Jumat, 28 Februari 2014

Ada indikasi korupsi di pengelolaan sampah TPST Bantargebang

Merdeka.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memiliki jumlah warga sekitar 20 hingga 30 juta. Selain kemacetan, maka produksi sampah yang dihasilkan warga akan bertambah.

Berdasarkan dokumen yang didapatkan merdeka.com, Pemprov DKI Jakarta melakukan kerja sama dengan PT Gondang Tua Jaya untuk pengelolaan sampah. Di mana mereka akan mengoperasikan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi.

Kerja sama akan berlangsung selama lima belas tahun. Dimulai pada 5 Desember 2008 dan akan berakhir akan selesai pada 5 Desember 2023.

Pada Perjanjian Tambahan (Addendum) pertama pasal 16 ayat tiga mengatakan, jika jumlah sampah tidak mencapai jumlah yang disepakati, maka pihak pertama (Pemprov DKI Jakarta) tetap wajib membayar Tipping Fee kepada pihak kedua (PT Gondang Tua Jaya).

Lalu pada Addendum kedua menjelaskan, pada tahun 2013 setiap harinya TPST Bantargebang hanya menerima 3.000 ton perharinya dengan harga Rp 114.307/ton. Sehingga pada tahun 2013 Pemprov DKI Jakarta harus merogok kocek Rp 342.921.000. Sedangkan pada tahun 2014 terjadi kenaikan harga sampah menjadi Rp 123.452/ton, namun jumlah samaph tidak berubah. Sehingga sehari harus membayar Rp 370.356.000.

Mengenai laporan, dalam pasal empat ayat dua mengatur, PT Gondang Tua Jaya diwajibkan melaporkan secara bulanan, triwulanan (tiga bulanan) dan persemester (enam bulan). Tidak hanya kinerja, tetapi laporan keuangan harus diserahkan kepada Pemprov DKI Jakarta.

Pengamat Tata Kota Nirwono Joga menduga adanya indikasi korupsi dalam pengolahan sampah di TPST Bantargebang. Pasalnya volume penduduk semakin bertambah, maka produksi sampah akan mengiringi. Tapi pada kenyataannya berbeda.

Nirwono menambahkan, seharusnya Inspektorat DKI Jakarta melakukan pemeriksaan terhadap kontrak PKS pengelolaan Bantargebang. "Ada yang harus dilakukan, inspektorat untuk mengecek kontrak tersebut. Adakah kecurangan atau tidak. Karena bisa saja ditemukan indikasi korupsi," jelasnya saat dihubungi merdeka.com, Kamis (27/2).

Sedangkan Kepala Dinas Kebersihan Saptastri Ediningtyas tidak dapat dihubungi ketika ingin dimintai konfirmasi terkait pengelolaan sampah di TPST Bantargebang.

Sumber : http://www.merdeka.com/jakarta/ada-indikasi-korupsi-di-pengelolaan-sampah-tpst-bantargebang.html

Kamis, 27 Februari 2014

Ahok Ungkap Jaringan Korupsi Proyek Sampah Jakarta

JAKARTA, Jaringnews.com - Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahya Purnama mengaku tahu jaringan penyelewengan anggaran pengangkutan sampah di Jakarta. Dia menyebut pelakunya mulai dari pihak kelurahan.

Ahok mengatakan analisa terjadi penyelewengan itu lantaran masih banyak sampah menumpuk di jalan-jalan jakarta. Padahal DKI sudah bekerjasama dengan swasta untuk mengelola sampah itu.

"Kenapa diswastakan kebersihan? Saya tanya. Alasannya, truk kita kurang. Kenapa masih kotor kalau sudah dikelola swasta? Alasannya truk kita kurang. Saya nggak ngerti logikanya bagaimana. Saya cuma minta Jakarta bersih sampah. Kenapa sih?" kata Ahok di Balaikota Jakarta, Rabu (26/2).

Ahok mengatakan akan mengusut kasus ini mulai dari unsur Kelurahan, Kecamatan dampai Dinas Kebersihan DKI Jakarta. Sebab diduga di sana ada sistem setoran.

"Kita akan lawan orang-orang yang bagi duit sampah. Kalau kita menang, Saya akan bongkar habis soal permainan yang dulu. Saya nekat saja sekarang. Kita butuh apa coba? Kota bersih sampah. Apa itu sulit?" kata Ahok.

"Kalau mereka bikin permainan baru dengan menutup Bantargebang. Gampang kok. Itu kan punya kami. Selama ini ada UPT berarti selama ini saya bayar preman dong?" curiga Ahok.

Sumber : http://jaringnews.com/politik-peristiwa/umum/57219/ahok-ungkap-jaringan-korupsi-proyek-sampah-jakarta

Rabu, 26 Februari 2014

Macet Senyap di Sore Hari Ala Tokyo

Tokyo, - Kota metropolitan sebesar Tokyo juga mengalami rutinitas kemacetan setiap harinya. Namun berbeda dengan Jakarta, kepadatan lalu lintas di ibukota Jepang ini cenderung 'kedap suara'.

"Ya memang di Tokyo setiap sore macet," ujar Deden, seorang warga negara Indonesia yang sudah tujuh tahun tinggal di Tokyo, ketika ditemui di kawasan Daiba, Senin (25/2/2014).

Pada sore hari ini, kemacetan salah satunya terjadi di ruas jalan tol yang menghubungkan Daiba ke Ginza Tokyo. Satu titik kawasan yang berada di pinggiran ke kawasan pusat kota itu.

Namun macet di Tokyo ini berbeda dengan macet Jakarta. Di DKI, kemacetan selalu dibarengi dengan 'pernak-pernik' negatif yang menyertainya seperti sahut-sahutan suara klakson, trotoar yang menjadi lajur dadakan pemotor dan bahkan gerakan kendaraan melawan arus. Tidak begitu halnya dengan di Tokyo.

Di kota yang berada di wilayah Pulau Honshu ini, kemacetan cenderung senyap. Hanya ada suara mesin menderu, tanpa ada tambahan bunyi-bunyian lain.

Para pengemudi kendaraan juga menjaga jarak dengan kendaraan-kendaraan lainnya. Tak ada pemandangan saling serobot lajur.

Hal yang sama juga terjadi di lajur non tol. Pemotor-pemotor -- yang merupakan minoritas -- di Tokyo tetap menggunakan lajur kiri. Meski ada celah menganga antar mobil, mereka tetap tak 'tergoda'

Dan macet di Tokyo tak berlangsung lama. Kepadatan juga tidak terjadi di semua ruas jalan. Hanya ruas jalan tertentu saja.

Kepadatan pun tak berlangsung lama. Hanya sekitar 15-20 menit, kendaraan-kendaraan terlibat dalam keadaan padat merayap, setelah itu lancar.

"Ya masih sangat bisa diperhitungkan waktu tempuh meski ada kemacetan," kata Deden.

Berdasarkan pantauan, kemacetan lebih terjadi karena volume kendaraan yang menumpuk di suatu ruas jalan, sedang di ujung jalan tersebut ada lampu merah. Ketika traffic light sudah berwarna hijau, macet akan terurai.

Selama masa kemacetan singkat itu, para pengendara di Tokyo juga tidak ada satu pun yang terlihat nyelonong atau menerobos lampu merah. Boleh dibilang semua tertib.

Sumber : http://news.detik.com/read/2014/02/25/155758/2507970/10/1/macet-senyap-di-sore-hari-ala-tokyo

Selasa, 25 Februari 2014

Mendulang Berkah Macet Jakarta, Tiap Bulan Kirimi Istri Rp 2 Juta

KEMACETAN di Jakarta tak melulu membuat stres warga. Terlebih, mereka yang berada di kalangan bawah.

Hiruk pikuk keramaian kota yang dulu disebut Batavia ini ternyata membawa berkah bagi puluhan juta kaum urban yang mencoba peruntungan. Salah satunya menjadi pengojek sepeda onthel di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat.
----------
ASEP ANANJAYA
-----------
Jalan raya di depan pintu Utara Stasiun Kota Tua, penuh sesak setiap saat. Angkutan kota (angkot), bajaj, bus, motor saling mencari celah. Mereka nyaris bersentuhan dengan gerobak pedagang di pinggir jalan.

Sebentar-sebentar membunyikan klakson. Sementara di ujung kanan, antrean bus Transjakarta tertambat di lintasan jalur busway. Menunggu lampu di perempatan menyala hijau.

Jelang pukul 16.00, matahari dari arah barat sedang terik-teriknya. Sutarlani masih berdiri tegak memegang erat kedua setang sepeda onthel. Berkaos lengan panjang, mengenakan rompi, pria kelahiran 51 tahun silam ini menanti seseorang yang keluar dari mulut pintu stasiun.

Di barisan yang sama berjajar kawan-kawan pengojek yang lain, Lamin, Senen, Jamil, Somad, Lamadi, Wito dan Tukiman.

Usia rata-rata mereka lebih muda, kisaran 30-40 tahun. Asal mereka dari Bogor, Pati, Purwodadi, Ngawi, juga sekampung dengan Sutarlani di Desa Pilangsari, Kecamatan Gesi, Sragen, Jawa Tengah.

”Setiap hari di sini juga begini, macet,” kata Sutarlani. Sambil tersenyum pria berkulit sawo matang itu membetulkan topi rimbanya yang miring.

Padatnya lalu lintas di jalan itu justru membawa berkah. Menurutnya, jauh sebelum tahun 80-an onthel selalu diandalkan, selain angkot, bajaj dan becak. Mengangkut penumpang kereta yang ingin meneruskan perjalanan ke berbagai perkantoran di Kota Tua atau sebaliknya.

Jok penumpang sepeda onthel memang tidak seempuk angkot maupun bajaj. Namun, hingga kini jasa antar onthel masih diminati.

Terpenting bagi penumpang tidak terjebak macet dan harus berputar jauh. Meskipun onthel Phoenix milik Sutarlani kian usang, sepeda pabrikan China itu masih membawa berkah.

"Karena onthel gak ada rutenya, bisa lawan arus, dan lewat jalan ’tikus’, ongkosnya juga murah,” kata Sutarlani yang tinggal mengontrak di Jalan Budi Mulya, Pademangan Barat, Jakarta Utara.

Lebih dari 30 tahun onthel Sutarlani melayani jasa antar. Pelanggannya masih sama, pekerja kantoran di kawasan jalan belakang ujung utara Jakarta Kota. Dalam waktu beberapa menit onthel mengantarkan mereka ke tujuan Jalan Tongkol, Teh, Kerapu, Roa Malaka, Pasar Ikan, hingga Lodan, termasuk Pelabuhan Sunda Kelapa.

”Penumpangnya, ya orang-orang yang berangkat dan pulang kerja, menghindari macet. Rute terjauh sampai Pelabuhan Sunda Kelapa, bisa juga sampai Ancol, dan Tanjung Priok,” ucap pengojek onthel asal Sragen, Jawa Tengah yang sudah 30 tahun mangkal di depan Stasiun Jakarta Kota.

Bertahan hidup di Jakarta cukup keras. Kata bapak bertinggi badan tak lebih dari 160 centimeter itu, kalau gak telaten bisa kalah sama yang lain.

Menjadi pengojek onthel tentu bukan pilihan awal Sutarlani mengadu nasib di Jakarta. Sebelumnya, dari kampung ikut sodara jadi kuli bangunan. Pernah juga ikut juragan China yang punya pabrik sama restoran, tapi tidak juga kerasan. Bermodal sepeda yang dibelinya seharga Rp 250 ribu, menarik onthel menjadi pilihan hidup.

”Meski seharian narik cuma dapet cepek (Rp 100), batin gak capek, paling pahit udah ngantar gak dibayar, orangnya kabur, ” tutur Sutarlani mengenang.

Entah berapa lama lagi otot kaki Sutarlani mampu mengayuh engkol onthel. Membawa penumpang tentu jauh lebih berat. Andalannya sebelum berangkat kerja selalu minum susu. Sutarlani pun berhenti merokok, sejak paru-parunya sakit berkepanjangan.

”Tambah tidur yang cukup, minum jamu tiap malam, tenaga buat besok pasti fit, bedanya sekarang sudah harus pakai kacamata,” ujarnya berseloroh dengan logat Jawa-nya yang kental.

Pendapatan rata-rata para pengojek onthel terbilang lumayan. Per hari narik onthel dari pukul 07.00-18.00, Sutarlani bisa dapat Rp 250 ribu. Masih bisa menafkahi istrinya Supini (41), serta menyekolahkan dua anaknya. Satu anak perempuannya di kelas 2 Aliyah (setingkat SMA), satunya lagi anak laki-laki masih kelas 5 sekolah dasar (SD).

Tiap bulan masih bisa transfer uang Rp 2 juta ke kampung. Tiap tiga bulan sekali, ia juga masih bisa pulang kampung. ”Anak yang pertama, laki-laki baru saja lulus SMA, lagi mau cari kerja, yang sudah punya anak itu dari istri pertama,” katanya.

Sedang asyik berkisah, satu penumpang dari arah stasiun menghampiri Sutarlani. Pria itu memintanya mengantar ke Pelabuhan Sunda Kelapa. ”Rp 15 ribu harga pas untuk sekali jalan, rutenya agak jauh,” katanya.

Melalui celah sempit kendaraan lain, Sutarlani perlahan menuntun onthelnya melawan arus. Sementara si penumpang berusaha duduk tenang di bangku bonceng.

Begitu mendapat ruang gerak, Sutarlani melompat naik ke sadel. Otot kakinya yang bersandal jepit mengajak onthel bergerak menuju belakang Gedung BNI. Kemudian menyeberang ke Jalan Kemukus, depan kantor Kecamatan Taman Sari.

Dari situ menyeberang masuk ke Jalan Kunir 7, terus ke jalan Cengkeh. Sampai di Jalan Tongkol, masuk ke Jalan Krapu, belok kanan sedikit sampai di jalan Lodan, pintu utama pelabuhan sudah kelihatan di sisi kiri jalan.

”Bagusnya gak ada tanjakan, jalannya lurus lurus saja,” tuturnya menyebutkan jalan pintas onthel dari Stasiun Kota menuju Pelabuhan Sunda Kelapa.

Jalan arah pulangnya, lanjut Sutarlani, ia biasa melintasi Menara Syahbandar dan Museum Bahari di Jalan Pasar Ikan. Kemudian melintas masuk di depan Galangan VOC di Jalan Kakap terus lanjut ke Roa Malaka sampai ke Jalan Kali Besar Barat ketemu Jembatan Kota Intan. Berlanjut ke Taman Fatahillah.

”Rute itu juga biasa digunakan untuk mengantar turis-turis asing berkeliling wisata Kota Tua,” terangnya juga.

Tahun 1980, awal kakek bercucu dua itu menggenjot engkol onthel. Jalanan Jakarta tidak seramai sekarang. Belum banyak mobil pribadi, masih cukup lowong baginya bersanding dengan becak, bajaj, bemo, maupun bus. Jarak antar penumpang juga bisa lebih jauh lagi, ke gang-gang kecil di kawasan Harmoni.

Sebab itu ia bisa beberapa kali berganti pangkalan. Mulai di Glodok, Pinangsia, Pasar Perniagaan, Jalan Asemka dan di sepanjang jalan Gajah Mada-Hayam Wuruk.

”Ngantar penumpang paling jauh itu sekali-kalinya, ke pelabuhan Muara Angke, tahun ‘82 dibayar cuma cuma gopek (Rp 500), capeknya minta ampun, pulangnya sampai kesasar,” cetusnya juga.

Sumber : http://www.jpnn.com/read/2014/02/25/218420/Mendulang-Berkah-Macet-Jakarta,-Tiap-Bulan-Kirimi-Istri-Rp-2-Juta-

Senin, 24 Februari 2014

Jakarta Masih Banjir, Jokowi: Percuma Bicara Saja

TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo tidak akan menerapkan status siaga banjir di Ibu Kota. Pada Sabtu 22 Februari 2014 kemarin, hujan deras mengguyur Jakarta sepanjang hari. Akibatnya, Ibu Kota kembali dikepung banjir karena curah hujan tinggi dan seharusnya air mengalir ke gorong-gorong sempat tertahan.

"Kemarin kan banjir karena hujannya seharian," kata Jokowi di Gedung Danapala Kementerian Keuangan pada Ahad, 23 Februari 2014. "Sekarang coba lihat banjir di mana, ayo ke lapangan," ujarnya.(baca:Jakarta Dikepung Banjir Malam Ini)

Menurut Jokowi, percuma tetap membicarakan soal banjir. Sebab, penyelesaian banjir bukan dengan berbicara, melainkan langkah nyata. Salah satu penyelesaian yang disebut Jokowi adalah rencana pembangunan dua waduk di kawasan Bogor, Jawa Barat yaitu waduk Sukamahi dan Ciawi. “ Akar masalahnya kan harus diselesaikan dan itu dalam proses. Bangun waduk baru, salah satunya. Percuma kita bicara saja,” kata Jokowi.

Jokowi yang kemarin sedang ada acara di Solo pun mengaku memantau kondisi Jakarta. Malamnya, dari bandara Cengkareng Jokowi langsung blusukan ke kawasan yang banjir adalah daerah rendah seperti Kampung Pulo, Jakarta Timur dan Bukit Duri, Jakarta Selatan. "Jam 22.00 WIB sudah saya cek keliling-keliling," ujarnya.

Mantan Wali Kota Solo ini pun belum ada rencana melakukan rekayasa hujan meski musim hujan belum berakhir. "Anggaran juga belum cair jadi tidak ada itu rekayasa cuaca," katanya.

Sumber : http://www.tempo.co/read/news/2014/02/23/083556807/Jakarta-Masih-Banjir-Jokowi-Percuma-Bicara-Saja

Jumat, 21 Februari 2014

Diduga Ada 'Permainan' di Kontrak Pengelolaan Sampah Bantar Gebang dengan DKI

JAKARTA, Jaingnews.com - Satu lagi dugaan adanya penyelewengan di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Kali ini terkait pengelolaan sampah Jakarta di Bantar Gebang Bekasi, Jawa Barat.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahya Purnama (Ahok) mengatakan pengelolaan sampah Jakarta di sana tidak bagus. Banyak peralatan pengelolaan sampah yang rusak.

Ahok mencurigai adanya permain di perjanjian kerja antara PT Godang Tua Jaya (PT GTJ) sebagai pengelola sampah dengan pihak Balaikota. Bayangkan, kontrak kerjasama itu mencapai 25 tahun. Menurutnya ini aneh.

"Kontrak 25 tahun, tipping fee tiap tahun naik, dan pengelolaan sampah juga nggak bener. Itu lahan Bantar Gebang punya pemprov. Perjanjian ini kan konyol. Kami akan bawa KPK untuk meneliti kontrak ini," kata Ahok di Balaikota Jakarta, Kamis (20/2).

Dengan tarif yang terus naik, ini tidak diimbangi dengan fasilitas pengelola sampah di sana. Sebut saja closed circuit television (CCTV) yang rusak. begitu juga dengan penimbangnya.

"Bagaimana kami percaya, sampah sehari sebanyak 6.500 ton?" jelas dia.

Data DKI, perjanjian pengelolaan sampah dengan PT Godang Jaya Tua dilakukan sejak 2008 lalu. Saat itu tipping fee yang harus dibayar Pemprov DKI Jakarta sebanyak Rp114.000 per ton. Tahun ini tipping fee mengalami kenaikan menjadi Rp123.000 per ton.

"Tinggal kita cek apakah betul itu 6500 ton/hari? Makanya kita pasang CCTV. CCTV juga lagi rusak kan. Dari dulu alasannya rusak, rusak, rusak. Makanya saya harap KPK bisa turun. Proyek besar ini," papar dia.

Sumber : http://jaringnews.com/politik-peristiwa/umum/56821/diduga-ada-permainan-di-kontrak-pengelolaan-sampah-bantar-gebang-dengan-dki

Kamis, 20 Februari 2014

Jumlah Sampah di Jakarta Sama dengan Berat 2.000 Ekor Gajah

Liputan6.com, Jakarta : Kondisi sampah di Indonesia cukup memprihatinkan, terlebih di Jakarta. Kondisi sampah di Jakarta saat ini mencapai 6.700 ton per hari, dengan jumlah penduduk sesuai data BPS 2009 sekitar 9.223 juta jiwa.

Menurut Ketua Jakarta Aksi Lingkungan Indah (Jali Two) Prakoso, berat siampah-sampah tersebut sama dengan mengumpulkan 2.000 gajah di Tempat Pemungutan Akhir (TPA) per harinya.

"Jika diasumsikan berat satu ekor gajah dewasa 3 sampai 4 ton, maka setiap harinya ada 2.000 ekor gajah di TPA per hari," kata Prakoso mengibaratkan dalam acara `Kementerian Lingkungan Hidup Media Briefing` di Ruang Kalpataru Gedung B KLH, Kebon Nanas, Jakarta, Rabu (19/2/2014).

Dalam hitungan kasar, kata Prakoso, rata-rata setiap orang akan menghasilkan sampah 1 kilogram per hari, terdiri dari 17 persen sampah plastik. "Organik adalah sampah terbanyak, yaitu sebesar 67 persen. Sedangkan sampah an-organik sebesar 32,8 persen dan 0,2 persen lainnya," kata dia menambahkan.

Untuk itu, Prakoso yang kini mencetuskan bank sampah bagi masyarakat di sekitar Jakarta Timur mengatakan, untuk mengurangi sampah ini, ada baiknya si pemilik sampah untuk memilah sampah-sampah mana saja yang memang layak untuk dibuang, dan mana pula sampah yang masih bisa diproses menjadi sesuatu yang bermanfaat.

"Keuntungan memilih sampah adalah sebanyak 67 persen sampah organik bisa dibuat kompos. Sedangkan sebanyak 32,8 persen sampah anorganik dapat dijadikan 3R (reduce, reuse, dan recycle). Dengan begitu, selain mengurangi timbunan sampah, dapat juga memperoleh penghasilan tambahan," kata Prakoso menerangkan.

Sumber : http://health.liputan6.com/read/831646/jumlah-sampah-di-jakarta-sama-dengan-berat-2000-ekor-gajah

Rabu, 19 Februari 2014

Monorel mandek, Ahok panggil PT Jakarta Monorail

Jakarta (ANTARA News) - Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama akan memanggil PT Jakarta Monorail menyusul mandeknya pengerjaan proyek pembangunan monorel.

"Kita akan panggil mereka untuk ketemu dan melihat kalau mereka memang bilang sanggup, kita ingin tahu kapan gitu lho," kata Ahok di Balaikota, Selasa.

Hingga saat ini, Pemda DKI Jakarta belum mengetahui alasan terhentinya proyek, namun Ahok menduga karena menghadapi masalah keuangan.

"Kita tidak tahu pasti seperti apa kondisi mereka. Tapi denger-denger sih karena masalah finansial ya. Tapi mereka tidak mau mengakui," katanya.

Karena PT Jakarta Monorail memegang hak atas pembangunan proyek, maka Pemda DKI Jakarta tidak berhak turut campur dalam pembangunannya.

"Dulu dalam perjanjian juga Pemprov niatnya baik, tidak berfikir akan macet. Tapi begitu macet barang-barang yang dia bikin ditahan, dirobohkan enggak boleh. Tapi orang suruh kerja enggak boleh. Makanya kita beri ketegasan kalau enggak lanjutkan akan kita bongkar," katanya.

Ahok menegaskan akan merumuskan perjanjian baru dengan PT Jakarta Monorail, jika perusahaan ini tidak sanggup mengerjakan, maka proyek akan dibongkar karena dianggap bangunan tanpa ijin yang didirikan di atas lahan Pemda DKI Jakarta.

"Jadi kalau dia mau dengan perjanjian yang dirumuskan bersama ini, maka dia boleh terus tapi ada perjanjian kalau kali ini gagal maka semua barang yang sudah ada ini akan dibongkar. Nah ini yang akan kami masukkan dalam kontrak baru," katanya.

Ahok mengungkap sejak awal dia tidak yakin pada kapasitas PT Jakarta Monorail membangun monorel.

"Dikatakan bahwa monorel bukan bisnis yang baik, tapi dia ngotot. Ya makanya kita biarin aja, tapi ini kayak digantung gitu dong, kapan gitu lho, enggak jelas," katanya.

Jika PT Jakarta Monorail tidak segera mengerjakan, maka Pemda DKI Jakarta akan mencari investor lain.

"Dengan investor yang lain juga kita harus ada perjanjian yang jelas. Kemarin cuma bilang niat-niat tapi minggat, enggak ada yang bener gitu kan sama kaya deep tunnel gitu. Bilang ada swasta yang mau, tapi enggak," katanya.

Sumber : http://www.antaranews.com/berita/419631/monorel-mandek-ahok-panggil-pt-jakarta-monorail

Selasa, 18 Februari 2014

Batal Beli Truk Sampah, Jokowi Bingung

TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengindikasikan bahwa Pemprov DKI Jakarta masih sulit untuk melepaskan swastanisasi. Pasalnya, kata dia, pihaknya tidak jadi membeli truk sampah tahun ini.

Padahal, menurut Jokowi, pengadaan truk sampah tahun ini diniatkan untuk bisa mengelola sendiri sampah. "Mau diubah gimana? Truk-nya diberi gak?" kata dia di Balai Kota Senin 17 Februari 2014.

Sebelumnya, Pemprov DKI merencanakan pengadaan 200 truk sampah tahun ini. Namun, anggaran untuk pembelian tersebut tidak masuk ke Anggaran Pendapatan Belanja Daerah 2014. DPRD menyebut, tak ada pengajuan mata anggaran tersebut ke pihaknya.

Jika tidak ada truk, menurut Jokowi, pihaknya tidak bisa melakukan pengangkutan sampah sendiri. "Mau pakai apa?," kata dia. Sedangkan APBD Perubahan masih akan memakan waktu. "APBD-P baru kapan, masa sampah mau dibiarkan menumpuk," ujar dia.

Menurut Jokowi, DKI kekurangan truk sampah. Idealnya, DKI harus memiliki 400 truk sampah. Namun saat ini, jumlahnya tak mencapai itu. Ditambah lagi, rata-rata truk sampah sudah berusia tua sekitar 20-30 tahun.

Sumber : http://www.tempo.co/read/news/2014/02/18/083555178/Batal-Beli-Truk-Sampah-Jokowi-Bingung

Senin, 17 Februari 2014

”Kebusukan” Pengelolaan Sampah Ibu Kota

KOMPAS.com - MENGURUS sampah ternyata tidak mudah. Hampir Rp 1 triliun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggulirkan dana untuk pengelolaan sampah. Pemerintah menggaet swasta membantu pengangkutan ataupun pengolahan di tempat pembuangan akhir. Namun, sampah masih belum teratasi, masih banyak terjadi penumpukan sampah.

Pengangkutan molor di tengah bertambahnya produksi sampah. Sampah tercecer di sejumlah depo dan tempat penampungan sementara (TPS). Warga pun memprotes kondisi itu.

Sementara pengelola depo dan sopir berkilah, pengangkutan ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Kota Bekasi, molor dari 3-4 jam menjadi 10-12 jam. Lamanya antrean di titik buang menjadi pemicunya.

Jumat (14/2) lalu, rute pengangkutan sampah dari Jakarta padat kendaraan, terutama di ruas Cibubur dan Cileungsi. Akses utama menuju kawasan itu rusak berat. Lubang jalan menganga, antara lain di Jalan Raya Narogong di Cileungsi, membuat truk pengangkut sampah terantuk.

Selain kemacetan, waktu pembuangan molor karena truk harus mengantre berjam-jam di titik buang. Waktu mengantre kerap molor sampai 10 jam sehingga tak jarang sopir harus menginap di kabin truk.

Berang
Melihat karut-marut pengelolaan sampah Ibu Kota, wajar jika Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama berang. Sebab, Pemprov DKI sudah banyak mengeluarkan dana. Namun, persoalan sampah masih belum beres.

Paling tidak, biaya pengangkutan dan pengelolaan sampah mencapai Rp 943 miliar per tahun. Sementara masih ada timbunan sampah di TPS dan sekitar permukiman warga.

Basuki menuding ada mafia di balik pengelolaan sampah. Mereka mengambil keuntungan dari pengelolaan sampah Jakarta. Siapakah mafia itu?

Basuki tidak menjelaskan secara detail. Dugaan serupa disampaikan peneliti dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Firdaus Ali. Indikasi keterlibatan mafia terlihat dari pembiaran kacaunya pengelolaan sampah. Padahal, dalam mata rantai pengelolaan, ada pengawas yang dilibatkan. Sayangnya, mekanisme pengawasan ini tumpul atau ditumpulkan.

”Mafia inilah yang harus diatasi lebih dahulu sebelum menata pengangkutan dan pengolahan sampah di tempat pembuangan akhir,” kata Firdaus.

Tak sesuai rencana
Keterlibatan swasta dalam pengelolaan sampah Jakarta ada pada pengangkutan dan pengolahan. Pengangkutan dilakukan 26 perusahaan pengangkut sampah. Kontrak kerja sama dengan mereka diputus per 31 Desember 2013.

Pengolahan sampah di TPST Bantar Gebang diserahkan Pemprov DKI Jakarta kepada dua pemenang tender, yakni PT Godang Tua Jaya (GTJ) dan PT Navigat Organic Energy.

Kontrak kerja sama dengan mereka berlangsung dari Desember 2008 hingga 2023. Di awal kontrak, PT GTJ berkomitmen akan menerapkan teknologi sanitary landfillyang benar dan penerapan proses 3R, yaitureduce, reuse, recycle (pengurangan, penggunaan ulang, dan pengolahan ulang), serta pengomposan sampah di TPST Bantar Gebang.

Dalam rencana PT GTJ, sedikitnya ada empat jenis fasilitas pengelolaan sampah yang akan dibangun bertahap mulai 2009. Rencana ini meliputi pembangunan fasilitas pengolahan sampah dengan teknologi Galfad (gasification, landfill, and anaerobic digestion), fasilitas daur ulang sampah plastik, fasilitas pengolahan gas metana, dan fasilitas pembangkit listrik (Kompas, 4 Maret 2009).

Kini, lima tahun setelah penandatanganan kerja sama itu, sejumlah rencana belum terealisasi. Tak jauh dari kantor pengelola, air lindi mengalir di jalan utama kawasan. Pada Jumat, beton jalan utama TPST Bantar Gebang retak, bergelombang, dan berlumpur bagai kubangan.

Bukan hanya itu, model sanitary landfilldinilai belum berjalan. Sebab, tumpukan sampah seharusnya tidak lebih dari 12 meter, tetapi di beberapa lokasi kini sudah mencapai 30 meter.

”Mengacu pada model pengolahan itu, setiap dua meter tumpukan sampah seharusnya dilapisi tanah sebelum ditimpa sampah baru. Namun, sampah ditumpuk dan dipadatkan begitu saja tanpa tanah,” kata Bagong Suyoto dari Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) DKI Jakarta.

Hal ini terjadi karena pengawasan pelaksanaan kontrak kerja sama tidak jalan dengan baik. Bagong mengingatkan pentingnya beberapa aspek pengelolaan sampah, seperti hukum, kelembagaan, pembiayaan, partisipasi masyarakat, dan teknologi.

”Semua tidak boleh ditinggalkan, harus dipadukan dalam tata kelola yang utuh,” katanya.

Sumber : http://megapolitan.kompas.com/read/2014/02/17/0652395/.Kebusukan.Pengelolaan.Sampah.Ibu.Kota

Jumat, 14 Februari 2014

AHOK, AKAN KEMBALIKAN SEMUA BUS TRANSJAKARTA

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, mengancam akan mengembalikan semua armada TransJakarta dan bus kota terintegrasi busway (BKTB) yang didatangkan dari China. Sebab, semuanya tidak layak pakai.

“Itu (Kadishub) sudah dipanggil dan memang barangnya sudah tidak layak pakai. Makanya sudah kami putuskan tidak membayar mereka (kontraktor),” kata Ahok di Balai Kota Jakarta, Rabu, 12 Februari 2014.

Untuk pengadaan bus tersebut, kata dia, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hanya akan membayar down payment (DP) sebesar 26 persen. “Jangan-jangan 26 persen itu pun sudah balik modal. Mana kami tahu. Mesti penelitian lebih dalam.”

Namun Ahok tidak menyebutkan berapa total yang harus dibayarkan. Jika pemenang tender itu bersikukuh bahwa Pemrov harus bayar penuh, maka DKI akan membawa masalah ini ke pengadilan.

“Busnya akan kami kembalikan. Kalau ada sanksi pasti ada permainan, kalau dia ngotot harus bayar kami akan ke pengadilan. Maka kami butuh tenaga ahli untuk membuktikan ini speknya di bawah standar,” katanya.

Kata dia, beberapa bus yang belum didatangkan ke Jakarta akan langsung ditolak karena dikhawatirkan kondisinya serupa dengan yang sudah lebih dulu datang.

Soal adanya kecurangan pengadaan bus itu, Biro Hukum Pemprov akan mempelajari sisi-sisi hukum untuk bisa diajukan ke pengadilan.

“Kami mesti pelajari sisi hukumnya. Tapi kalau ke pengadilan biasanya pemerintah suka kalah juga,” ujarnya.

Sumber : http://www.tubasmedia.com/berita/ahok-akan-kembalikan-semua-bus-transjakarta/

Kamis, 13 Februari 2014

Mutasi Besar-besaran, Jokowi Tak Suka Pejabat ABS dan Basa-basi

JAKARTA, KOMPAS.com — Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengatakan, idealnya seorang kepala dinas menjabat dua atau tiga tahun agar menguasai persoalan. Namun, jika pejabat itu tidak bekerja dengan baik, maka Jokowi akan mengambil langkah tegas.

"Paling tidak 3-4 tahunlah sehingga penguasaan masalah tahu betul. Tapi masalahnya ada yang sudah saya perintah, tapi tak diikuti, hanya nyenengi atau ABS (asal bapak senang), basa-basi, seremoni, itu saya tidak suka," kata Jokowi di Balaikota Jakarta, Rabu (12/2/2014).

Jokowi mengatakan, seorang pemimpin harus bekerja secara konkret karena hal tersebut ditunggu rakyat. Apakah beberapa pejabat yang sebelumnya dimutasi bermasalah? "Masa saya jelasin lagi," jawab Jokowi.

Jokowi mengakui bahwa hingga lebih dari setahun menjabat menjadi gubernur, dia belum menemukan komposisi kepala dinas yang tepat sesuai harapannya. Ada kepala dinas yang sesuai harapannya, ada yang masih jauh dari harapan.

"Pokoknya sampai ketemu personel yang bisa kuasai bidangnya, dan bisa mengimplementasikan apa yang kita mau," kata Jokowi.

Hari ini, Jokowi melantik 26 pejabat eselon II di Balaikota DKI Jakarta. Kepala Dinas Perhubungan Udar Pristono dimutasi menjadi anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP). Posisinya digantikan oleh Muhammad Akbar. Kepala Dinas Kebersihan Unu Nurdin juga pindah ke TGUPP, digantikan oleh Saptasari Ediningtyas.

Sumber : http://megapolitan.kompas.com/read/2014/02/12/1917222/Mutasi.Besar-besaran.Jokowi.Tak.Suka.Pejabat.ABS.dan.Basa-basi

Rabu, 12 Februari 2014

Basuki: Terlalu Banyak Kontrak Lucu di Jakarta

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mempertanyakan kontrak Pemerintah Provinsi DKI dengan PT Godang Tua Jaya (GTJ) selaku pengelola tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) Bantargebang dan pemenang tender pengelolaan sampah di Jakarta. Basuki bingung mengapa kontrak kesepakatan mencapai 25 tahun. Menurut Basuki, perusahaan tersebut tidak memiliki kinerja yang baik dan tipping fee sampah terus bertambah.

"Saya enggak tahu kontraknya bisa kayak begitu. Terlalu banyak kontrak 'lucu' di Jakarta ini," kata Basuki di Balaikota Jakarta, Selasa (11/2/2014).

PT GTJ mendapatkan kontrak kerja sama pengelolaan sampah dengan Pemprov DKI selama 25 tahun sejak 2008. Sebelumnya, kontrak Pemprov DKI dengan PT GTJ berlangsung selama 20 tahun. Adanya kontrak yang mengikat itu menyebabkan Pemprov DKI tidak dapat memutuskan kerja sama secara sepihak. Apabila memutuskan secara sepihak, DKI dapat dikatakan wanprestasi. Oleh karena itu, ia berencana mencari celah hukum agar kontrak itu dapat diakhiri.

Selama kontrak berjalan, tipping fee atau biaya pembuangan sampah yang harus dibayarkan kepada PT GTJ selalu naik. Awalnya dibayarkan Rp 114.000 per ton, tahun ini naik menjadi Rp 123.000 per ton.

Biaya tipping fee itu di luar biaya angkut yang harus dibayarkan Pemprov DKI melalui Dinas Kebersihan. Biaya pengangkutan juga diserahkan kepada swasta oleh Dinas Kebersihan. Pengangkutan sampah dengan kendaraan tipe kecil seharga Rp 22.393 per ton dan tipe angkutan besar sebesar Rp 167.343 per ton.

Basuki mengatakan, Pemprov DKI justru merugi jika hal itu terus terjadi. Terlebih, lahan pembuangan sampah yang diolah oleh PT GTJ merupakan lahan kepemilikan Pemprov DKI. "DKI rugi loh karena itu tanah kita sendiri, terus kita yang bayar, kan lucu. Tapi ya sudahlah kontrak 25 tahun," kata Basuki.

Dengan kondisi seperti ini, Basuki menengarai selama ini Pemprov DKI Jakarta tidak memiliki truk sampah karena anggarannya habis untuk pembayaran tipping fee PT GTJ sebesar Rp 287,8 miliar per tahun dan biaya pengangkutan sampah oleh swasta mulai dari tingkat kelurahan. Ia mengatakan, hingga kini PT GTJ belum dapat membuat teknologi pengelolaan sampah dengan gasifikasi, landfill, and anaerobic digestion (galvad) sesuai perjanjian kontrak. Dalam perjanjian, PT GTJ seharusnya membangun pengelolaan sampah berteknologi galvad dan menjual listrik serta kompos. Oleh karena itu, Basuki menyebutkan, lebih baik Pemprov DKI membeli lahan sendiri untuk tempat pembuangan sampah akhir dari anggaran pengelolaan sampah mulai dari pengangkutan kelurahan hingga pembuangan ke TPST Bantargebang mencapai Rp 400 miliar setiap tahun.

"Kontrak 25 tahun kok bisa TPST Bantargebang enggak penuh sampah begitu. Kita beli tanah 100 hektar setiap tahun saja," kata Basuki.

Beberapa waktu lalu, DPRD DKI juga pernah meminta Pemprov DKI melakukan audit investigasi di TPST Bantargebang yang dinilai merugikan. Pengelolaan sampah oleh swasta itu dinilai merugikan Pemprov DKI karena sampai sekarang teknologi pengolah sampah menjadi energi yang disebutkan dalam kontrak tidak juga dibangun. PT GTJ Joint Operation PT Navigat Organic Energy Indonesia tidak menjalankan amanat dalam kontrak dengan Pemprov DKI. Berdasarkan laporan resmi UPT TPST Regional, pada tahun 2012 terjadi kegagalan investasi sebesar Rp 130 miliar. Sejak penandatanganan kontrak pada tahun 2008 hingga kini belum pernah diadakan audit investasi oleh auditor independen. Padahal, audit ini merupakan kewajiban sesuai dengan kontrak perjanjian antara Pemprov DKI dan PT GTJ.

Sumber : http://megapolitan.kompas.com/read/2014/02/11/1705384/Basuki.Terlalu.Banyak.Kontrak.Lucu.di.Jakarta

Selasa, 11 Februari 2014

Jokowi Nilai Alasan Kadishub Tidak Masuk Akal soal Bus Berkarat

JAKARTA, KOMPAS.com — Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menilai tidak masuk akal jika Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono menyebut bus-bus baru transjakarta mengalami kerusakan akibat terkena air laut. Pristono mengatakan bahwa kerusakan bus baru itu akibat proses korosi selama bus dikirim dari China ke Jakarta.

"Masa di dalam kapal tongkang kena air laut. Kita kan ngirim gini ndak sekali dua kali," ujarnya di Balaikota Jakarta, Senin (10/2/2014).

Jika memang benar kerusakan komponen bus itu akibat korosi, kata Jokowi, maka seharusnya Dinas Perhubungan DKI Jakarta harus membersihkannya dengan antikarat begitu bus-bus itu tiba. Menurut Jokowi, kejadian tersebut baru dialaminya sekali selama dia menjadi pimpinan daerah sejak di Surakarta terlebih dahulu.

Jokowi mengakui bahwa kasus tersebut terjadi karena belum diterapkannya sistem electronic catalogue serta electronic purchasing. Oleh sebab itu, pengadaan barang, terutama dalam jumlah besar, berisiko terhadap menurunnya kualitas barang. Jokowi yakin, dengan sistem baru, pengadaan barang lebih baik.

Senin pagi tadi, Jokowi menegaskan telah mengutus beberapa orang dari Inspektorat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk memeriksa pihak-pihak yang terlibat dalam pengadaan bus itu, mulai dari Dishub Jakarta hingga kepada tim penerimaan barang. "Kita evaluasi lagi. Saya tidak akan komentar lebih jauh dulu. Jadi, saya menunggu tim ini untuk mengecek lapangan dulu," ujar dia.

Sebanyak 5 dari 90 bus baru transjakarta dan 10 dari 18 bus baru untuk bus kota terintegrasi busway (BKTB) mengalami kerusakan di sejumlah komponennya. Misalnya, banyak komponen berkarat, berjamur, dan beberapa instalasi tidak dibaut. Bahkan ada yang tidak ada fanbelt mesin.

Pristono membenarkan ada kerusakan beberapa komponen bus transjakarta dan BKTB yang baru diluncurkan beberapa waktu lalu. Pristono menyebutkan bahwa kerusakan itu terjadi saat proses pengapalan dari China ke Indonesia. Seharusnya, bus-bus itu datang ke Jakarta awal Desember 2013. Namun, akibat cuaca buruk, kapal baru dapat merapat akhir Desember 2013. "Jadi selama perjalanan, air laut terciprat-ciprat ke bus itu dan pada akhirnya menimbulkan karat di beberapa bagian," ujarnya.

Sumber : http://megapolitan.kompas.com/read/2014/02/10/1731254/Jokowi.Nilai.Alasan.Kadishub.Tidak.Masuk.Akal.soal.Bus.Berkarat

Senin, 10 Februari 2014

Koin untuk `Truk Sampah Jokowi-Ahok` Digelar di Bundaran HI

Liputan6.com, Jakarta : Sekumpulan warga yang tergabung dalam 'Gerakan Koin Warga untuk Truk Sampah Jakarta' kembali melakukan penggalangan dana. Aksi dilakukan di sela Hari Bebas Kendaraan Bermotor alias Car Free Day.

Pantauan Liputan6.com, aksi penggalangan dana digelar di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, Minggu (9/2/2014). Penggalangan dana untuk membeli truk sampah bagi Pemprov DKI pimpinan Jokowi-Ahok ini disambut antusias warga yang berolahraga.

Tidak sedikit warga yang mengeluarkan uangnya baik itu dalam bentuk uang koin maupun uang lembaran. Salah seorang koordinator gerakan, Anton Wuriyanto mengatakan kegiatan pengumpulan koin merupakan kelanjutan dari kegiatan hari sebelumnya.

Dalam aksinya kali ini, Anton menerjunkan sebanyak 15 orang relawan yang tersebar di sepanjang kawasan Jalan Sudirman-Thamrin. "Tiap relawan masing-masing membawa kardus untuk menggalang dana untuk membeli truk sampah yang nanti akan kami sumbangkan ke Pemprov DKI Jakarta," kata Anton.

"Kita tidak peduli, walaupun sehari hanya dapat ratusan ribu, kita tetap akan mengumpulkan dana sampai bisa beli truk," kata dia. Penggalangan dana akan digelar setiap hari.

Koordinator aksi sebelumnya, Ferdi Semaun mengatakan aksi ini dilatarbelakangi hilangnya anggaran pembelian 200 truk sampah dalam APBD 2014. Padahal pengadaan ratusan truk sampah itu sangat diperlukan untuk mengangkut sampah Jakarta.

"Aksi ini merupakan respons spontan kami karena kebutuhan pengadaan truk sampah tidak terakomodir dalam APBD 2014. Padahal truk sampah itu sangat dibutuhkan untuk mengatasi persoalan sampah yang sangat kronis," ujar Ferdi. (Ism)

Sumber : http://news.liputan6.com/read/821946/koin-untuk-truk-sampah-jokowi-ahok-digelar-di-bundaran-hi

Jumat, 07 Februari 2014

Jakarta Terima Hibah Truk Sampah dari Pengusaha Tionghoa

Metrotvnews.com, Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta baru saja mendapatkan 51 truk sampah dari Perhimpunan Pengusaha Indonesia Tionghoa. Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), mengakui bantuan diberikan saat dia menghadiri perayaan Imlek bersama kelompok perhimpunan tersebut.

"Tadinya saya malas datang ke sana. Tapi karena ada dubes tidak enak saya. Tapi lumayan, saya datang foto-foto, eh dapat tangkapan. Semalam terkumpul 51 truk sampah dari Perhimpunan Pengusaha Indonesia Tionghoa," ujar Ahok di Balai Kota Jakarta, Kamis (6/2).

Ahok mengatakan bantuan truk tersebut rencananya diberikan kepada setiap kelurahan yang ada di Jakarta. Truk itu untuk membantu pengelolaan sampah diwilayah tersebut. Dia menuturkan Pemprov DKI sangat membutuhkan truk sampah untuk mengelola sampah di Ibu Kota, sedangkan pengadaannya membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

"Kami butuh waktu untuk membeli truk sampah. Kalau kota ini enggak ada sampah, bisa membantu perekonomian enggak ada kemacetan segala macam," kata Ahok.

Sumber : http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2014/02/06/5/213839/Jakarta-Terima-Hibah-Truk-Sampah-dari-Pengusaha-Tionghoa

Kamis, 06 Februari 2014

Ditolak DPRD, Jokowi nekat ajukan kembali pembelian truk sampah

Merdeka.com - Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) tetap akan mengajukan pembelian 200 truk sampah kepada DPRD DKI Jakarta. Sebab keputusan disetujui atau tidaknya truk sampah itu berada di legislatif.

"Hak budgeting itu ada di dewan. Kita bakalan ajukan terus pembelian truk sampah," jelas Jokowi di Fresh Market, Pantai Indah Kapuk, Pluit, Jakarta Utara, Rabu (5/1).

Menurut mantan wali kota Solo ini, pembelian truk sampah sudah sangat mendesak. Sebab kualitas truk sampah yang dimiliki Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tidak layak lagi beroperasi.

"Truk yang sekarang itu umurnya udah ada yang 10-20 tahun. Gak mau kan kalau semisalnya sampah tumpah. Perlu diganti," tambahnya.

Sedangkan mengenai kekhawatiran DPRD DKI Jakarta soal penggunaan truk sampah baru digunakan pihak ketiga, Jokowi menilai itu terlalu berlebihan. Menurutnya, tidak masalah jika pihak ketiga yang dikontrak untuk mengelola sampah menggunakan truk sampah milik Pemprov DKI Jakarta.

"Kalau mengenai dikelola pihak ketiga itu mudah, hanya masalah manajerial saja. Kita bisa potong biaya transportasi mereka jika menggunakan truk sampah milik Pemprov DKI Jakarta," tandasnya.

Beberapa hari lalu DPRD DKI sudah mengungkapkan alasan mengapa menolak pembelian 200 truk sampah. Menurut Anggota Komisi D DPRD bidang pembangunan Aliman Aat, penolakan dikarenakan truk itu hanya akan digunakan oleh pihak swasta.

Menurutnya, membelikan truk untuk mendukung kerja pihak swasta adalah kerugian. Sebab Pemprov DKI Jakarta malah menyediakan anggaran untuk pihak swasta. Pembayaran dilakukan karena mereka mengangkut sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat.

"Memangnya sudah bodoh sekali Pemprov DKI Jakarta? Kita yang beli truk, swasta operasikan, kita bayar juga mereka, enak benar swasta itu," tegas Aliman saat dihubungi di Jakarta, Senin (3/1).

Politikus Partai Demokrat ini juga menambahkan, sebaiknya pihak eksekutif lebih teliti dalam mengajukan anggaran. Karena khawatir akan adanya pemborosan. Dengan alasan tersebut, dia menjelaskan, seluruh anggota Komisi D melakukan penolakan dengan rencana pembelian truk sampah tersebut.

Sedangkan, Dinas Kebersihan DKI Jakarta telah memiliki 700 unit truk sampah, namun hanya dioperasikan oleh pihak ketiga. Seharusnya, Aliman menegaskan, pihak ketiga juga ikut serta menanamkan investasinya agar sistem kerja pengangkutan sampah menjadi lebih efisien dan efektif.

"Mereka (pengangkut sampah swasta) ini dimanjakan sekali, tidak beli truk, tapi dibayar per ton oleh Pemprov. Mereka pakai truk pelat merah semua, harusnya mereka investasi dong, kan mereka mau usaha, jadi bukannya kita coret tanpa alasan," ujarnya.

Sumber : http://www.merdeka.com/jakarta/ditolak-dprd-jokowi-nekat-ajukan-kembali-pembelian-truk-sampah.html

Rabu, 05 Februari 2014

Cegah Banjir di Jakarta, Jokowi Tanam 40 Ribu Pohon di Puncak

VIVAnews - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan melakukan upaya pencegahan banjir dari hulu. Selain membangun Waduk Ciawi dan Waduk Sukamahi, Pemprov DKI juga akan menanam pohon di wilayah Desa Tugu Selatan, Puncak, Bogor, Jawa Barat.

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, mengatakan selama ini berbagai rencana untuk penanganan banjir sudah ada. Apa yang harus dikerjakan semuanya juga sudah diketahui.

Jadi, kata dia, saat ini adalah waktunya melakukan aksi penanganan banjir. Salah satunya dengan penanaman pohon di hulu.

"Apa yang harus dikerjakan sekarang sudah diketahui. Apa yang harus dilakukan semuanya sudah tahu. Jadi ini saatnya bekerja," kata Jokowi di Puncak, Bogor, Jawa Barat, Selasa, 4 Februari 2014.

Disampaikan Jokowi, penanaman pohon akan dilakukan secara terus menerus setiap tahun. Dengan demikian diharapkan di hulu banyak air serapan air sehingga banjir ke Jakarta bisa dikurangi. "Penanganan banjir itu tidak hanya di hilir. Di hulu juga penting," ujar dia.

Ketua Perhutani Divisi Regional Jawa Barat dan Banten, Dadang Hendaris, mengungkapkan, penanaman ini dilakukan di lahan seluas 100 hektar. Rencananya akan ada 40 ribu pohon di tanam di sana. Pohon yang ditanam antara lain pinus, kayu putih, rasamala, puspa, dan buah-buahan.

"Pemilihan tanaman itu disesuaikan dengan kondisi iklim di sini. Kemudian produktivitas dan kesuburan tanah di sini," ucapnya.

Sumber : http://metro.news.viva.co.id/news/read/478534-cegah-banjir-di-jakarta--jokowi-tanam-40-ribu-pohon-di-puncak

Selasa, 04 Februari 2014

Truk Sampah Ditolak, DKI Perlu Gandeng Pihak Ketiga

JAKARTA - Harapan akan adanya armada baru untuk mengangkut tumpukan sampah Jakarta harus dikubur untuk sementara waktu. Pasalnya, usulan anggaran yang diajukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ditolak DPRD.

Penolakan ini pun menuai kekecewaan dari sejumlah kalangan. Salah satunya adalah, Rommy, pendiri @betterJKT, sebuah gerakan moral yang mengajak warga untuk menjadikan Jakarta sebagai kota yang layak untuk dihuni.

"Saya pribadi menyayangkan penolakan DPRD mengenai ajuan anggaran mengenai angkutan sampah ini. Karena dari segi kuantitas, jumlahnya tidak memadai dan dari segi kualitas, usia angkutan tersebut sudah tua sehingga mempengaruhi kinerja pembersihan sampah," kata Rommy di Jakarta, Senin (3/2).

Rommy yang juga calon anggota DPD daerah pemilihan Jakarta mengatakan Pemprov DKI tak perlu berkecil hati dengan penolakan itu. Alasannya, masih banya cara yang dilakukan untuk mengadakan truk pengangkut sampah.

"Solusi anggaran ini harus diakali oleh Pemprov DKI Jakarta dengan cara menggaet pihak ketiga misalnya CSR perusahaan-perusahaan atau hibah dari lembaga internasional," katanya.

Penyebab banjir Jakarta kata dia, tidak hanya karena curah hujan yang cukup tinggi, banjir kiriman, ataupun daya resap yang rendah karena pemukiman yang terlalu padat, tapi juga dikarenakan tumpukan sampah dengan produksi sampah sekitar 6.000 ton perhari. Makanya, dari segi pengangkutan sampah saja, prasarana masih terbatas.

"Jadi, untuk mengharapakn lebih daripada itu, yakni pengelolaan sampah menjadi sesuatu yang produktif akan lebih sulit rasanya. Tapi, jika tak disikapi dengan ekstrim, maka Jakarta sebagai metropolitan bisa juga menjadi momok karena bau dan penyakit yang disebabkan sampah ini," ucapnya.

Menurut Rommy, dari permasalahan sampah ini tidak ada yang tidak mungkin jika banyak pihak yang digaet untuk menyadari sisi positif dari sampah. Kata dia, sampah itu ada manfaatnya jika bisa dikelola dengan baik, karena dapat dijadikan pupuk. "Misal di Swedia bisa jadi pembangkit listrik PLTS dan mereka harus impor sampah karena keberhasilan program daur ulang," katanya,

Di DKI sendiri menghasilkan sampah sekitar 6 ribu ton perhari atau lebih kurang 2 juta ton sampah pertahun. Jika dibanding dengan 1 distrik di Swedia, maka produksi sampah di Jakarta sudah mencukupi untuk pengelolaan sampah menjadi energi.

"Sebagai perbandingan, distrik tersebut setiap tahunnya mendapatkan 700 ribu ton sampah menghasilkan 1500 GWH panas yang menyumbang 30 persen energi panas menghasilkan 270 GWH electricity yang menutupi 5 persen kebutuhan listrik kota," pungkasnya.

Sumber : http://www.jpnn.com/read/2014/02/03/214616/Truk-Sampah-Ditolak,-DKI-Perlu-Gandeng-Pihak-Ketiga-

Senin, 03 Februari 2014

Bedanya Politik di Kuala Lumpur dan Jakarta soal Transportasi Publik...

JAKARTA, KOMPAS.com — Dua ibu kota negeri jiran, Jakarta di Indonesia dan Kuala Lumpur di Malaysia, sama-sama berupaya mengatasi kemacetan di wilayahnya. Dua-duanya dalam proses membangun transportasi publik yang lebih baik. Namun, situasi yang dihadapi nyaris bertolak belakang.

Dua pekan lalu, Kompas.com beserta PT Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta menyambangi Kuala Lumpur. Seperti halnya Jakarta, kota ini juga tengah membangun MRT yang rencananya akan mulai beroperasi pada 2016.

MRT akan melengkapi layanan transportasi publik yang sudah ada terlebih dahulu di Kuala Lumpur. Kota ini sebelumnya telah memiliki tiga rute light rapid transit (LRT), satu rute monorel, bus kota, Kuala Lumpur International Airport yang melayani jalur reguler dan ekspres, serta kereta komuter yang menghubungkan Kuala Lumpur dengan kawasan penyangga.

"(Pada) 2006 (MRT) diusulkan ke Kerajaan, kemudian dibuat kajian dan jadi proyek Kerajaan. Pada 2010 diteruskan ke kabinet, terus groundbreaking pada 2011," kata Direktur Komunikasi dan Humas Kuala Lumpur MRT Corporation Amir Mahmood Razak, saat ditemui, di kantornya.

Menurut Mahmood, pembangunan transportasi publik di Kuala Lumpur tak pernah terkendala kepentingan politik. "Oposisi pemerintah selalu mendukung penuh pembangunan transportasi publik karena ini memang sangat penting bagi kebaikan orang banyak," ujarnya.

Mahmood mengatakan, Kuala Lumpur tak punya parlemen di tingkat lokal. Kota ini merupakan satu dari tiga wilayah federal yang langsung berada di bawah Kementerian Wilayah Federal dan Kesejahteraan Perkotaan. Di Malaysia, wilayah federal berbeda dengan negara bagian yang berbasis kesultanan.

"Kuala Lumpur tak ada sultan, yang ada Datuk Bandar yang dia itu Civil Servant yang diangkat pemerintah," jelas Leong Shen Li, Asisten Direktur Komunikasi dan Humas Kuala Lumpur MRT Corporation. "Kuala Lumpur juga tak punya parlemen, parlemen Kuala Lumpur itu ya parlemen Malaysia," tambah Shen Li.

Bagaimana dengan Jakarta?

Transportasi publik juga menjadi program yang sedang "kejar tayang" di DKI Jakarta. Namun, keputusan soal pembangunan layanan moda transportasi di kota ini berliku-liku. Selain MRT yang mulai berjalan tahap pembangunannya, pengadaan transportasi publik lain pun tak gampang diwujudkan di Jakarta.

Meskipun DKI Jakarta adalah ibu kota Indonesia, kebijakan yang diterapkan di kota ini tak selalu merupakan program pemerintah pusat dan sebaliknya. Ketika Jakarta sedang menggenjot transportasi publik, misalnya, pada September 2013, Kementerian Perindustrian justru mengeluarkan izin untuk low cost green car (LCGC).

Mobil murah tersebut tentu saja tak searah dengan upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengurai kemacetan. Bagaimanapun, pangsa pasar mobil di Indonesia masih didominasi Jakarta. LGCC hanya dibanderol di bawah Rp 100 juta per unit.

Dari struktur politik, Jakarta berbeda pula dengan Kuala Lumpur. Di sini, Gubernur DKI Jakarta dipilih langsung dalam pemilu kepala daerah. Demikian pula dengan parlemen, DPRD DKI Jakarta juga merupakan hasil pemilihan umum tingkat lokal, dengan beragam partai politik di dalamnya. Saat ini, partai politik pengusung Gubernur DKI Jakarta dan wakilnya bukan mayoritas pula di DPRD.

Pada November 2013, misalnya, DPRD DKI Jakarta menyetujui pembelian 650 bus dari 1.000 bus transjakarta yang diajukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak Januari 2013. "Pemotongan jumlah bus ini dilakukan karena kami menganggap pengajuan 1.000 bus justru akan membebani Pemprov DKI," kata Wakil Ketua DPRD DKI Priya Ramadhani.

Sudah dipangkas jumlah busnya, pengesahan APBD 2013 DKI Jakarta juga molor. Pembelian bus pun tertunda. Hingga Januari 2014, baru 30 bus baru yang telah beroperasi.

Kuala Lumpur dan Jakarta sama-sama punya daerah penyangga. Lagi-lagi struktur politik juga menjadikan daerah penyangga bagi Jakarta sebagai tantangan tersendiri.

Pakar komunikasi politik Hamdi Moeloek menilai, persoalan transportasi di DKI terkait pula dengan provinsi lain. Kerja sama antarprovinsi dia nilai tidak efisien lantaran ego otonomi daerah.

Menurut Hamdi, seharusnya pemerintah pusat mengambil langkah mengatasi kebuntuan antarprovinsi ini dengan membuat kebijakan "siapa mengatur apa". Menurut dia, Pemerintah seharusnya lebih banyak lagi membantu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang kepanjangan namanya saja sudah Daerah Khusus Ibukota.

"Transportasi, misalnya. Pergerakan orang dari provinsi lain tinggi. Harus ada transportasi yang mengangkut mereka. Kemacetan pun tak bisa diselesaikan kalau pemerintah pusat tak turun membagi otoritas transportasi," kata Hamdi.

"Presiden jadi kunci. Kalau sudah dapat dilihat yang dikedepankan itu kepentingan publik, mbok Jokowi-Ahok (Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Joko WIdodo dan Basuki Tjahaja Purnama, red) itu dibantu. Jika sudah ada momentum berubah, ya ini saatnya membantu," imbuh Hamdi.

Soal politik lokal pun menjadi catatan tersendiri. Pengamat transportasi Ellen Tangkudung mengatakan, DPRD DKI Jakarta seperti DPRD lain di Indonesia, juga selalu mengeluarkan kebijakan dengan muatan politis.

Ellen mencontohkan pembentukan panitia khusus untuk program pembangunan MRT dan monorel oleh DPRD DKI, pada Juni 2013. Dia berpendapat, pansus itu bukan memperlancar pembangunan MRT, melainkan justru menghambat.

"Asal mereka (DPRD) mau keluar dari kepentingan politis, lebih melihat pada kepentingan masyarakat, pasti segala urusan legislasi diperlancar," harap Elen. "Harusnya pansus itu independen, ya. Susah memisahkan DPRD dari muatan dan kepentingan politis. Mereka harus bisa profesional untuk peran pengawasan berjalannya proyek tersebut," ujar dia.

Bahwa bentuk negara antara Malaysia dan Indonesia berbeda memang sebuah fakta. Kerajaan yang berprinsip federal dan negara kesatuan. Namun, bila menyangkut kepentingan publik, semestinya apa pun bentuk negara bukanlah kendala, tak terkecuali soal transportasi publik ini.

Sumber : http://megapolitan.kompas.com/read/2014/02/03/0743197/Bedanya.Politik.di.Kuala.Lumpur.dan.Jakarta.Soal.Transportasi.Publik