Senin, 22 Juni 2015

Go-Jek dan perebutan pasar jasa transportasi ibu kota

Merdeka.com - Beberapa waktu lalu, jagat media sosial dihebohkan kejadian 'pertarungan' antar tukang ojek. Pengendara go-jek diberhentikan tukang ojek pangkalan saat mengambil penumpang di 'wilayah kekuasaan' mereka.

Kejadian ini memberi gambaran nyata kerasnya persaingan di bisnis sektor transportasi. Angkutan kota (angkot), bus Transjakarta, metromini, taksi, hingga tukang ojek berlomba-lomba menguasai pasar penumpang. Pelbagai cara dilakukan demi menambah daftar pelanggan.

Dibutuhkan strategi bisnis jitu sebagai kunci utama memenangkan persaingan. Sistem baru dan modern mengandalkan teknologi yang diusung Go-Jek atau Grab-Bike, bertarung dengan sistem atau metode tradisional.

Tak perlu menelepon atau menunggu di pinggir jalan. Hanya dengan sentuhan jari di layar ponsel, pengendara berjaket hijau siap menjemput di depan pagar rumah atau kantor. Aplikasi di telepon pintar atau smartphone, terbukti mampu memanjakan konsumen mengakses transportasi yang siap membelah kemacetan Jakarta.

Dengan menyandang nama Go-Jek atau Grab Bike, tukang ojek naik kelas. Mereka merasa bisnis di bidang jasa, termasuk yang dijalaninya, semakin dibutuhkan warga Jakarta yang sudah jenuh dan habis kesabarannya menghadapi kronisnya kemacetan.

"Untuk dalam kota memang kami bisa menjadi andalan. Selain bisa cepat dan bisa tembus kemacetan. Jakarta ini kan identik dengan macet, makanya kami hadir untuk memudahkan penumpang," ujar pengendara Gojek, Saiful (45) kepada merdeka.com di Jakarta, Rabu (17/6).

Dari penuturannya, kelebihan dari sistem ojek baru ini bisa terlihat dari tarif yang terbuka pada penumpang. Tarifnya Rp 24.000 per enam kilometer. Setelah itu, penumpang akan diberikan tarif Rp 4.000 per kilometer. Tidak heran jika kehadiran mereka belakangan ini mendapat 'perlawanan' dari tukang ojek pangkalan. Sebab, tarif yang ditawarkan cenderung lebih murah. Ojek konvensional biasanya menetapkan tarif tinggi untuk jarak yang hanya 3 kilometer. Tarifnya bisa mencapai Rp 30.000-40.000.

Hasil yang dikantongi pengendara Go-Jek pun terbilang cukup tinggi. Rata-rata dalam sehari mereka bisa mengantongi Rp 300.000-400.000. Jika rajin, hasilnya bisa lebih dari itu. Wajar saja jika pendapatan mereka cukup besar mengingat selain antar penumpang, jasa pengendara Go-Jek kini banyak dimanfaatkan untuk mengantar barang.

"Pendapatan segitu biasanya kalau lagi ramai penumpang. Kalau tidak ada apa-apa dapatnya Rp 100.000. Kita tidak punya jam kerja, kalau mau dapet banyak ya bisa operasi terus. Apabila sudah cukup uangnya boleh selesai," kata dia.

Tidak dipungkiri, Go-Jek atau Grab Bike cukup berhasil mencuri sebagian pasar yang selama digarap ojek pangkalan atau angkutan umum perkotaan. Salah satu pengendara ojek pangkalan, Agus (32) mengakui pasar penumpangnya diambil pengendara Go-Jek atau Grab Bike. Mereka seolah tergusur, area pergerakan ojek pangkalan pun akhirnya semakin sempit.

"Penumpang kami kecil hanya sebatas perumahan. Go-Jek kan sudah banyak wilayah yang bisa dijangkau,' kata Agus.

Tidak hanya ojek konvensional yang mulai kehilangan pasar. Pengendara taksi, Tedy Gunawan (42) juga mengakui hal sama. Berkurangnya konsumen mereka berimbas ke pendapatan. Dari penuturan Tedy, pendapatannya kini berkurang hampir 20 persen.

"Memang kami agak berkurang pendapatan sejak ada gojek. Namun, tidak terlalu signifikan. Biasanya kami bisa dapat Rp 600.000-700.000 per hari sekarang jadi Rp 500.000 per hari," kata dia ditemui terpisah.

Meski persaingan di pasar transportasi publik semakin keras, Tedy tidak memandang Go-Jek atau Grab Bike sebagai ancaman dan lawan. Salah satunya karena target pasar taksi berbeda dengan mereka.

Go-Jek dan Grab Bike diakui memiliki keunggulan tersendiri dan sangat dibutuhkan konsumen dengan tingkat mobilitas tinggi di dalam kota. Namun taksi memiliki keunggulan dan diyakini tetap jadi pilihan konsumen untuk perjalanan jarak jauh.

"Kami memiliki armada lebih banyak. Itu jadi keunggulan kami. Kami sebenarnya tidak mau disaingi Go-Jek. Karena kami beda dengan mereka. Mereka kan lebih mengambil pasar ojek biasa. Kalau kami kan ambilnya pasar bus umum dan angkutan umum biasa. Kami jauh lebih unggul," ucapnya.

Sumber : http://www.merdeka.com/uang/go-jek-dan-perebutan-pasar-jasa-transportasi-ibu-kota.html
Related Posts : bike , go-jek , grab , kemacetan , keunggulan , konsumen , ojek , pangkalan , pasar , pendapatan , pengendara , penumpang , persaingan , rp , taksi , tarif , tedy , transportasi , tukang

Tidak ada komentar :

Posting Komentar