Kamis, 07 Agustus 2014

Trafique Coffee, Ngopi di Tengah Macet

TEMPO.CO, Jakarta - Kemacetan yang terus menyelimuti Jakarta menjadi inspirasi bagi Devina Stefani untuk membuka Trafique Coffee di Jalan Hang Tuah Nomor 9, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

“Kami ingin memberikan konotasi yang baik bagi kata macet, yaitu banyak aktivitas positif yang terjadi ditemani secangkir kopi yang nikmat,” ujarnya seperti dimuat Koran Tempo, 6 Agustus 2014.

Lulusan University of British Columbia, Vancouver, itu mengatakan kebiasaan bekerja di luar kantor sudah mewabah di Jakarta. Rapat atau sharing tugas biasa berlangsung di restoran, mal, atau kedai. "Banyak orang memerlukan 'teman setia', yaitu secangkir kopi,” ujar Devina, 22 tahun.

Jika tempat lain menyuguhkan coffee shop, Devina menghadirkan teman setia tersebut di coffee mansion. Dibuka tiga bulan lalu, Trafique Coffee layaknya istana yang misterius. Mereka menempati gedung putih dua lantai dengan jendela-jendela besar. Tidak ada pelat nama besar untuk menandakan di sana terletak gerai kopi yang kini ramai dibicarakan di media sosial itu.

Begitu berada di dalam, Anda serasa tiba di tengah pabrik kopi abad silam. Tembok putihnya kontras dengan perabotan antik: dari mesin kopi hingga telepon putar zaman kumpeni. Para barista—peracik kopi—hilir-mudik di tengah mini bar berbentuk segi empat. Kesibukan mereka menyeduh dan meracik kopi menjadi pertunjukan utama. Kadang-kadang, mereka menyeduh kopi dengan empat mesin yang ada.

Keharuman yang membuat Indonesia dikenal dunia sejak abad ke-17 itu berasal dari enam jenis kopi di Trafique. Andalan mereka adalah Malabar dan Dolok Sanggul. Malabar merujuk pada nama perkebunan termasyhur di selatan Bandung. Sedangkan Dolok Sanggul merupakan nama daerah dataran tinggi di Sumatera Utara.

Ingin nongkrong tanpa kopi? Bisa juga. Traffique menyediakan bermacam teh, dari green tea hingga aromatik. Ada juga kudapan ringan, seperti roti isi ataupun sup krim buntut sapi.

Harganya pun relatif lebih murah ketimbang gerai kopi impor. Secangkir flat white, misalnya, dibanderol Rp 30 ribu. Roti isi ala Thailand dihargai Rp 28 ribu. Sedangkan es teh Rp 15 ribu. Di Trafique, kemacetan tidak lagi menyebalkan.

Sumber : http://www.tempo.co/read/news/2014/08/06/201597721/Trafique-Coffee-Ngopi-di-Tengah-Macet
Related Posts : abad , coffee , devina , dolok , isi , jakarta , kemacetan , kopi , malabar , mesin , nama , ribu , roti , sanggul , secangkir , setia , teh , teman , trafique

Tidak ada komentar :

Posting Komentar