Rabu, 24 Juni 2015

Busway Gagal, Tak Menarik Bagi Warga Kelas Menengah Atas

TEMPO.CO , Jakarta: Gubernur Jakarta Basuki Purnama, DPRD dan jajaran Dinas Perhubungan gagal menarik minat warga kelas menengah atas menggunakan busway atau angkutan umum. Hal itu tercermin dari survei yang dilakukan Kedai KOPI.

"80,4 persen responden lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi dari pada kendaraan umum. Mereka yang naik angkutan umum hanya 13,6 persen dan 6 persen tidak menjawab," tutur juru bicara Kedai KOPI, Hendri Satrio, ketika dihubungi Tempo, Selasa, 23 Juni 2015.

Survei yang dilakukan Kedai Kopi dilakukan 26 Mei-3 Juni 2015. Tim peneliti mewawancarai 250 responden, warga kelas menengah atas Jakarta.

Responden beralasan menggunakan mobil pribadi, karena belum ada transportasi massal yang bisa memberikan rasa aman, cepat dan nyaman bagi masyarakat.

Ketika terpaksa tidak dapat membawa mobil pribadi, responden lebih memilih menggunakan taksi (56,4 %) dibandingkan menggunakan transportasi umum lainnya. Seperti bus Transjakarta (14 %); kereta api (13,6 %); bus umum (6 %); ojek (4,8 %); bajaj (0,8 %), dan sepeda (0,8 %).

Dari hasil survei tersebut, kata Hendri, pemerintah belum mampu menyediakan sarana transportasi massal yang memenuhi harapan masyarakat.

Selain itu, preferensi masyarakat menengah atas yang condong menggunakan taksi menunjukkan kurang berhasilnya pemerintah untuk mengajak warganya menggunakan transportasi massal seperti busway atau kereta api. "Dampak yang paling terasa adalah kemacetan. Padahal kalangan profesional kata dia lebih mempersoalkan kemacetan dibndingkan kenaikan harga kebutuhan pokok dan bahan bakar minyak," tuturnya.

Hendri meminta Pemerintah DKI fokus pada pembangunan transportasi massal bagi kota-kota pinggiran Jakarta, seperti Bekasi, Depok, Tangerang, dan Bogor. Padahal banyak dari masyarakat yang bekerja di Jakarta tinggal di daerah-daerah tersebut.

"Transportasi massal seperti bus ataupun kereta api kerap tak tepat waktu," kata Ari Faisal Ahmad Sitompul, karyawan Bank Bukopin di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta.

Pria berusia 28 tahun ini, lebih memilih mengeluarkan uang Rp 200 ribu per minggu untuk membeli bensin dan bayar tol dibandingkan harus berdesakan di dalam Commuter Line atau bus.

Pria yang tinggal di Perumahan Galaxy, Bekasi, Jawa Barat ini, menuturkan rela berangkat sebelum pukul 06.00 agar tak terjebak macet di jalan tol dalam kota maupun harus berdesakan di dalam Commuter Line maupun bus.

"Saya masih belum terlalu percaya untuk naik bus karena masih sering terjebak macet kendati bus yang digunakan masih baru," tuturnya.

Sumber : http://metro.tempo.co/read/news/2015/06/24/083677852/busway-gagal-tak-menarik-bagi-warga-kelas-menengah-atas
Related Posts : bekasi , bus , busway , commuter , desakan , hendri , jakarta , kedai kopi , kelas menengah , kemacetan , kereta api , line , massal , mobil pribadi , responden , survei , transportasi , tutur , umum

Tidak ada komentar :

Posting Komentar