Selasa, 23 Juli 2013

Inilah 6 Kebijakan Jokowi-Ahok Yang Terkendala DPR

INILAH.COM, Jakarta - Sejak resmi dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, pada 15 Oktober tahun 2012, hubungan Jokowi - Ahok dengan DPRD Provinsi DKI Jakarta bisa terbilang kurang harmonis.

Beberapa kali, Jokowi-Ahok terlibat saling sindir dengan anggota dewan, terkait kebijakan-kebijakan yang akan di jalaninnya. INILAH.COM mencatat, selama hampir setahun ada beberapa program yang akan dilakukan oleh Jokowi-Ahok belum terealisasi karena belum mendapat persetujuan DPRD.

Contohnya dua mega proyek pembangunan moda transportasi massa Monorel dan MRT, meski sudah dilauching dan ditentukan tanggal dimulainnya pembangunan, masih mendapatkan kritik dari DPRD. Bahkan DPRD berinisiatif membanguan pansus terkait pembangunan itu.

Berikut, kebijakan Gubernur Jokowi maupun Wagub Ahok yang tersandung pandangan DPRD RI.

1. Kenaikan Parkir On Street

DPRD menilai usulan Gubernur Joko Widodo untuk menaikan tarif parkir di badan jalan (on the street) hingga 4 kali lipat dari tarif yang berlaku saat ini tidak tepat.

Menurut Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Triwisaksana usulan Jokowi tersebut hanya akan menambah beban masyarakat.

Triwisaksana mengatakan, saat ini masyarakat tengah menghadapi kenaikan tarif angkutan umum dan harga bahan-bahan pokok. Berdasarkan Perda Nomor 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Daerah, tarif parkir on street yakni Rp 1.500 untuk satu jam pertama.

Sementara dalam usulan tarif baru disebutkan bahwa mobil jenis sedan, minibus, jeep, pikap, dan sejenisnya dikenakan tarif parkir hingga Rp 6.000 sampai Rp 8.000.

Menanggapi hal itu, Wagub Basuki Tjahaja Purnama mengatakan kenaikan tarif parkir bukan hanya masalah uang, namun juga kelancaran arus lalu lintas. Ahok menilai, jika tarif parkir dinaikan, maka hal itu tidak akan memberatkan masyarakat kecil, karena masyarakat kecil tidak banyak yang membawa mobil pribadi.

Ahok pun mengatakan jika anggota dewan peduli dengan nasib rakyat kecil, harusnya mereka ikut naik angkutan umum.

2. Proyek Mass Rapid Transit (MRT)

Seperti diketahui Ketua Panitia Khusus (Pansus) MRT DPRD DKI Jakarta Triwisaksana (Sani) mempertanyakan Analisa Dampak Lingkungan (Amdal) dan analisa kelayakan MRT.

Menurutnya, laporan Amdal seharusnya setiap 3 bulan sekali dilaporkan saat proyek berjalan. Pansus MRT DPRD DKI Jakarta akan memanggil kembali Pemprov DKI Jakarta dan Dirut MRT minggu depan untuk menjelaskan hal tersebut.

"Minggu depan akan kita panggil untuk bahas soal Amdal, Analisa atas tambahan kelayakan, resiko, portofolio," ujar Ketua Pansus MRT Triwisaksana (Sani) di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (16/7).

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta ini mengatakan laporan Amdal yang dikemukakan oleh Dirut PT MRT Dono Boestami setiap 3 bulan sekali seharusnya dilakukan saat proyek berjalan.

Namun, sampai saat ini proyek tersebut belum berjalan tetapi hanya seremonial di bundaran HI oleh Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) pada 30 Mei lalu.

"Laporan soal Amdal itu dalam aturan dilaksanakan kalau proyek sudah jalan. Ini mana, saya denger cuma di HI waktu itu pukul-pukul gong segala," sindirnya.

Menanggapi hal itu, Jokowi menegaskan tidak ada masalah dalam penerbitan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) proyek pembangunan moda transportasi Mass Rapid Transit (MRT).

Pria yang akrab disapa Jokowi itu pun heran dengan Panitia Khusus (Pansus) proyek MRT DPRD DKI yang berencana akan memanggil Pemprov DKI Jakarta dan PT MRT, untuk meminta penjelasan mengenai analisa dampak lingkungan (Amdal) dan analisa kelayakan MRT.

"Amdal itu MRT 2010 sudah, ditanya Amdal apalagi? Ya tanyakan amdal dulu gimana, ya kan sudah secara administratif apalagi," ucapnya.

3. Monorel

DPRD menganggap dari aspek legalitas, hingga saat ini jalur monorel belum tertuang dalam Perda No. 1 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI 2013-2030.

DPRD berencana membuat panitia khusus (Pansus) Monorel guna memberikan jaminan agar pembangunan monorel tidak mangkrak lagi untuk kedua kalinya.

Sementara Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menilai, Pansus MRT yang dibuat oleh DPRD DKI Jakarta hanya akal-akalan saja, dan menyebut hal itu hanya untuk mencari dana tambahan saja.

"Biar dapat honor. Sama kayak di DPR, di DPRD kan yang namanya Pansus atau Panja itu ada honornya lagi," kata Ahok di Balaikota DKI Jakarta.

4. Kartu Jakarta Sehat

Program Kartu Jakarta Sehat, merupakan program Jokowi-Ahok yang paling banyak mendapatkan sorotan dari DPRD.

Berkali-kali anggota dewan melontarkan kritikan terhadap program unggulan Jokowi-Ahok itu. Bahkan sejumlah anggota DPRD DKI mengajukan hak iterpelasi terkait adanya kisruh di Kartu Jakarta Sehat (KJS).

Kisruh ini diawali mundurnya sejumlah rumah sakit dari program KJS. Meski akhirnya sejumlah anggota DPRD menyatakan mundur dari dukungan hak interpelasi.

5. Hibah Angkutan Umum

Mayoritas dewan menolak rencana Gubernur DKI Jakarta menganggarkan dana hibah kepada pengusaha angkutan umum dalam APBD 2013.

Menurut salah seorang anggota Banggar DPRD DKI Jakarta, Wanda Hamidah pandangan dewan angkutan umum itu bagian dari profit oriented.

Wanda menilai, penolakan terjadi karena sejumlah faktor. Yakni, ketidakjelasan dasar hukum hibah angkutan umum dan dinas yang diutus gubernur, tidak mampu menjelaskan teknis pelaksanaannya kebijakan hibah secara detail.

Ia melanjutkan kebijakan tersebut merupakan bagian dari bisnis transportasi yang menghasilkan keuntungan bagi pemiliknya. Karena itu, penggunaan APBD untuk membelikan angkutan kepada pengusaha secara cuma-cuma tidak relevan.

Sementara Jokowi mengatakan hibah itu adalah bagian dari peremajaan angkutan umum yang sudah puluhan tahun tidak dilakukan, dan memberikan pelayanan publik yang baik ke masyarakat serta bukan bagian dari bisnis.

"Angkutan umum itu layanan publik, bukan bisnis. Kalau bisnis, pasti banyak angkutan baru. Faktanya, selama 30 tahun tidak ada peremajaan," tegasnya.

6. Pembangunan Jalur Busway Sistem Layang

DPRD DKI menolak rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membangun jalur nusway Trans Jakarta koridor 13, rute Ciledug-Blok M dengan sistem jalan layang. DPRD beralasan jalur Ciledug salah satu rute macet.

Anggota Komisi B DPRD, Aliman Aat mengatakan, DPRD mengusulkan, Pemprov DKI memperluas jalan Ciledug-Blok M terlebih dahulu. "Saran saya untuk koridor harus ada penambahan ruas jalan. Baru dibangun jalan layang untuk Trans Jakarta," tegasnya.

Selain itu, DPRD juga akan membahas penambahan armada Trans Jakarta sebanyak 450 unit oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta, yang diharapkan bisa mengurai kemacetan di Jakarta. Hanya saja, lanjut Aliman, dirinya berharap nanti Pemprov dapat menarik simpati warga Jakarta untuk menaiki Trans Jakarta tersebut.

"Tambahan 450 armada Trans Jakarta itu apa bisa menarik masyarakat agar menaiki busway?," tandasnya.

Sumber : http://metropolitan.inilah.com/read/detail/2012958/inilah-6-kebijakan-jokowi-ahok-yang-terkendala-dpr#.Ue3ZrI2EwgQ
Related Posts : ahok , amdal , analisa , angkutan , dki , dprd , hibah , jakarta , jokowi , jokowi-ahok , monorel , mrt , pansus , parkir , pemprov , proyek , tarif , trans , triwisaksana

Tidak ada komentar :

Posting Komentar