Selasa, 11 Agustus 2015

Terkotor Keempat di Dunia, Mungkinkah Indonesia Bebas Sampah?

JAKARTA, KOMPAS.com - Apa kabarnya Gerakan Indonesia Bebas Sampah 2020? Desember 2014 lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencanangkan gerakan Indonesia harus bebas dari sampah pada 2020 nanti. Namun, tujuh bulan berjalan, gerakan tersebut dinilai tidak terdengar gaungnya.

Saat ini saja, khusus Provinsi DKI Jakarta, sukses "mengekspor" sampah sebanyak 6.500 ton per hari ke Bantar Gebang, Bekasi. Padahal seharusnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta membangun dan memiliki sistem pengelolaan sampah terpadu, serta mampu mengelola sampah secara bertanggung jawab (responsible waste management). Bukan malah membebani kota lain dengan berton-ton sampah.

Menurut pengamat perkotaan Universitas Trisakti Jakarta, Yayat Supriatna, tak bergemanya gerakan ini karena setengah utopis, dan setengah yakin. Gerakan ini diluncurkan tanpa dilengkapi skenario besar, dan infrastruktur pendukung untuk menuju terciptanya Indonesia bersih.

"Selain itu Indonesia belum memiliki kisah sukses (success story) pengelolaan sampah," ujar Yayat kepada Kompas.com, (6/8/2015).

Agar tidak dicap hanya gerakan utopis, Yayat menyarankan, Indonesia Bebas Sampah 2020 harus diskenariokan sebagai sebuah gerakan budaya. Masyarakat dididik untuk tidak membuang sampah sembarangan, dan kalau melanggar harus ada sanksi tegas.

"Itu hal pertama, ajakan, dan sanksi harus diimplementasikan paralel," imbuh dia.

Hal kedua adalah pemerintah harus membangun sistem Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, dan Recycle (TPS3R). Tidak seluruh sampah itu tidak bermanfaat. Ada sampah yang punya potensi dan punya nilai keekonomian.

Pemerintah, kata Yayat, harus membangun bank sampah yang kemudian dapat dimanfaatkan warga untuk diolah kembali menjadi produk-produk yang punya nilai ekonomis.

Perubahan pola pikir dan kebiasaan

Hal ketiga adalah memberikan insentif bagi warga yang mampu memproduksi barang-barang ekonomis berbasis sampah.

"Daripada memberikan kartu Indonesia Sehat atau Indonesia Pintar secara gratis, pemerintah harus menerapkan mekanisme "paksaan" dan insentif. Kartu Indonesia Sehat dan Indonesia Pintar diberikan bila seluruh warga telah menerapkan pengelolaan sampah yang bertanggung jawab," tandas Yayat.

Artinya, pemerintah harus bisa memaksa warga pribadi, institusi, sekolah, pusat belanja, dan lain-lain untuk memiliki tempat sampah, dan mengelolanya dengan baik.

"Bila semua itu tidak dijalankan, maka Gerakan Indonesia Bersih 2020 sulit tercapai," ucap Yayat.

Terlebih, menurut perwakilan Waste4Change Mohamad Bijaksana Junerosano yang mengutip hasil riset International Earth Science Information Network, Indonesia merupakan negara terkotor keempat di dunia.

Meskipun banyak anggapan gerakan Indonesia Bebas Sampah 2020 sulit dicapai, namun Junerosano yakin bila seluruh elemen masyarakat bahu membahu dan berupaya keras mewujudkannya, Indonesia bisa bebas dari sampah.

"Banyak elemen masyarakat yang merespon positif gerakan tersebut dan saat ini sudah banyak yang mengimplementasikannya. Contohnya, kami digandeng oleh pengembang Gunas Land untuk membangun dan mengelola tempat pembuangan sampah terpadu di perumahan Vida Bekasi seluas 2 hektar," urai Junerosano.

Dia menambahkan, selain membangun TPS secara fisik, pihaknya juga mendorong dan mengedukasi warga penghuni Vida Bekasi untuk mengubah sikap dan kebiasaannya terhadap sampah.

Warga dididik dan dilatih memilah sampah untuk kemudian dikelola secara lebih bertanggung jawab. Inisitatif lainnya adalah dengan menggarap Farm4Life, kebun organik yang pupuknya diperoleh dari hasil pengomposan sampah warga.

“Sudah saatnya masyarakat berubah mindset dalam memandang sampah. Sampah bukanlah sesuatu yang harus kita buang jauh-jauh, tetapi harus kita simpan dan kita kelola secara bertanggung jawab sesuai nilai guna sampah itu," pungkas Junerosano.

Sumber : http://properti.kompas.com/read/2015/08/06/220000521/Terkotor.Keempat.di.Dunia.Mungkinkah.Indonesia.Bebas.Sampah
Related Posts : bebas , bekasi , ekonomis , elemen , indonesia , insentif , jakarta , junerosano , pemerintah , pengelolaan , pintar , punya , sampah , tps , utopis , vida , warga , waste , yayat

Tidak ada komentar :

Posting Komentar