layang untuk kereta api yang melingkari kota Jakarta, dengan panjang 26 kilometer lebih.

Pembangunan jalur lingkar ini, tambah Yayat, juga merupakan salah satu solusi kemacetan Jakarta.

"Jadi kita berharap bahwa pembangunan loopline ini adalah satu bentuk percepatan untuk mengatasi masalah kemacetan. Yang kedua yang juga kita dorong adalah aspek keselamatan, bahwa dengan dihapuskannya persimpangan sebidang, dibangunnya loopline akan mampu meningkatkan kapasitas, dalam arti pelayanannya lebih dimaksimalkan," ujarnya, Selasa (23/6).

"Keselamatan penduduk di kiri kanan atau dekat rel juga bisa semakin kita hindarkan. Juga yang paling penting adalah bagaimana upaya-upaya meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tidak merusak sarana yang sudah ada."

Yayat menambahkan pembangunan jalur layang kereta api juga harus dapat mendorong masyarakat untuk menggunakan transportasi massal yang cepat. Meski demikian, dia meminta agar pembangunan konsep jalur layang ini tidak hanya dilihat dari sisi struktur jaringannya saja tetapi harus didukung aspek tata ruang.

"Saatnya menjadikan angkutan massal sebagai solusi kemacetan. Misalnya tadi dikatakan (kereta) antara bandara dengan Manggarai itu harus dipercepat. Kemudian bagaimana lingkar Jakarta, Jabodetabek segera harus dioptimalkan," ujarnya.

"Kita tahu hampir ada 20 kota baru di sekitar Jakarta ini yang kelihatannya harus didukung pembangunan jalur kereta api. Karena terus terang saja ini pergerakannya sangat cepat dari waktu ke waktu."

Direktur Jenderal Perkeretaapian di Kementerian Perhubungan, Budhi Muliawan mengatakan, Jakarta akan memiliki jalur lingkar (loopline) lebih dari satu, yakni jalur lingkar dalam dan luar dengan anggaran Rp 9 trilun.

Pihaknya, menurut Budhi, berupaya mempercepat penyelesaian pembangunan jalur lingkar layang ini. Selain itu, dalam pembangunan jalur lingkar layang itu juga akan disediakan peron sepanjang 200 meter untuk 10 gerbong.

"Kalau sesuai rencana itu sampai 2018. Tetapi kalau itu dipercepat dan pihak investor juga sangat bergairah, dalam waktu tiga tahun bisa selesai semuanya," ujarnya.

Sumber : http://www.voaindonesia.com/content/jalur-lingkar-layang-kereta-api-atasi-kecelakaan-kemacetan-jakarta/2834995.html

Rabu, 24 Juni 2015

Busway Gagal, Tak Menarik Bagi Warga Kelas Menengah Atas

TEMPO.CO , Jakarta: Gubernur Jakarta Basuki Purnama, DPRD dan jajaran Dinas Perhubungan gagal menarik minat warga kelas menengah atas menggunakan busway atau angkutan umum. Hal itu tercermin dari survei yang dilakukan Kedai KOPI.

"80,4 persen responden lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi dari pada kendaraan umum. Mereka yang naik angkutan umum hanya 13,6 persen dan 6 persen tidak menjawab," tutur juru bicara Kedai KOPI, Hendri Satrio, ketika dihubungi Tempo, Selasa, 23 Juni 2015.

Survei yang dilakukan Kedai Kopi dilakukan 26 Mei-3 Juni 2015. Tim peneliti mewawancarai 250 responden, warga kelas menengah atas Jakarta.

Responden beralasan menggunakan mobil pribadi, karena belum ada transportasi massal yang bisa memberikan rasa aman, cepat dan nyaman bagi masyarakat.

Ketika terpaksa tidak dapat membawa mobil pribadi, responden lebih memilih menggunakan taksi (56,4 %) dibandingkan menggunakan transportasi umum lainnya. Seperti bus Transjakarta (14 %); kereta api (13,6 %); bus umum (6 %); ojek (4,8 %); bajaj (0,8 %), dan sepeda (0,8 %).

Dari hasil survei tersebut, kata Hendri, pemerintah belum mampu menyediakan sarana transportasi massal yang memenuhi harapan masyarakat.

Selain itu, preferensi masyarakat menengah atas yang condong menggunakan taksi menunjukkan kurang berhasilnya pemerintah untuk mengajak warganya menggunakan transportasi massal seperti busway atau kereta api. "Dampak yang paling terasa adalah kemacetan. Padahal kalangan profesional kata dia lebih mempersoalkan kemacetan dibndingkan kenaikan harga kebutuhan pokok dan bahan bakar minyak," tuturnya.

Hendri meminta Pemerintah DKI fokus pada pembangunan transportasi massal bagi kota-kota pinggiran Jakarta, seperti Bekasi, Depok, Tangerang, dan Bogor. Padahal banyak dari masyarakat yang bekerja di Jakarta tinggal di daerah-daerah tersebut.

"Transportasi massal seperti bus ataupun kereta api kerap tak tepat waktu," kata Ari Faisal Ahmad Sitompul, karyawan Bank Bukopin di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta.

Pria berusia 28 tahun ini, lebih memilih mengeluarkan uang Rp 200 ribu per minggu untuk membeli bensin dan bayar tol dibandingkan harus berdesakan di dalam Commuter Line atau bus.

Pria yang tinggal di Perumahan Galaxy, Bekasi, Jawa Barat ini, menuturkan rela berangkat sebelum pukul 06.00 agar tak terjebak macet di jalan tol dalam kota maupun harus berdesakan di dalam Commuter Line maupun bus.

"Saya masih belum terlalu percaya untuk naik bus karena masih sering terjebak macet kendati bus yang digunakan masih baru," tuturnya.

Sumber : http://metro.tempo.co/read/news/2015/06/24/083677852/busway-gagal-tak-menarik-bagi-warga-kelas-menengah-atas

Selasa, 23 Juni 2015

HUT Ke-488 Jakarta, Kenyamanan Transportasi Jadi Sorotan Warga

JAKARTA, KOMPAS.com — Waktu untuk berbuka puasa masih beberapa jam. Namun, sejumlah ruas jalan di sepanjang Jalan Jenderal Sudirman ke arah Semanggi dan Blok M sudah terpantau padat pada Senin (22/6/2015) sore. Kemacetan hampir selalu tidak terhindarkan dari rutinitas di Jakarta, tidak hanya saat menjelang berbuka puasa pada bulan ini.

Bagi Ninies, beraktivitas di Jakarta ibarat berada di ring tinju, terlebih saat berurusan dengan kemacetan arus lalu lintas. Tak jarang, ia menjadi frustrasi menghadapi sekelumit masalah transportasi di Ibu Kota.

Menurut dia, Jakarta yang sedemikian besar masih belum didukung oleh fasilitas transportasi umum yang memadai.

"Tetapi, adakalanya Jakarta membuat gue jadi pemenang dalam pertempuran melawan kemacetan, kereta yang ngaret, taksi yang penuh terus, atau metromini dan kopaja yang miring ke kiri saking penuhnya," kata Ninies kepada Kompas.com, Senin siang.

Bahkan, kata dia, fenomena ojek yang semakin berkembang di Jakarta mencerminkan betapa buruknya sistem transportasi umum yang ada saat ini. Banyak orang mau tak mau menggunakan ojek karena ingin lebih cepat sampai tujuan dan praktis membelah kemacetan di Jakarta.

"Kenyamanan (transportasi) Jakarta sepertinya memang akan terus jadi ring pertaruhan. Tetapi, ya karena emang transportasi publik kita masih berantakan banget ya, ojek bisa jadi penolong, dalam tanda kutip," kata Ninies.

Tak hanya kenyamanan, keamanan di dalam moda transportasi umum juga disuarakan oleh warga Jakarta. Menurut Sandi, meski kasus pelecehan seksual sudah terbilang berkurang terjadi di angkutan umum, hal itu tidak serta-merta membuat warga menjadi nyaman dalam menggunakan angkutan umum.

"Pencopetan dan ramainya pengamen atau pengemis di atas kopaja bikin kita yang naik jadi khawatir juga loh, apalagi tuh yang ngamen maksa-maksa. Masih sering terjadi kayak gitu," kata Sandi yang tengah menunggu kopaja di kawasan Kebon Sirih, Senin siang.

Sandi berpendapat, seharusnya ada sebuah paguyuban yang mampu memberdayakan para pengamen maupun pengemis tersebut agar lebih bermanfaat bagi ibu kota Jakarta.

Senada dengan Ninies, Marina juga melihat sektor transportasi di Jakarta masih jauh dari memuaskan. Sebab, banyak orang, termasuk dia, merasa belum nyaman menggunakan transportasi publik, khususnya pada kereta rel listrik (KRL), disebabkan masalah teknis yang sering terjadi.

"Kereta api jangan terlalu sering gangguan begitu dong. Jadi, orang-orang kan tidak nyaman ya," kata Marina kepada Kompas.com, Senin (22/6/2015).

Pekerja kantoran yang tinggal di Menteng ini pun berharap PT KCJ sebagai pengelola KRL tidak cuek dengan masalah-masalah teknis yang semakin sering menggerogoti moda transportasi yang banyak digunakan warga itu.

Di sisi lain, Thomas mengapresiasi Pemerintah DKI yang konsisten membenahi transjakarta agar bisa menjadi moda transportasi utama masyarakat Jakarta. Thomas bahkan merasa terakomodasi dengan layanan transjakarta yang beroperasi hingga 24 jam.

"Saya lebih sering bekerja pada malam hari. Sebelum adanya transjakarta yang amari (angkutan malam hari), pengeluaran saya menjadi bolong hanya karena ongkos ojek pulang ke rumah," kata Thomas yang tinggal di kawasan Senen.

Hanya saja, Thomas juga merasa tingkat keamanan di jalanan Jakarta masih harus diperbaiki, terutama pada malam hari.

Sumber : http://megapolitan.kompas.com/read/2015/06/22/16583801/HUT.Ke-488.Jakarta.Kenyamanan.Transportasi.Jadi.Sorotan.Warga

Senin, 22 Juni 2015

Go-Jek dan perebutan pasar jasa transportasi ibu kota

Merdeka.com - Beberapa waktu lalu, jagat media sosial dihebohkan kejadian 'pertarungan' antar tukang ojek. Pengendara go-jek diberhentikan tukang ojek pangkalan saat mengambil penumpang di 'wilayah kekuasaan' mereka.

Kejadian ini memberi gambaran nyata kerasnya persaingan di bisnis sektor transportasi. Angkutan kota (angkot), bus Transjakarta, metromini, taksi, hingga tukang ojek berlomba-lomba menguasai pasar penumpang. Pelbagai cara dilakukan demi menambah daftar pelanggan.

Dibutuhkan strategi bisnis jitu sebagai kunci utama memenangkan persaingan. Sistem baru dan modern mengandalkan teknologi yang diusung Go-Jek atau Grab-Bike, bertarung dengan sistem atau metode tradisional.

Tak perlu menelepon atau menunggu di pinggir jalan. Hanya dengan sentuhan jari di layar ponsel, pengendara berjaket hijau siap menjemput di depan pagar rumah atau kantor. Aplikasi di telepon pintar atau smartphone, terbukti mampu memanjakan konsumen mengakses transportasi yang siap membelah kemacetan Jakarta.

Dengan menyandang nama Go-Jek atau Grab Bike, tukang ojek naik kelas. Mereka merasa bisnis di bidang jasa, termasuk yang dijalaninya, semakin dibutuhkan warga Jakarta yang sudah jenuh dan habis kesabarannya menghadapi kronisnya kemacetan.

"Untuk dalam kota memang kami bisa menjadi andalan. Selain bisa cepat dan bisa tembus kemacetan. Jakarta ini kan identik dengan macet, makanya kami hadir untuk memudahkan penumpang," ujar pengendara Gojek, Saiful (45) kepada merdeka.com di Jakarta, Rabu (17/6).

Dari penuturannya, kelebihan dari sistem ojek baru ini bisa terlihat dari tarif yang terbuka pada penumpang. Tarifnya Rp 24.000 per enam kilometer. Setelah itu, penumpang akan diberikan tarif Rp 4.000 per kilometer. Tidak heran jika kehadiran mereka belakangan ini mendapat 'perlawanan' dari tukang ojek pangkalan. Sebab, tarif yang ditawarkan cenderung lebih murah. Ojek konvensional biasanya menetapkan tarif tinggi untuk jarak yang hanya 3 kilometer. Tarifnya bisa mencapai Rp 30.000-40.000.

Hasil yang dikantongi pengendara Go-Jek pun terbilang cukup tinggi. Rata-rata dalam sehari mereka bisa mengantongi Rp 300.000-400.000. Jika rajin, hasilnya bisa lebih dari itu. Wajar saja jika pendapatan mereka cukup besar mengingat selain antar penumpang, jasa pengendara Go-Jek kini banyak dimanfaatkan untuk mengantar barang.

"Pendapatan segitu biasanya kalau lagi ramai penumpang. Kalau tidak ada apa-apa dapatnya Rp 100.000. Kita tidak punya jam kerja, kalau mau dapet banyak ya bisa operasi terus. Apabila sudah cukup uangnya boleh selesai," kata dia.

Tidak dipungkiri, Go-Jek atau Grab Bike cukup berhasil mencuri sebagian pasar yang selama digarap ojek pangkalan atau angkutan umum perkotaan. Salah satu pengendara ojek pangkalan, Agus (32) mengakui pasar penumpangnya diambil pengendara Go-Jek atau Grab Bike. Mereka seolah tergusur, area pergerakan ojek pangkalan pun akhirnya semakin sempit.

"Penumpang kami kecil hanya sebatas perumahan. Go-Jek kan sudah banyak wilayah yang bisa dijangkau,' kata Agus.

Tidak hanya ojek konvensional yang mulai kehilangan pasar. Pengendara taksi, Tedy Gunawan (42) juga mengakui hal sama. Berkurangnya konsumen mereka berimbas ke pendapatan. Dari penuturan Tedy, pendapatannya kini berkurang hampir 20 persen.

"Memang kami agak berkurang pendapatan sejak ada gojek. Namun, tidak terlalu signifikan. Biasanya kami bisa dapat Rp 600.000-700.000 per hari sekarang jadi Rp 500.000 per hari," kata dia ditemui terpisah.

Meski persaingan di pasar transportasi publik semakin keras, Tedy tidak memandang Go-Jek atau Grab Bike sebagai ancaman dan lawan. Salah satunya karena target pasar taksi berbeda dengan mereka.

Go-Jek dan Grab Bike diakui memiliki keunggulan tersendiri dan sangat dibutuhkan konsumen dengan tingkat mobilitas tinggi di dalam kota. Namun taksi memiliki keunggulan dan diyakini tetap jadi pilihan konsumen untuk perjalanan jarak jauh.

"Kami memiliki armada lebih banyak. Itu jadi keunggulan kami. Kami sebenarnya tidak mau disaingi Go-Jek. Karena kami beda dengan mereka. Mereka kan lebih mengambil pasar ojek biasa. Kalau kami kan ambilnya pasar bus umum dan angkutan umum biasa. Kami jauh lebih unggul," ucapnya.

Sumber : http://www.merdeka.com/uang/go-jek-dan-perebutan-pasar-jasa-transportasi-ibu-kota.html

Jumat, 19 Juni 2015

GO-JEK Bayar Rp 10 Ribu, GrabBike Rp 5 Ribu, Pilih Mana?

Liputan6.com, Jakarta - Fenomena reservasi ojek online jadi fenomena bagi warga Ibu Kota. Untuk menyedot perhatian konsumen, khususnya yang berada di Jakarta, GO-JEK dan GrabBike pun punya jurus dengan menyediakan promo menarik.

Dimulai dari GO-JEK, layanan yang lekat dengan warna hijau ini punya program "CEBAN MENJELANG RAMADHAN". Sesuai namanya, sang pemesan hanya perlu bayar Rp 10 ribu untuk menikmati jasa antar-jemput dengan ojek.

Dijelaskan, program ini berlaku untuk layanan GO-Jek, yakni Instant Courier, Shopping, Transport dan GO-FOOD. Untuk ketentuannya, promo GO-JEK ini tidak berlaku di Jakarta saat rush hour (Senin-Jumat pada pukul 16.00-19.00). Jarak maksimum ini 25 kilometer.

Selain di Jakarta, promo Rp 10 ribu dari GO-JEK ini turut tersedia di Bandung, Bali, dan Surabaya.

Nikmat bener dah naek @gojekindonesia cuma ceban ampe bintaro👍👍 semoga bertahan lama dah GoJek👍👍 pic.twitter.com/VWqF9NU3L2

— #BerharapRidhoMU (@MuhammadAboe) June 16, 2015
Sementara layanan lainnya, GrabBike, tak mau ketinggalan. Mereka punya "Goceng Go Anywhere dengan GrabBike".

Beda dengan GO-JEK yang disediakan menjelang Bulan Ramadan, GrabBike sengaja mengadakan promosi ini untuk merayakan ulang tahun pertama GrabTaxi.

Layanan yang berlaku pada 11-17 Juni ini hanya mematok tarif Rp 5 ribu untuk mengantar pelanggan ke wilayah Jakarta.

"Perlu nembus kemacetan Jakarta tapi bingung gimana secara duit di dompet tinggal goceng alias Rp 5.000? Gak usah khawatir! Mulai hari ini, cukup dengan bayar GOCENG atau Rp 5.000 aja, kamu bisa Nge-Bike kemana aja di Jakarta! Asik kan? Tunggu apa lagi, ayo pakai GrabBike sekarang!" Demikian bunyi pesan promosi GrabBike. Untuk syarat layanannya hanya berlaku untuk tujuan Jakarta (Barat, Pusat, Selatan, dan Utara).

Krna pesen utk diri sendiri udh mainstream, akhirnya pesenin buat sodara yg mau menembus kemacetan dgn promo GOCENG😍 pic.twitter.com/t2Z0FcMJpJ

— TFH† (@talitafh) June 12, 2015
Kedua layanan reservasi ojek ini memang menjadi alternatif pilihan warga Jakarta untuk mendapatkan moda transportasi yang aman, cepat, dan murah. Bahkan, seorang pengguna merasa lebih nyaman mengguankan ojek online ketimbang yang konvensional.

"Kalau dikasih pilihan taksi atau ojek (konvensional) pilihannya tentu taksi, tapi kalau ada GO-JEK, saya pilih itu," kata seorang karyawan swasta, Adit. Ia menuturkan, telah beberapa kali menggunakan layanan tersebut, mulai dari jasa antar hingga kirim barang.

Jadi pilih mana? GO-JEK atau GrabBike?

Sumber : http://otomotif.liputan6.com/read/2253141/go-jek-bayar-rp-10-ribu-grabbike-rp-5-ribu-pilih-mana

Kamis, 18 Juni 2015

Kontroversi Go-Jek...

JAKARTA, KOMPAS.com — Masyarakat Jakarta merasa dimudahkan dengan kehadiran jasa Go-Jek. Angkutan penumpang yang mengandalkan sepeda motor itu menggunakan aplikasi dalam smartphone untuk menjaring pelanggannya. Tinggal klik, tukang ojek dengan seragam dan helm hijau akan langsung menuju tempat si pelanggan jasa antar tersebut.

Soal tarif, tak perlu khawatir. Dalam aplikasi Go-Jek, si pelanggan bisa mengetahui tarif yang harus dibayarkan sesaat sebelum memesan jasa antar itu. Dengan segala kepraktisan itu, Go-Jek langsung mendapat perhatian masyarakat Jakarta.

Jagat dunia maya, mulai dari anak sekolah, anak kuliahan, orang kantoran, hingga Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pun membicarakan fenomena Go-Jek.

Bagi pengamat kebijakan publik Agus Pambagio, kehadiran Go-Jek merupakan realitas menarik, tetapi juga kontroversial. Pasalnya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kendaraan roda dua bukanlah angkutan umum.

"Munculnya ojek atau Go-Jek jelas itu karena negara tidak ada. Ojek itu bukan angkutan umum, dasar hukumnya jelas," ujar Agus di Jakarta, Rabu (17/6/2015).

Dia menjelaskan, secara penggunaan aplikasi, Go-Jek tak melanggar UU Informasi dan Transaksi Elektronik. Namun kata dia, jika melihat UU Lalu Lintas dan Angkutan Umum, maka Go-Jek bisa dikatakan ilegal kerana masuk ranah transportasi.

Agus tak menampik kehadiran Go-Jek sangat membantu masyarakat ibu kota, terutama untuk memecah kepadatan lalu lintas Jakarta yang tentu saja membuat jengkel. Bahkan, Agus memuji terobosan yang dilakukan Go-Jek adalah terobosan yang cantik.

Namun, sayangnya, kata dia, kecantikan terobosan Go-Jek itu menabrak aturan. Oleh karena itu, lanjut Agus, satu-satunya jalan melegalkan Go-Jek ya dengan merevisi UU Nomor 22 Tahun 2009 atau membuat aturan khusus. (Baca: Ojek Bukan Angkutan Umum)

Sementara itu, pengamat transportasi Djoko Setijowarno juga mengungkapkan hal yang tak jauh berbeda dengan pendapat Agus. Namun, dia lebih menyoroti Go-Jek sebagai badan usaha. "Nah, kalau badan usaha kan harus pelat kuning. Bayar pajak gimana coba dia? Bayar retribusi ke daerah enggak? Taksi kan bayar pajak, mereka enggak bayar pajak dong?" kata Djoko.

Menurut Djoko, pengakuan Go-Jek yang menyatakan bukan bisnis transportasi, tetapi bisnis aplikasi, hanya alasan. Pasalnya, kata dia, secara aturan jelas bahwa kehadiran Go-Jek bertentangan dengan UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

"Di undang-undang kan minimal angkutan umum roda tiga. Bajaj termasuk, tapi itu pun harus uji tipe, uji kir, ini kan untuk keselamatan juga. Sepeda motor gimana uji kir? Berarti kan tidak ada asuransi kan," ucap dia.

Di tengah fenomena dan kontroversinya itu, kehadiran Go-Jek barangkali memberikan alternatif angkutan yang cepat dan murah bagi masyarakat Ibu Kota. Bahkan, bisa jadi, kehadirannya mencambuk pemerintah yang juga memiliki kewajiban menyediakan angkutan umum untuk masyarakatnya.

Ya, seperti diamanatkan UU yang menyebutkan angkutan roda dua bukanlah angkutan umum. UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Sumber : http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/06/18/094700726/Kontroversi.Go-Jek

Rabu, 17 Juni 2015

Naik Go-Jek Kini Harus Kucing-kucingan

JAKARTA, KOMPAS.com — Perselisihan dengan pengemudi ojek reguler berdampak pada aksi kucing-kucingan dari para pengemudi Go-Jek. Mereka terpaksa menghindari ojek reguler yang tengah mangkal demi menghindari konflik.

Beberapa di antaranya menyembunyikan jaket hijau bertulisan Go-Jek di bagian punggung.

Aksi ini mengundang rasa tidak nyaman bagi para penumpang Go-Jek. Nanien Yuniar (26), salah seorang penumpang setia Go-Jek, sempat mengalami kebingungan ketika Go-Jek yang dipesannya memberi tahu telah tiba di lokasi pemesannya. Namun, ia tidak melihat tanda-tanda Go-Jek-nya tiba.

Rupanya, pengemudi Go-Jek yang dipesannya sengaja menyembunyikan jaketnya. Hal ini karena ia merasa tidak enak dengan beberapa pengemudi ojek reguler yang sedang berada di sekitar situ.

"Abangnya bilang takut karena ada kejadian pemukulan yang ramai di media," kata Nanien kepada Kompas.com, Senin (15/6/2015).

Alhasil, gadis berjilbab itu butuh waktu lama untuk mengenali Go-Jek yang ia pesan. Ia baru mengetahui Go-Jek-nya dari helm hijau bertulisan Go-Jek yang diletakkan pengemudi di motornya.

"Abangnya baru pakai jaketnya lagi setelah di tengah perjalanan," cerita Nanien.

Hal yang serupa juga dialami oleh Tia (27), karyawan swasta di kawasan Senayan. Baru-baru ini, ia memesan Go-Jek di dekat Jakarta Convention Center, lalu pengemudi Go-Jek memintanya untuk bertemu di tempat yang cukup jauh dari sana.

"Si abangnya nyuruh nunggu jauh dari sana, biar jauh dari pangkalan ojek. Jadi malah terkesan kayak ngumpet-ngumpet," kata dia.

Ia pun terpaksa berjalan jauh untuk mencapai tempat si pengemudi Go-Jek. Namun, ia mengakui, hal itu lebih baik daripada terjadi konflik antara pengemudi Go-Jek dan ojek reguler.

Pengguna jasa Go-Jek lainnya, Septi (25), mengaku harus lebih berhati-hati dalam memesan Go-Jek. Ia mengusahakan tempat pemesanannya yang jauh dari pangkalan ojek reguler.

"Makanya saya kalau pesan Go-Jek di dekat pos polisi atau tempat yang ramai gitu supaya enggak ada ribut-ribut," kata dia.

Sumber : http://megapolitan.kompas.com/read/2015/06/15/08425471/Naik.Go-Jek.Kini.Harus.Kucing-kucingan

Selasa, 16 Juni 2015

Anggaran Melimpah, Jakarta Serius Bangun LRT Sendiri

Jakarta - Dengan kondisi anggaran daerah yang melimpah, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta serius memantapkan rencananya untuk membangun transportasi publik kereta ringan cepat atau light rail transit (LRT) tanpa melibatkan pihak ketiga.

Pemprov DKI memutuskan akan membangun LRT dengan kemampuan sendiri, dengan menggunakan anggaran dalam APBD DKI Jakarta.

Untuk menunjukkan keseriusannya, Pemprov pun membentuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) LRT. Tidak hanya itu, Kepala BLUD LRT pun telah dipilih yaitu Kepala Suku Dinas Perhubungan dan Transportasi Jakarta Timur, Benhard Hutajulu.

Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama menegaskan Pemprov DKI sangat serius membangun transportasi berbasis rel. Dia meyakini, transportasi berbasis rel, selain dapat menempuh jarak jauh dengan cepat, juga dapat mengangkut penumpang jauh lebih banyak daripada transportasi berbasis bus rapid transit (BRT).

“Tidak hanya itu, LRT juga dapat diperkirakan mengurangi kemacetan di Jakarta sebanyak 30 persen,” kata Basuki di Balai Kota DKI, Jakarta, Selasa (16/6).

Selama Jakarta dalam kepemimpinannya, mantan Bupati Belitung Timur ini berkomitmen untuk terus membangun infrastruktur untuk transportasi publik.

Melihat Kota Jakarta tidak mungkin menambah jalan baru karena keterbatasan lahan, maka infrastruktur jalan baru yang dibangun harus berbentuk jalan layang.

Namun, jalan layang yang akan dibangun ini tidak akan diperuntukkan sebagai perlintasan mobil, melainkan transportasi berbasis rel, baik itu LRT, mass rapid transit (MRT) maupun kereta rel listrik (KRL).

“Kita akan bangun terus infrastrukturnya. Jakarta nggak mungkin bikin jalan baru, harus bikin jalan layang. Tapi jalan layangnya bukan untuk mobil melainkan untuk transportasi berbasis rel,” ujarnya.

Untuk mewujudkan pembangunan LRT, Basuki telah membentuk BLUD LRT melalui Peraturan Gubernur tentang Pembentukan BLUD LRT yang telah ditandatanganinya pada awal Juni ini.

Selain itu, dia akan melibatkan PT Adhi Karya untuk menyiapkan pembangunan jalan layang untuk LRT. Kemudian, pihak swasta dan BUMD DKI akan mengikuti proses lelang untuk menyiapkan keretanya.

Beberapa BUMD DKI Jakarta akan ikut lelang dalam pembangunannya. Diantaranya yakni PT Jakarta Propertindo (Jakpro) dan PT Pembangunan Jaya.

Pemprov DKI Jakarta juga akan menggelar lelang khusus untuk sistem pengoperasian kereta dalam kota ini. Pembangunan moda transportasi berbasis rel ini rencananya akan dibagi menjadi tujuh koridor. Total panjang rel mencapai 70 kilometer.

Untuk pembangunan rel memerlukan dana sekitar Rp 35 triliun. Ditargetkan, LRT dapat beroperasi pada tahun 2019 mendatang.

“Jadi kita sudah siapkan BLUD, tahun ini mau ground breaking. Kita akan gabung dengan Adhi Karya siapkan semua jalan layang buat kereta api ringan, lalu swasta dan BUMD silahkan lelang siapkan keretanya,” jelasnya.

Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta, Tuty Kusumawati mengatakan gagasan pembangunan LRT sudah sejak lama direncanakan oleh Pemprov DKI.

Awalnya, pembangunan LRT diserahkan kepada pihak ketiga sebagai investor selaku pengembang, yakni PT Jakarta Monorail (JM) dengan proyeknya membangun LRT bernama Monorel Jakarta.

Namun, proyek itu telah mangkrak sekitar tujuh tahun. Hingga saat ini upaya Pemprov DKI untuk menghidupkan kembali pembangunan monorel belum membuahkan hasil yang menggembirakan.

“Selain itu, pembahasan LRT kan sudah ada di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2012-2017. Jadi kalau ditetapkan sebagai salah satu moda transportasi yang mau dikembangkan, ya Pemprov DKI harus terlibat,” kata Tuty.

Sebab, lanjutnya RPJMD DKI 2012-2017 merupakan amanat pembangunan Kota Jakarta yang disepakati bersama eksekutif dan legislatif.

“Jadi RPJMD itu bukan sesuatu yang tiba-tiba diadakan, melainkan amanat yang disepakati eksekutif dan legislatif. Yang kemudian dituangkan dalam bentuk peraturan daerah,” tegasnya

Sumber : http://www.beritasatu.com/megapolitan/282950-anggaran-melimpah-jakarta-serius-bangun-lrt-sendiri.html

Senin, 15 Juni 2015

Inovatif! Squee Mobile App Juarai Lomba Jakarta Urban Challenge 2015

Jakarta - Tiga ide dari inovator muda terpilih bertanding dalam kompetisi Jakarta Urban Challege untuk mencari solusi efektif bagi mobilitas dan transportasi di Jakarta. Satu diantaranya yang dinilai paling inovatif dalam mengatasi kemacetan Ibu Kota dipilih menjadi pemenang.

"Juri memilih 3 finalis yang dianggap paling inovatif dan memberi solusi baru. Juara 1 mendapat 10 ribu dollar, juara 2 mendapat 6 ribu dollar dan juara 3 mendapat 4 ribu dollar," ujar Chairmant New Cities Foundation Jhon Rossant saat mengumumkan pemenang lomba di Ciputra Artwork, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (10/6/2015).

John mengumumkan, Squee Mobile App sebagai pemenang pertama Jakarta Urban Challenge. Kelompok ini meluncurkan sebuah aplikasi pemberi saran rute perjalanan yang lebih singkat dan bebas kendaraan bermotor bagi pejalan kaki dan pengendara sepeda. Nantinya, kendaraan-kendaraan bermotor ini juga bisa diarahkan melewati kampung-kampung perkotaan Jakarta.

"Dengan pendekatan kota Jakarta, Squee menggabungkan kampung-kampung perkotaan dengan sistem transportasi. Kami percaya, rute jalan tikus kami lebih singkat dan bebas kendaraan bermotor lewat kampung-kampung," kata salah satu anggota Squee, Arlene Nathania kepada wartawan.

Pemenenang kedua ditempati oleh kelompok Jalan Aman (Safe Passage) yang mengeluarkan aplikasi mobile berfokus pada keamanan dari komuter wanita di Ibu Kota. Mereka juga dapat berbagi informasi mengenai lokasi dan melapor bila mengalami tindak kejahatan kepada sesama pengguna.

John menilai aplikasi ini sangat berguna terutama bagi para komuter di kota-kota besar yang memiliki mobilitas tinggi. "Ini proyek yang bagus," kata Newyorker tersebut saat memberikan komentarnya.

Pemenang ketiga jatuh kepada Cyclist Urban System. Kelompok ini meluncurkan aplikasi bagi pengendara sepeda di Jakarta, di mana mereka dapat memarkir sepedanya, berganti pakaian, membeli minuman, memperbaiki sepeda, informasi rute dan masih banyak lagi.

Menurut John aplikasi ini bermanfaat untuk mendorong warga di Jakarta beralih ke sepeda sebagai kendaraan alternatif. Selain sehat, juga bisa membantu mengurangi polusi udara dari gas karbondioksida.

Hal ini sejalan dengan tujuan dari diadakannya lomva Jakarta Urban Challege agar dapat memperbaiki kemacetan, mengurangi emisi dari efek rumah kaca, mengurangi polusi udara dan memperbaiki keamanan serta aksesibilitas.

Adapun penjurian dilakukan oleh tim dari New Cities Foundation dan Connect4Climate. Mereka terdiri dari Country Manager International Finance Corporation Yuan Xu, Ketua Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan DKI Sarwo Handayani, Ketua New Cities Foundation John Rossant, Deputi Gubernur untuk Industri, Perdagangan dan Transportasi DKI Sutanto Soehodho, Kepala Deputi Metropolitan Kompas Muda Neli Triana serta Pemenang Nobel Perdamaian dan Pendiri Grameen Bank Muhammad Yunus.

Hadir pula dalam pengumuman pemenang lomba sekaligus untuk menutup rangkaian kegiatan New Cities Summit Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama (Ahok). Selama pengumuman berlangsung, Ahok tak dapat menyembunyikan rasa kagumnya pada 3 kelompok muda terpilih.

"Saya ingin mengetahui lebih jauh aplikasi mereka untuk bisa diaplikasikan ke Smart City," kata Ahok sambil berbisik di atas panggung kepada John.

"Selamat kepada para pemenang," sambungnya sembari menutup acara.

Sumber : http://news.detik.com/berita/2938896/inovatif-squee-mobile-app-juarai-lomba-jakarta-urban-challenge-2015

Jumat, 12 Juni 2015

Tiga Usulan Menyiasati Kemacetan Ibu Kota Jakarta

JAKARTA, KOMPAS - Publik Jakarta punya segudang usulan untuk menyiasati masalah kotanya. Jakarta Urban Challenge, kompetisi untuk mencari solusi masalah mobilitas dan kemacetan Jakarta, bisa jadi indikatornya. Hingga pendaftaran ditutup 8 Mei 2015, sebanyak 226 usulan masuk ke meja panitia.

Proposal dipilih berdasarkan tujuan mengatasi kemacetan, mengurangi emisi efek rumah kaca, mengurangi polusi udara, serta memperbaiki keamanan dan mobilitas warga Jakarta. Sejumlah juri internasional terlibat dalam penilaian, antara lain Ketua New Cities Foundation John Rossant serta peraih Nobel Perdamaian dan pendiri Grameen Bank Muhammad Yunus.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama berkesempatan menyerahkan hadiah kepada tiga pemenang pada penutupan New Cities Summit 2015 di Jakarta, Rabu (10/6). Mereka menerima hadiah total 20.000 dollar AS pada kompetisi yang diselenggarakan New Cities Foundation dan Connect4Climate itu.

Aplikasi mobil "Squee" yang dikembangkan Arlene Nathania dan kawan-kawan memenangi kompetisi itu. Squee menggabungkan pejalan kaki dan pesepeda bepergian bersama melewati rute yang lebih singkat dan bebas kendaraan bermotor melewati kampung-kampung perkotaan Jakarta.

Arlene mengatakan, Squee menggunakan pendekatan perkotaan Jakarta. Aplikasi ini menggabungkan kampung-kampung perkotaan dengan sistem transportasi yang awalnya terlihat tidak berkaitan.

Tim Squee percaya bahwa "jalan tikus" yang dibagi bisa menjadi alternatif bagi pejalan kaki dan pengguna sepeda menempuh rute lebih singkat. Aplikasi ini menjanjikan dapat meningkatkan aksesibilitas, kebebasan bergerak, dan nilai sosial.

Sementara gagasan "Jalan Aman" dipilih sebagai juara kedua. Aplikasi mobil ini fokus pada keamanan komuter perempuan. Aplikasi juga memungkinkan pengguna berbagi informasi mengenai lokasi mereka, melaporkan penyerangan, dan menyediakan informasi transportasi yang aman kepada pengguna lain.

"Hampir semua dari kita adalah wanita, dan proposal Jalan Aman disusun berdasarkan pengalaman pribadi ketika bepergian di jalan Jakarta yang menantang dan bahkan menakutkan," kata Paulista Surjadi yang mewakili tim Jalan Aman.

Paulista berharap idenya dapat berkontribusi pada perbaikan mobilitas dengan memberikan solusi yang tepat sasaran, khususnya komuter perempuan sebagai kelompok komuter yang paling terkena dampak.

Gagasan lain disampaikan tim Cyclist Urban System (CUS) yang menawarkan rencana menciptakan "pusat pengendara sepeda" di Jakarta. Usulan tim ini terpilih sebagai pemenang ketiga dalam kompetisi tersebut.

Ucha Kautsar dari CUS mengatakan, usulannya memungkinkan pengendara sepeda dapat memarkir sepeda mereka, berganti pakaian, membeli minuman, memperbaiki sepeda mereka, mendapatkan pertolongan pertama dan informasi rute, serta menyewa sepeda.

"Selain berolahraga, kita sering bersepeda untuk menuju tempat tertentu. Kami percaya CUS dapat mendorong seseorang bersepeda jika kita bisa menyediakan akses mudah untuk fasilitas parkir sepeda, locker, dan kamar mandi untuk pesepeda," kata Ucha.

Diundang gubernur

Kepada para pemenang, Basuki berjanji akan mengundang mereka untuk bertemu dan menelaah apakah usulan mereka bisa diaplikasikan di Jakarta. Dia menyatakan akan menerapkannya untuk membantu publik Jakarta jika terbukti efektif.

Beberapa peserta New Cities Summit mengapresiasi sejumlah finalis. Menurut Rossant, banyaknya proposal yang masuk menjadi indikasi bahwa Jakarta punya modal sumber daya manusia dan kreativitas untuk mengatasi masalahnya. Deden Rukmana, peserta dari Asosiasi Profesor dan Koordinator Studi Urban dan Program Perencanaan, menilai, teknologi informasi membantu para peserta menawarkan solusi bagi warga kotanya. Ide-ide positif perlu didengar dan dipertimbangkan pemerintah kota.

Sumber: http://megapolitan.kompas.com/read/2015/06/11/16410951/Tiga.Usulan.Menyiasati.Kemacetan.Ibu.Kota.Jakarta

Selasa, 09 Juni 2015

Tekan Jumlah Kendaraan Pribadi, DKI Naikkan Tarif Pajak Progresif

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menaikkan tarif pajak progresif untuk kendaraan bermotor pribadi. Kenaikan tarif pajak ini telah tercantum dalam Peraturan Daerah (perda) nomor 2 tahun 2015 tentang Pajak Kendaraan Bermotor dan mulai berlaku sejak 1 Juni 2015.

Dalam aturan tersebut, besaran tarif pajak bagi warga Jakarta yang memiliki kendaraan pertama naik menjadi 2 persen setelah sebelumnya tercatat 1,5 persen. Kemudian, untuk kendaraan kedua dan seterusnya, masing-masing mengalami kenaikan 0,5 persen.

Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau sering dipanggil Ahok mengatakan, perubahan pajak progresif tersebut telah diundangkan melalui Peraturan Daerah (Perda). Rencananya, pemberlakukan akan diuji dengan sistem pembayaran non tunai (e-money). "Sudah berlaku, sekarang sedang uji coba pembayaran pakai e-money," kata Ahok di Balaikota DKI Jakarta, Jumat (5/6/2015).

Ahok beralasan, penerapan pajak progresif ini sebagai upaya untuk membatasi jumlah kendaraan di Jakarta. Selain itu juga untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor transportasi.

Mantan Bupati Belitung Timur itu melanjutkan, pemprov akan menjalin kerja sama dengan beberapa bank untuk memudahkan masyarakat menyetor pajak kendaraan bermotor tersebut. Saat ini, pemprov baru menjalin kerja sama dengan PT Bank Pembangunan Daerah DKI Jakarta. "Nanti hampir semua bank bisa," ucap Ahok.

Dalam perda yang merupakan revisi dari Perda Nomor 8 Tahun 2010 ini, ada penambahan jumlah kendaraan yang boleh dimiliki. Jika semua hanya diatur maksimal empat kendaraan, dalam perda yang baru bisa lebih dari 15 kendaraan.

Optimistis Capai Target

Kepala Unit Pelaksana Tekhnis (UPT) Pelayanan Informasi dan Penyuluhan Pajak Daerah DPP DKI, Andri Kunarso mengatakan, dengan adanya penyesuaian tarif baru‎ pada pajak progresif kendaraan pribadi ini, penerimaan pajak daerah dari pajak PKB dapat mencapai Rp 6,65 triliun atau sesuai target yang ditetapkan Pemprov DKI pada 2015.

‎"Target penerimaan pajak daerah dari PKB pada tahun ini Rp 6,65 trilun. Sampai Juni 2015, realisasi penerimaan PKB baru mencapai Rp 2,1 trilun," kata Andri di Jakarta, Jumat (5/6/2015).

Ia melanjutkan, kenaikan pajak progresif ini tidak hanya dikenakan atas dasar nama sang pemilik kendaraan, tetapi juga berdasarkan alamat, Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK).

‎"Pengenaan tarif baru progresif kendaraan tahun ini didasarkan dari data kependudukan KTP dan KK yang ada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil). Kami optimistis target pajak PKB tahun ini bakal tercapai," tuturnya.

Ia menjelaskan, dalam aturan baru ini, satu orang dalam satu keluarga yang tinggal di tempat yang sama dan tercantum dalam KK, akan langsung dikenakan tarif progresif saat membayar pajak kendaraan baru. Berbeda dengan aturan dalam Perda Nomor 8 Tahun 2010, besaran pajak progresif pada tahun ini ditingkatkan sebesar 0,5 persen‎ terhadap kendaraan pertama dan seterusnya.

"Tarif progresif di 2010 disesuaikan dari 1,5 persen pada kendaraan pertama menjadi 2 persen. Begitu pula pada kendaraan kedua, dari 2 persen menjadi 2,5 persen. Kenaikan tarif pajak progresif sebesar 0,5 persen berlaku pada kendaraan pertama hingga kendaraan ketujuh belas," jelas Andri.

Ia juga mengatakan pihaknya telah mensosialisasikan mengenai tarif baru pajak progresif kendaraan pribadi dengan memasang spanduk di kantor-kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) ‎di lima wilayah Jakarta. "Kami harap aturan baru pajak progresif ini dapat efektif menekan angka pertumbuhan kendaraan pribadi di Jakarta," tutupnya.

Sumber : http://bisnis.liputan6.com/read/2246141/tekan-jumlah-kendaraan-pribadi-dki-naikkan-tarif-pajak-progresif

Senin, 08 Juni 2015

Jakarnaval, Pasukan Orange Sindir Warga yang Buang Sampah Sembarangan

JPNN.com JAKARTA -- ‎Ribuan warga Jakarta sangat antusias menyambut rombongan kendaraan pasukan orange alias Dinas DKI Jakarta yang ikut dalam rombongan parade Jakarnaval, Minggu (7/6) petang.

Pasalnya, rombongan ini paling meriah karena semua petugasnya yang berseragam oranye berjoget diiringi lagu dangdut di atas truk sampah.

Namun, bisa jadi banyak warga yang merasa tersindir karena setelah mendekat, beberapa petugas ternyata membawa tulisan di poster-poster kecil yang meminta tidak lagi ada yang membuang sampah sembarangan.

'Ingat, habis Jakarnaval jangan buang sampah sembarangan ya,' kata beberapa petugas Dinas Kebersihan tersebut sambil melambaikan tangan pada warga.

Banyak tulisan-tulisan sindiran yang dibawa para petugas dinas kebersihan itu untuk warga. Ada yang menulis 'Percuma Gaya Keren, kalau masih Buang Sampah Sembarangan' , Katanya I Love Jakarta, tapi Buang Sampah Sembarangan'‎.

Sumber : http://www.jpnn.com/read/2015/06/07/308308/Jakarnaval,-Pasukan-Orange-Sindir-Warga-yang-Buang-Sampah-Sembarangan

Jumat, 05 Juni 2015

Kecepatan Berkendara di Jakarta Tinggal 5 Km Per Jam

JAKARTA, KOMPAS.com — Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, saat ini kecepatan rata-rata berkendara di Jakarta pada pagi hari di hari kerja hanya berkisar 5 kilometer per jam. Kondisi itu telah berlangsung sejak empat tahun terakhir, tepatnya sejak 2011.

Berdasarkan data tersebut, waktu yang dibutuhkan untuk menempuh perjalanan dari Pasar Minggu ke Manggarai mencapai sekitar 95 menit karena kecepatan berkendaranya hanya 6,1 km per jam.

"Sedangkan dari Cilandak ke Monas waktu tempuh bisa sampai 100 menit karena kecepatan kendaraan cuma 9,4 kilometer per jam," tutur Manajer Proyek MRT untuk sesi jalan layang dari PT MRT Jakarta, Heru Nugroho, dalam seminar tentang pembangunan MRT Jakarta, di Jakarta, Kamis (4/6/2015).

Menurut Heru, kecepatan berkendara di Jakarta pada pagi hari di hari kerja yang ada saat ini telah jauh menurun dibanding sekitar 1-2 dekade yang lalu.

Sebab, kata dia, data BPS menyebutkan, pada tahun 2000, kecepatan berkendara dari Pasar Minggu ke Manggarai masih sekitar 16 kilometer per jam dengan waktu tempuh 36 menit, sedangkan Cilandak ke Monas sekitar 19 kilometer per jam dengan waktu tempuh 49 menit.

"Pada tahun 1985, kecepatan berkendara dari Pasar Minggu ke Manggarai masih sekitar 26 kilometer per jam dengan waktu tempuh 22 menit, sedangkan Cilandak ke Monas sekitar 24 kilometer per jam dengan waktu tempuh 38 menit," kata dia.

Heru mengatakan, semakin menurunnya kecepatan berkendara di Jakarta merupakan dampak dari semakin meningkatnya jumlah dan penggunaan kendaraan pribadi. Hal ini yang menjadi penyebab utama terjadinya kemacetan lalu lintas.

Atas dasar itu, kata dia, pengembangan transportasi massal merupakan salah satu solusi untuk mengurangi dampak kemacetan di Jakarta. Salah satunya adalah dengan membangun layanan MRT yang proyek pembangunannya saat ini masih tengah berjalan dan diprediksi mulai beroperasi paling lambat pada 2018.

Sumber : http://megapolitan.kompas.com/read/2015/06/04/11193151/Kecepatan.Berkendara.di.Jakarta.Tinggal.5.Km.Per.Jam

Rahasia Bebas Macet Singapura yang Bisa Ditiru Jakarta

SINGAPURA, KOMPAS.com — Menyusuri jalan dan sudut-sudut kota Singapura tak pernah membosankan. Kita dihadapkan hanya pada pilihan bahwa kondisi arus lalu lintas bebas macet, dan fasilitas publik, terutama transportasi, aman, nyaman, murah, efektif, dan menyenangkan.

Berbeda dengan Jakarta. Kemacetan terjadi setiap saat dan di setiap sudut kota, terutama di jalur-jalur strategis menuju pusat bisnis, perkantoran, pusat komersial, dan pusat aktivitas sehari-hari.

Lantas, apa rahasia Singapura bisa menata wilayahnya demikian baik dan memanjakan warganya?

Ternyata, kunci utamanya ada pada strategi perencanaan jangka panjang dan tata guna lahan untuk transportasi terintegrasi. Kebijakan perencanaan kota Singapura dilakukan melalui concept plan yang disusun dan direvisi secara berkala.

Concept plan ini telah dimulai sejak 1971, yang diperbarui dan direvisi pada 1991, 2001, dan 2013, serta berlaku hingga 2030. Pemerintah Singapura kemudian menjabarkan concept plan menjadi rancangan induk atau masterplan yang dievaluasi setiap lima tahun.

Perencanaan dan pelaksanaan concept plan sepenuhnya melalui mekanisme instruktif dari atas ke bawah (top-down). Hal ini ditegaskan dalam dokumen pelaksanaan rancangan induk, dengan target besar yang sangat rigid, yakni pemenuhan penyediaan untuk perumahan rakyat yang terjangkau, penyediaan lingkungan hidup yang nyaman, menjaga Singapura hijau, menjaga keragaman hayati, menjaga mobilitas penduduk, dan menjaga bangunan bersejarah.

Namun, seiring perkembangan zaman, sejak concept plan dan masterplan pertama dilansir pada tahun 1971, muncul tuntutan terhadap kebijakan berbasis aspirasi masyarakat (bottom-up) yang semakin besar berupa konsultasi publik dan penekanan pada kenyamanan hidup. Namun, pemerintah pusat tetap secara holistis mengatur ketat.

Pemerintah Singapura melalui Land and Transportation Authority (LTA) pun kemudian menciptakan formulasi sistem transportasi publik terintegrasi dengan pengembangan hunian, komersial, fasilitas umum, dan pilihan moda transportasi yang nyaman, aman, dan efektif. Pemberlakuan jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP) adalah awal penataan transportasi sistematis.

Dalam perjalanan pemberlakuan sistem ERP ini, efeknya ternyata belum mampu secara signifikan mengurangi populasi kendaraan, meskipun kepadatan kendaraan menuju pusat kota bisa dibatasi. Untuk itulah, Pemerintah Singapura kemudian memperbaruinya dengan sistem ERP tahap II.

Sebenarnya, ERP tahap II adalah pembaruan dan generasi baru ERP tahap awal dengan memakai sistem navigasi satelit global. Pengaturan arus lalu lintas dan pengenaan tarif menjadi langsung atau real time melalui satelit dan sistem on-board. Dengam model ini, mereka akan mengganti sistem gantry yang sudah kuno. Sementara itu, Jakarta baru akan memulainya.

Dalam pandangan Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP) Bernardus Djonoputro, sistem real time dan multiane seperti ini akan menjadi pemicu perubahan perilaku para pengendara. Pengelola kota juga dapat melakukan kontrol secara langsung.

"Hasil dari pengenaan tarif pun akan dapat optimal. Hal ini dimungkinkan karena kesesuaian tarif berdasarkan jam-jam sibuk pada pukul 06.00-09.00 dan 16.00-19.00," ujar Bernardus kepada Kompas.com, Senin (25/5/2015).

Tantangan Jakarta

Yang menarik untuk dicermati adalah berlakunya kebijakan dan aturan baru ini yang secara langsung akan berpengaruh pada pola pemakaian kendaraan pribadi pada jam sibuk. Keseimbangan harga biaya kepemilikan dan pajak kendaraan pribadi yang tinggi tentunya akan menjadi penentu pola kepemilikan kendaraan pribadi.

"Inilah contoh kebijakan top-down yang berdaya guna. Singapura bisa menjadi contoh pelaksanaan kebijakan transportasi publik kota dan ditiru Jakarta karena negara ini merupakan salah satu yang terbaik di dunia," tandas Bernardus.

Dengan demokratisasi Indonesia dan otonomi daerah, rezim perencanaan pun menghadapi tantangan baru. Keharusan partisipasi masyarakat menjadi agenda utama yang sangat penting untuk setiap produk rencana. Independensi daerah menjadi utama dalam mengatur tata ruang dan guna lahan.

Kendati pengaturan top-down seperti Singapura menjadi sesuatu yang hampir mustahil dilakukan, masih ada cara lain, yakni melalui persetujuan substansi rencana tata ruang wilayah (RTRW) oleh kementerian terkait.

Sementara itu, Jakarta berpacu dengan waktu untuk pembangunan sistem angkutan massal dan pengaturan kendaraan pada jam sibuk. Langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah tepat karena pada saat bersamaan sedang melakukan pembenahan sistem angkutan feeder dan busway, serta restrukturisasi organisasi bisnis angkutan umum.

"Kendati demikian, tujuan utamanya haruslah untuk mengubah perilaku penduduk dalam bepergian dari satu titik ke titik lain di kota, terutama arus komuter pada jam sibuk. Hal ini akan sangat berpengaruh pada produktivitas dan penghematan biaya," tutur Bernardus.

Kedua, pemerintah harus meningkatkan reliabilitas serta kualitas bus-bus umum dan transjakarta. Sebuah kota besar internasional sekelas Jakarta harus dan mampu memiliki bus dan kereta berkualitas dunia.

"Tidak terjebak membeli kendaraan abal-abal yang mudah rusak dan terbakar," pungkas Bernardus.

Sumber : http://properti.kompas.com/read/2015/05/26/0804020/Rahasia.Bebas.Macet.Singapura.yang.Bisa.Ditiru.Jakarta

Rabu, 03 Juni 2015

Westbike Messenger, Mengurai Kemacetan Jakarta dengan Sepeda

Mengantarkan dokumen, barang, dan segala jenis paket dengan segera di belantara Jakarta hanya mungkin dilakukan dengan sepeda motor. Akan tetapi, memilih sepeda motor sebagai moda transportasi pengantar belum tentu bijak untuk menghadapi kemacetan di jalan raya.

Sepeda motor meninggalkan jejak karbon berupa sisa gas buang dan bobotnya relatif berat sehingga tidak memungkinkan diangkat-angkat. Hal itu kerap membuat sepeda motor terjebak dan menjadi bagian dari kemacetan. Maka, kembali pada metode pengantaran paket pada masa lalu dengan sepeda yang cenderung ramah lingkungan karena nihil gas buang dicoba Westbike Messenger Services (WMS) sejak Oktober 2013.

Sebagian aktivitas WMS dengan 15 pengendara (rider) sepeda itu terekam pada Kamis (28/5) petang di salah satu pojok Lantai 2 Pasar Santa, Jakarta Selatan.

Hamzah Mutaqqien (23), salah seorang pengendara yang turut merintis bisnis tersebut, bersama Chief Operating Officer WMS Hendi Rachmat dan Co-Founder WMS Duenno Ludissa tengah duduk-duduk santai seusai menjalani aktivitas hari itu.

Tas paket dengan tempelan sejumlah badge menemaninya. "Mental diperlukan," ujar Hamzah yang akrab disapa Jeje saat ditanya apa yang mesti dimiliki seorang pengendara.

Mental yang dimaksud Jeje ialah tatkala harus berhadapan dengan kendaraan bermotor yang menyemut dan seolah tidak peduli dengan kehadiran pengendara sepeda. Mental itu juga yang dibutuhkan tatkala dalam jangka waktu kurang dari dua tahun ia sudah dua kali ditabrak hingga terpental.

Pertama, ditabrak metromini di kawasan Blok M Plaza. Kedua, ditabrak sepeda motor di kawasan Kemayoran.

Mental itu pula yang membuat para pengendara seperti Jeje tetap bangun dan kembali mengayuh sepeda tanpa harus memusingkan urusan ganti rugi atau biaya pengobatan. Itu karena yang paling penting ialah bagaimana paket-paket yang diantarkan itu bisa sampai tepat waktu.

"Kalau paket telat sampai, itu sangat minim (jarang) terjadi karena kami sudah memperhitungkan waktunya," ujar Jeje.

Seluruh wilayah Jakarta, kecuali wilayah utara, memungkinkan dijelajahi para pengendara sepeda itu demi mengantarkan paket dalam waktu bisa kurang dari dua jam. Wilayah utara dikecualikan, menurut Hendi, atas dasar keamanan bagi para pengendara sepeda karena truk-truk besar mendominasi jalan raya di kawasan tersebut.

Pemilihan rute, keahlian bersepeda, dan kemampuan mengendarai sepeda di sela-sela kendaraan bermotor menjadi kunci dalam mencapai ketepatan waktu pengantaran. Sepeda yang dipergunakan adalah jenis fixie (fixed-gear bicycle) tanpa rem milik setiap rider.

Karena itulah, kecepatan mengayuh sepeda tidak semata-mata menjadi kunci. Yang tak kalah penting adalah keterampilan mengendarai sepeda dan kemampuan dalam membaca situasi serta pemilihan jalan. Jeje mengatakan, dalam satu hari, seorang pengendara paling sedikit menempuh rute 50 kilometer.

Setiap pengendara sudah paham betul rute yang hendak mereka lalui dan paling hanya mengecek aplikasi Google Maps untuk sejumlah rute yang sangat baru. Mereka beroperasi sesuai jam kantor dan berakhir sekitar pukul 17.00.

Sebagian besar pengendara adalah mahasiswa. Hendi mengatakan, dari 15 pengendara, 12 orang merupakan mahasiswa, sedangkan tiga lainnya telah menyelesaikan kuliah dan menjadi anggota staf tetap.

Awalnya mereka sesama anggota komunitas. Belakangan, mereka direkrut secara terbuka, lewat pengumuman via media sosial.

Hubungan di antara mereka juga relatif erat. Jalinan komunikasi yang ada seperti layaknya dalam sebuah komunitas, termasuk dengan yang sudah tidak lagi menjadi pengirim paket.

Adya Maulana (20), mahasiswa Jurusan Administrasi Bisnis Universitas Atma Jaya, pernah bergabung selama tiga bulan bersama WMS pada masa liburan kuliah. Petang itu, ia bertandang sekalipun tidak lagi menjadi pengantar paket bersama WMS.

Jeje yang turut mendirikan WMS masih tercatat sebagai mahasiswa Jurusan Sistem Informasi Universitas YAI. Akan tetapi, saat ini ia memilih mengambil cuti kuliah agar bisa lebih fokus mengembangkan bisnis WMS.

Berkembang dengan jumlah permintaan semakin banyak, itulah yang kini dirasakan Hendi dengan 15 pengendara. Jumlah itu sudah bertambah banyak dibandingkan saat ia memulai bisnis pengantaran paket dengan sepeda itu bersama dua pengendara saja.

Ia berencana untuk merekrut lebih banyak pengendara dan itu tidak terbatas pada laki-laki. Saat ini pun sudah ada seorang pengendara perempuan bernama Mawar yang turut bergabung sebagai pengantar paket.

Jika Anda gila menggenjot sepeda, punya KTP, dan ingin mengantongi penghasilan sekitar Rp 3 juta sebulan, mungkin bergabung bersama WMS bisa jadi pilihan. Tentu saja ada sejumlah tahapan seleksi, seperti wawancara, yang akan sangat menentukan apakah calon bakal lulus atau tidak.

Ini masih ditambah bahwa visi yang diusung WMS bukan semata aktif sebagai pengendara sepeda dalam konteks menjadi pengantar paket. Hendi sudah mulai berpikir untuk menggabungkan penyedia layanan jasa serupa di sejumlah kota di Indonesia dalam bentuk asosiasi. Jika tak ada aral melintang, Desember mendatang, ia akan melangsungkan ajang Indonesia Commuter Race.

Hal tersebut bakal jadi bekal pengalaman berharga sebelum mengadakan kompetisi bagi para pengendara sepeda di tingkat Asia Pasifik yang menggunakan moda transportasi itu untuk mengantarkan paket titipan. Ide tersebut diperoleh Hendi setelah sejumlah pengendara WMS ikut dalam ajang Cycle Messenger World Championships di Melbourne, Australia, April lalu.

Setelah sejumlah pencapaian tersebut, Hendi masih mempunyai catatan terkait bisnis pengantaran paket dengan sepeda yang praktis dan aman bagi lingkungan karena tidak menghasilkan gas buang itu. Ia menyatakan, sejauh ini, sebagian besar kliennya yang memberikan perhatian penuh adalah perusahaan asal luar negeri dan kantor kedutaan besar negara sahabat di Jakarta.

Sementara itu, kesadaran tentang lingkungan pada sebagian kalangan di dalam negeri dinilai masih belum utuh. Ini tentu membuat Hendi dan WMS semakin tertantang, serupa ketika ia bersama rekan-rekannya membangkitkan lagi kegairahan bersepeda fixie bersama WMS.

Sumber : http://print.kompas.com/baca/2015/05/30/Westbike-Messenger%2c-Mengurai-Kemacetan-Jakarta-den