Jumat, 10 Oktober 2014

Walhi: "Giant Sea Wall" Bukan Solusi Atasi Banjir Rob

Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jakarta menilai pembangunan giant sea wall atau tanggul laut raksasa bukan solusi untuk mengatasi banjir rob di wilayah utara Jakarta. Justru banjir rob dan masalah perairan di teluk Jakarta merupakan konsekuensi dari kesemrawutan tata kelola sumber daya dan penataan ruang kawasan pesisir Jakarta.

Dewan Daerah Walhi Jakarta Ubaidillah mengatakan, masalah banjir rob di teluk Jakarta tidak bisa diatasi dengan pembangunan tanggul laut. Sebab, banjir rob hanya salah satu konsekuensi dari kesemrawutan dalam tata kelola sumber daya dan penataan ruang kawasan pesisir Jakarta.

“Selain rob, masalah lainnya yang ada di teluk Jakarta, adalah seperti fenomena perubahan iklim dan kenaikan muka air laut, abrasi pantai, sampah dan limbah, serta instrusi air laut,” kata Ubaidillah, Kamis (9/10).

Selain itu, ada masalah lain yang harus diperhatikan, yaitu penurunan tanah, hancurnya ekosistem pantai laut, pemukiman kumuh, krisis air bersih, kandungan logam berat yang terdapat pada tangkapan ikan dan budidaya kerang nelayan tradisional, hingga ancaman hilangnya cagar budaya serta situs sejarah.

Banyaknya persoalan tersebut, lanjutnya, disebabkan tata kelola kawasan pesisir Jakarta yang mengabaikan daya dukung lingkungan dan peruntukan ruang yang tidak adil.

“Kalau diperhatikan faktanya, panjang pantai Jakarta sepanjang 32 kilometer yang membentang dari barat ujung Kamal Muara, Penjaringan hingga ke Timur ujung Cilincing, lahan didominasi oleh pusat industri, pelabuhan, tempat rekreasi komersil dan hunian eksklusif,” ujarnya.

Akibatnya, Jakarta tidak lagi memiliki pantai publik gratis. Penguasan lahan teluk Jakarta hanya untuk industri, tempat rekreasi komersil dan hunian superblock telah menyisakan sedikit lahan konservasi hutan mangrove/bakau yang terletak di bagian barat pantai.

Hutan Mangrove ada di dua area, yaitu di Muara angke seluas 25 hektar dan di Pantai Indak Kapuk seluas 90 hektare yang dikelola oleh Suaka Margasatwa BKSDA.

Melihat kondisi seperti itu, Ubaidillah menyatakan diperlukan kemauan politik yang kuat dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk mencari solusi dalam upaya pemulihan pantai secara keseluruhan. Dengan proyeksi peruntukan ruang yang proporsional bagi kebutuhan konservasi.

“Kebutuhan konservasi dan restorasi pantai akan menyetabilkan lahan dari abrasi. Memimalisasi penurunan tanah, mencegah semakin jauhnya instrusi air laut, menahan gelombang pasang rob, menetralisasi pencemaran dan sebagai muara sumber air baku, tempat tumbuh kembang kehidupan biota laut serta melestarikan kehidupan kearifan lokal,” jelas Ubaidillah.

Sumber : http://www.beritasatu.com/megapolitan/216113-walhi-giant-sea-wall-bukan-solusi-atasi-banjir-rob.html
Related Posts : air laut , banjir , hunian , instrusi , jakarta , kelola , komersil , konservasi , lahan , mangrove , muara , pantai , pesisir , rob , ruang , sumber daya , tata , teluk , ubaidil

Tidak ada komentar :

Posting Komentar